Reporter: Benediktus Krisna Yogatama | Editor: Roy Franedya
JAKARTA. Kenaikan BI rate 75 basis poin (bps) dua bulan telah memberikan tekanan besar pada bisnis perbankan. Kebijakan ini mendorong bank meningkatkan bunga kredit.
Salah satunya, Bank Tabungan Negara (BTN). Bank BUMN ini berencana menaikkan suku bunga kredit peemilikan rumah (KPR) antara 0,25% - 0,5% mulai Agustus nanti. Tapi kenaikan ini hanya dirasakan nasabah baru. Berdasarkan suku bunga dasar kredit (SBDK) per akhir Juni, bunga dasar kredit ritel 10,25% dan KPR 10,45%.
Direktur Utama BTN, Mar-yono, mengatakan BTN perlu menaikkan bunga kredit karena peningkatan beban yang tinggi setelah BI menaikkan suku bunga acuan. "Kenaikan ini tidak akan dirasakan nasabah lama," janji Maryono, Jumat, (19/7).
Ia menambahkan, kenaikan bunga KPR juga tidak akan dirasakan nasabah kecil yang mengikuti program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Bunga kredit FLPP akan tetap dipatok 7,25% sesuai kesepakatan bank dengan pemerintah. Maklum, 70% dana FLPP berasal dari pemerintah dan tidak terkena bunga, sehingga bank tidak menanggung biaya dana yang besar akibat kenaikan BI rate.
Sebelumnya, Bank Central Asia (BCA) sudah lebih dulu berencana menaikkan bunga kredit konsumsi. Bank terafiliasi dengan Grup Djarum ini berencana menaikkan bunga kredit kepemilikan motor dan KPR antara 0,25% -0,5% mulai bulan depan. Per akhir Juni lalu, suku bunga dasar KPR BCA mencapai 9,5% dan non-KPR 8,18%.
Bank-bank kecil pasti akan merespons kenaikan suku bunga dua bank besar ini dengan turut menaikkan bunga kredit. Yang pasti, bunga kredit bank kecil lebih tinggi. Biaya bank kecil lebih boros ketimbang bank besar agar bisa berkompetisi.
Informasi saja, perbankan pasti merespons setiap kenaikan suku bunga acuan dengan menaikkan suku bunga konsumsi, kemudian menyusul bunga modal kerja dan investasi. Suku bunga kredit konsumsi memang lebih sensitif terhadap BI rate ketimbang bunga kredit lain.
Namun, menaikkan suku bunga harus hati-hati. Sebab kenaikan suku bunga akan berpotensi menimbulkan kredit bermasalah atau non performing loan (NPL).
Apalagi kemampuan masyarakat mencicil pinjaman saat ini semakin berkurang sebagai dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang mengakibatkan beban masyarakat semakin meningkat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News