Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Inisiatif kartu berlogo gerbang pembayaran nasional (GPN) secara resmi diluncurkan pada Mei 2018 lalu. Namun, kehadiran kartu ini meredup karena hanya menjadi pilihan bagi nasabah perbankan dalam melakukan transaksi pembayaran.
Lantaran, tidak ada kewajiban bagi nasabah untuk memiliki kartu berlogo GPN.
Kendati demikian, Ketua Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) Santoso mengklaim inisiatif GPN baik-baik saja.
Ia menekankan, pelaku dan industri harus mengubah framework tentang GPN di masa lalu dan yang akan mendatang.
Santoso menyebut sebelum ini, GPN menjadi center of settlement. Saat ini dan ke depannya, peran center of settlement-nya hanya untuk transaksi fisik seperti EDC dan ATM.
Baca Juga: BI-Fast Kerap Alami Gangguan, Cermati Penyebabnya
“Itu pun sebetulnya switchingnya tidak perlu lagi memakai switching yang saat ini. Pakailah BI-Fast. BI-Fast itu pada dasarnya switching. Bedanya sekarang kan ada Artajasa, Rintis, Jalin, dan Alto, akan datang itu cukup bisa diganti oleh BI-Fast,” ujar Santoso kepada KONTAN belum lama ini.
Memang lembaga switching memiliki fungsi untuk memproses data transaksi pembayaran secara domestik dalam rangka interkoneksi dan interoperabilitas.
Pada inisiatif GPN, Bank Indonesia (BI) menyebut terdapat empat lembaga yaitu PT Artajasa Pembayaran Elektronis, PT Rintis Sejahtera, PT Alto Network, dan PT Jalin Pembayaran Nusantara.
“Saya mengatakan lembaga switching ini tidak ada lagi. Namun, kontribusinya pada sistem pembayaran akan berkurang. Mereka juga harus mulai memikirkan untuk mengalihkan model bisnis ke yang lain. Karena center of settlement ke depannya harus ada di sistem BI,” papar Santoso.
Sejauh ini, para pelaku switching sudah menjajakan infrastruktur teknologi BI Fast bagi calon peserta. Ini bisa menjadi pemasukan baru bagi mereka selain dari komisi kliring dan settlement sistem pembayaran.
Rintis misalnya, setidaknya sudah memfasilitasi infrastruktur BI-Fast kepada lebih dari 20 bank melalui Multi-tenancy Infrastruktur Sharing.
Direktur Marketing PT Rintis Sejahtera Suryono Hidayat menyatakan komitmen mempercepat implementasi BI-Fast.
"Saat ini Rintis Sejahtera juga tengah melakukan persiapan untuk layanan BI-Fast Fase 1 Tahap 2. Proses percepatan tersebut dilakukan oleh Rintis agar selaras dengan jadwal Bank Indonesia yang menargetkan implementasinya dapat terwujud pada Semester I tahun 2023,” jelas Suryono.
Konsep multi-tenancy infrastruktur sharing milik PT Rintis Sejahtera menjadi solusi bagi bank dan nonbank dalam mengimplementasikan layanan BI-Fast sesuai dengan Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI 2025).
Selain itu, layanan ini dapat memberikan efisiensi layanan pembayaran digital dan service level yang tinggi bagi bank dan nonbank di industri sistem pembayaran.
Kendati demikian, Santoso melihat minat masyarakat untuk memiliki kartu GPN masih ada. Namun ia mengaku minat nasabah untuk memiliki GPN juga semakin berkurang. Maklum, kartu ini hanya bisa digunakan di dalam negeri.
Agar bisa menggunakan kartu debit untuk bertransaksi di luar negeri, nasabah bisa memilih kartu debit berlogo VISA, Master Card, atau JCB.
Selain itu, pilihan alat pembayaran semakin beragam seperti BI-Fast bahkan QRIS juga bisa digunakan antar negara tanpa perlu membawa kartu.
Adapun Vice President Retail Deposit Product and Solution Group Bank Mandiri Evi Dempowati mengatakan telah mengedarkan kartu debit berlogo GPN lebih dari 20 juta kartu. Nilai itu berkontribusi sebesar 74% dari total kartu debit yang Bank Mandiri edarkan.
Baca Juga: BI-Fast Telah Mengubah Peta Transaksi Sistem Pembayaran
“Jumlah kartu Mandiri Debit GPN diproyeksikan akan terus tumbuh secara positif pada Desember 2023 di angka 14%. Peningkatan ini terus didukung dengan strategi literasi perbankan kepada seluruh lapisan masyarakat serta mendukung program pemerintah,” katanya kepada KONTAN, Senin (17/4).
Ia menyatakan pada 2023 ini terlihat peningkatan transaksi kartu debit yang cukup signifikan, Selain dari jumlah kartu yang terus tumbuh, juga kondisi daya beli nasabah mulai membaik pasca Covid-19.
“Profile transaksi Mandiri Debit di pasar domestik saat ini masih didominasi oleh transaksi di EDC, namun mulai terlihat perkembangan yang positif untuk transaksi di e-commerce. Peningkatan transaksi di ecommerce ini tentunya menunjukkan meningkatnya kepercayaan masyarakat menggunakan Mandiri Debit sebagai solusi transaksi onlinenya,” paparnya.
Sejalan dengan tersebut, Evi menyatakan Bank Mandiri akan terus mendorong peningkatan transaksi cashless baik secara online dan offline. Sehingga semakin berkontribusi pada upaya mendorong cashless society yang terus digalakkan pemerintah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News