Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Memburuknya kualitas kredit turut menimpa industri Bank Perekonomian Rakyat (BPR). Hal ini seiring dengan banyaknya BPR yang gulung tikar di tahun 2024.
Tercatat, sepanjang tahun berjalan di 2024 ini terdapat 15 bank BPR yang bangkrut dan dicabut izin usahanya oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Terbaru ada PT Bank Perekonomian Rakyat (BPR) Nature Primadana Capital yang dicabut izin usahanya oleh OJK.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), rasio NPL BPR pada September 2024 berada di level 11,73%, angka ini melonjak jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang masih sebesar 10,05% pada September 2023.
Sejak awal tahun 2024, NPL BPR memang telah menunjukkan tren kenaikan. Pada Januari 2024, NPL BPR tercatat sebesar 10,25%. Kondisi ini terus merangkak naik pada bulan-bulan berikutnya. Di mana, Februari 2024 NPL berada di level 10,55%, Maret 10,7%, April 11,2%, Mei 11,37% dan Juni 11,37%, lalu Juli 2024 mencapai 11,58% hingga Agustus menyetuh 11,67%, dan puncaknya di September 2024 ke level 11,73%.
Baca Juga: Tenggak Waktu Pemenuhan Modal Inti Minimum BPR Tinggal Sebulan
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae menyebut, tren peningkatan NPL BPR, salah satunya dikarenakan telah berakhirnya beberapa ketentuan relaksasi pandemi Covid-19 pada bulan Maret 2024, sehingga BPR wajib menyesuaikan kualitas kredit sesuai dengan ketentuan yang berlaku saat ini.
"Upaya OJK dalam meningkatkan pengelolaan aset yang senantiasa memperhatikan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko, termasuk evaluasi terhadap permasalahan dan penyelesaian atas pemberian kredit pasca pandemi covid-19 dengan menerbitkan POJK Nomor 1 tahun 2024 tentang Kualitas Aset BPR," ungkap Dian dalam jawaban tertulisnya beberapa waktu lalu.
Menurutnya BPR/BPRS perlu mencermati tantangan persaingan ke depan, terutama bagi yang memiliki daya saing rendah. Industri BPR tengah menghadapi persaingan ketat khususnya pada penyaluran kredit atau pembiayaan kepada segmen UMKM.
“Untuk menghadapi perubahan dan tantangan tersebut, BPR/BPRS diharapkan memiliki ketahanan dan daya saing yang kuat, sehingga dapat mempertahankan kinerja dan eksistensinya," ujarnya.
Serupa, Ketua Umum Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat (Perbarindo), Tedy Alamysah menjelaskan, melonjaknya NPL BPR akibat dampak dari berakhirnya masa relaksasi restrukturisasi kredit Covid-19.
"Walau demikian, kami berharap kondisi ini tidak berlangsung lama, karena kami melihat BPR-BPRS terus berupaya memperbaiki kinerjanya baik dari sisi kuantitas maupun dari kualitasnya. Dan di akhir tahun nanti kami harapkan tingkat rasio NPL dapat terjaga di dibawah 8%," ujar Tedy.
Menurut Tedy, dalam upaya menjaga kualitas kredit, industri BPR berupaya meningkatkan penyaluran kredit secara sehat, tepat dan memenuhi kaidah prudential banking.
"Tetapi bagi BPR yang memiliki kualitas kredit yang cukup besar, upaya-upaya restrukturisasi akan menjadi pilihan yang paling bijak dalam kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih," katanya.
Baca Juga: NPL BPR Kian Melonjak, Ini Beberapa Penyebabnya
Tedy pun menjabarkan, tantangan yang sangat dirasakan industri BPR yaitu pertumbuhan ekonomi yang terjadi belum memberikan dampak yang signifikan terhadap pertumbuhan kinerja BPR. Oleh karena itu, pihaknya berharap stimulus pemulihan ekonomi yang selama ini telah di upayakan pemerintah, benar-benar memberikan dampak terhadap sektor riil ekonomi di masyarakat.
Sementara Direktur Utama BPR Hasamitra, I Nyoman Supartha mengaku, ketidakpastian ekonomi makro seperti perlambatan ekonomi global atau lokal dan kenaikan suku bunga berdampak pada daya beli masyarakat dan kemampuan mereka untuk membayar kembali pinjaman.
Ditambah lagi, dampak lanjutan dari pandemi Covid-19 disebut Nyoman masih mempengaruhi beberapa sektor ekonomi, terutama UMKM yang menjadi salah satu target pasar utama BPR. Pemulihan ekonomi yang lambat membuat sebagian debitur kesulitan dalam memenuhi kewajiban kreditnya.
Walau demikian, Nyoman menyebut kualitas kredit yang dimiliki BPR Hasamitra masih terjaga di level yang aman. Ia pun merinci, NPL bruto BPR Hasamitra pada posisi Desember 2023 ada di angka 2,44%. Angka tersebut tercatat terus mengalami penurunan jika melihat posisi September 2024 yang ada di level 2,25%. Nyoman pun menargetkan NPL hingga akhir tahun dapat terjaga di level 1,5%.
Dalam mengantisipasi terjadinya kenaikan NPL, pihaknya berupaya melakukan proses penilaian kredit yang kuat, antara lain dengan analisa kredit yang mendalam mengenau kemampuan bayar, stabilitas pendapatan calon debitur, riwayat kredit, dan kondisi keuangan calon debitur.
"Selain itu, wajib dilakukan kunjungan lapangan, survei ke tempat usaha debitur untuk memastikan keberadaan dan operasional bisnis berjalan baik, melakukan diversifikasi portofolio kredit, menjadi rasio kredit terhadap simpanan (LDR), monitoring dan pengawasan kredit yang aktif, restrukturisasi kredit untuk nasabah bermasalah, pendidikan dan literasu keuangan nasabah peningkatan kapasitas SDM, dan asuransi kredit," tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News