Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) pekan lalu memutuskan untuk menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 basis poin menjadi 4,75% dari sebelumnya 5%.
Sementara suku bunga deposit facility sebesar 25 bps menjadi 4% dan suku bunga lending facility sebesar 25 bps menjadi 5,5%.
Meski sudah turun, industri perbankan memandang tren penurunan bunga kredit masih membutuhkan periode transisi yang lebih panjang. Ambil contoh, PT Bank Central Asia Tbk (BCA) yang punya pertimbangan dalam menurunkan bunga, salah satunya faktor permintaan masyarakat.
Baca Juga: BCA prediksi pertumbuhan kredit konsumer tahun ini masih lambat
Menurut Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja, tahun lalu BI pun sebenarnya sudah secara agresif menurunkan bunga sebanyak 100 basis poin (bps).
Hanya saja, dibandingkan dengan bunga deposito, tingkat bunga kredit tidak bisa seketika turun. "Kalau deposito turun 25 bps, itu merata semua. Bunga kredit tidak bisa begitu, banyak faktor pertimbangannya," ujarnya Jumat (21/2).
Namun, setidaknya bank swasta terbesar di Indonesia ini mengungkap sudah menurunkan bunga kredit antara 25-100 bps sepanjang tahun lalu.
Sementara itu secara terpisah, Direktur Keuangan BCA Vera Eve Lim bilang bahwa kebijakan penurunan suku bunga acuan BI merupakan respon atas perekonomian yang tumbuh moderat.
Sekaligus, langkah ini juga sebagai stimulus untuk mengantisipasi dampak virus corona secara global dan imbasnya bagi perekonomian dalam negeri.
Baca Juga: Ekonom: Realisasi stimulus pemerintah lebih krusial tangkal perlambatan ekonomi
"BCA akan mencermati kebijakan penurunan suku bunga acuan ini. Kami akan pertimbangan beberapa hal, kondisi pasar termasuk faktor permintaan masyarakat," ujar Vera kepada Kontan.co.id, Minggu (23/2).
Senada dengan BCA, Direktur Tresuri dan Internasional PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) Bob Tyasika Ananta menyebut dengan BI menurunkan bunga acuan tersebut, pihaknya berharap pertumbuhan bisa melebihi stabilitas. Dengan kata lain, perekonomian nasional bisa sedikit lebih terdorong.
"Kami tentunya akan mempertimbangkan dan mengikuti bagaimana tren suku bunga tersebut," ujarnya. Walau belum memberi isyarat akan adanya penurunan bunga, Bob menegaskan bahwa penurunan suku bunga sangat bergantung pada mekanisme pasar dan kompetisi.
Artinya, BNI belum akan terburu-buru dalam melakukan transmisi kebijakan penurunan bunga acuan ke bunga kredit.
Baca Juga: Sempat ciut, BNI pasang target laba bersih dua digit tahun ini
Bukan cuma bank besar, PT Bank Woori Saudara Tbk (BWS) pun memandang bahwa penurunan bunga acuan akan terjadi bila kondisi pasar perbankan sudah stabil.
Terutama dari sisi kecukupan likuiditas. Meski begitu, Direktur Kepatuhan BWS I Made Mudiastra menilai bahwa sepanjang tahun ini kemungkinan besar penurunan suku bunga kredit perbankan masih relatif kecil yakni sekitar 0,5%-1% saja.
"Ke depan (bunga kredit) tergantung pada kondisi pasar dan juga suku bunga USD yang dipengaruhi kebijakan The Fed," terangnya. Adapun, sejak tahun 2019 lalu pihaknya mengaku sudah turunkan bunga secara selektif sebesar 50 hingga 100 bps.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News