kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.499.000   -40.000   -2,60%
  • USD/IDR 15.935   -60,00   -0,38%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

Bunga kredit di Indonesia paling tinggi dibanding negara tetangga, ini penyebabnya


Selasa, 10 November 2020 / 10:10 WIB
Bunga kredit di Indonesia paling tinggi dibanding negara tetangga, ini penyebabnya


Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Walau bunga acuan Bank Indonesia (BI) sudah berangsur turun, ditambah tren biaya dana (cost of fund/CoF) yang melandai, tingkat bunga kredit perbankan di Indonesia masih terbilang tinggi. 

Merujuk pada data yang dihimpun Ceicdata misalnya, per September 2020 akhir, rata-rata bank prime lending rate di Indonesia sebesar 9,37%. 

Angka itu sebenarnya turun dibandingkan posisi bulan sebelumnya yaitu 9,38%. Menandakan kalau laju bunga kredit saat ini memang terus melandai. Hanya saja, kalau dibandingkan dengan negara tetangga, Indonesia bisa jadi punya tingkat bunga kredit yang paling tinggi. 

Ambil contoh, prime lending rate Malaysia per Agustus 2020 lalu sebesar 3,64%. Lalu ada Singapura yang per Oktober 2020 sebesar 3,64% kemudian Thailand 5,41% akhir September 2020 lalu. 

Menurut beberapa ekonom yang dihubungi Kontan.co.id, ada banyak faktor yang membuat tingkat bunga kredit di Tanah Air terbilang tinggi. 

Ekonom PT Bank Permata Tbk Josua Pardede mengatakan, salah satu pengaruhnya adalah masih tingginya beban operasional dan pendapatan operasional (BOPO) di Indonesia yang secara relatif masih lebih tinggi dibandingkan negara tetangga. 

Baca Juga: Biaya operasional (BOPO) kembali menanjak, begini strategi perbankan

"Tingginya BOPO di Indonesia diartikan sebagai masih belum efisiennya perbankan di Indonesia, sehingga bank masih harus menetapkan suku bunga tinggi untuk mengompensasi tingginya biaya operasional," kata Josua, Senin (9/11). 

Di sisi lain, kata Josua, masih tingginya suku bunga BI tidak dapat terhindarkan seiring dengan masih dibutuhkannya dana aliran asing ke Indonesia untuk membantu stabilitas nilai tukar rupiah. 

Sebagai informasi saja, saat ini suku bunga acuan BI 7-day reverse repo rate (7DRR) ada pada posisi stabil 4% sejak pertengahan Juli 2020. 

Tapi kabar baiknya, tren BOPO perbankan saat ini terus melandai, dan membantu mendukung penurunan suku bunga kredit. Ini artinya, tren penurunan suku bunga kredit menurut Josua bakalan terus berlanjut. 

"Dibutuhkan peningkatan efisiensi perbankan sebagai salah satu motor pendorong penurunan suku bunga lebih rendah lagi," terangnya.

Senada, Direktur Riset Core Indonesia Piter Abdullah bilang selain masih belum efisiennya bank di Indonesia, sistem insentif yang tercipta oleh kebijakan moneter juga jadi penyebab tingginya bunga kredit. "Untuk menurunkan bunga kredit, perlu reformasi sistem keuangan dan moneter," katanya. 

Tetapi, pada masa pandemi Covid-19 seperti sekarang tentunya menjadi momentum paling tepat bagi bank untuk menurunkan bunga kredit, lantaran likuiditas sedang longgar. Meski begitu, Piter menambahkan bila perekonomian kembali ke level normal bunga kredit tentunya punya potensi untuk kembali naik. 

Menanggapi masih tingginya bunga kredit, salah satu bank terbesar yaitu PT Bank Central Asia Tbk (BCA) mengatakan kalau pihaknya memang selalu melakukan penyesuaian suku bunga kredit. 

Direktur Keuangan BCA Vera Eve Lim mengatakan bunga kredit yang diberikan kepada nasabah perseroan mengacu pada pergerakan suku bunga acuan (BI7DRR).

Ambil contoh, berdasarkan data suku bunga dasar kredit (SBDK) BCA per 31 Oktober 2020 rata-rata bunga kredit korporasi sudah turun 150 basis poin (bps) secara year to date (ytd) menjadi 8,25%. Kemudian kredit ritel dan konsumsi turun 115 bps ytd menjadi 8,75%. Begitu pula bunga kredit non KPR di level 8,61% alias stagnan secara ytd. 

Baca Juga: Kredit UMKM masih loyo meski ada program PEN, kenapa?

"BCA senantiasa mencermati perkembangan pasar dan suku bunga acuan, dalam menentukan suku bunga yang kompetitif," terang Vera. 

Bunga kredit BCA memang bisa dibilang rendah jika dibandingkan dengan beberapa bank dengan skala bisnis lebih kecil seperti di BUKU I dan II. Semisal PT Bank BRI Agroniaga Tbk (BRI Agro) yang punya SBDK korporasi ada di level 10,82% dan juga kredit ritel 12,32%. 

Meski begitu, Sekretaris Perusahaan BRI Agro Hirawan Nur memastikan bunga tersebut akan turun sejalan dengan efisiensi perusahaan. "Memperhatikan tren biaya dana yang menurun, masih ada peluang bunga kredit untuk turun lagi," jelasnya. 

Selanjutnya: Penyaluran kredit BPD masih ciamik meski diterjang pandemi, disokong segmen konsumsi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×