Reporter: Ferrika Sari | Editor: Tendi Mahadi
Menurut Leonard, LPEI diduga telah memberikan fasilitas pembiayaan kepada Group Walet, Group Johan Darsono, Duniatex Group, Group Bara Jaya Utama, Group Arkha, PT Cipta Srigati Lestari, PT Lautan Harmoni Sejahtera dan PT Kemilau Harapan Prima serta PT Kemilau Kemas Timur dan pembiayaan kepada para debitur tersebut.
Laporan sistem informasi manajemen resiko menyebut para debitur dalam posisi collectability 5 (macet) per tanggal 31 Desember 2019. LPEI diduga menyalurkan pembiayaan ekspor tanpa prinsip tata kelola yang baik sehingga NPL naik hingga 23,39% pada 2019.
Berdasarkan laporan keuangan per 31 Desember 2019, Kejagung menduga LPEI mengalami kerugian tahun berjalan sebesar Rp 4,7 triliun, lantaran adanya pembentukan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN).
Baca Juga: Walau hadapi pandemi, CAR Bank Mandiri kokoh 19,13% per 31 Mei 2021
Selanjutnya berdasarkan pernyataan dalam laporan keuangan 2019, pembentukan CKPN di tahun 2019 meningkat 807,74% dari RKAT dengan konsekuensi berimbas pada keuntungan perusahaan ini. Kenaikan CKPN tersebut untuk menutupi potensi kerugian akibat naiknya angka kredit bermasalah, yang diantaranya disebabkan oleh 9 debitur tersebut.
Salah satu debitur yang mengajukan pembiayaan kepada LPEI tersebut adalah Grup Walet yaitu PT Jasa Mulia Indonesia (JMI), PT Mulia Walet Indonesia (WMI) dan PT Borneo Walet Indonesia dimana selaku Direktur Utama dari tiga perusahaan tersebut adalah seseorang berinisial S.
Pihak LPEI yaitu tim pengusul, kepala Departemen Unit Bisnis, Kepala Divisi Unit Bisnis dan Komite Pembiayaan tidak menerapkan prinsip-prinsip sebagaimana yang telah ditentukan dalam Peraturan Dewan Direktur No. 0012/PDD/11/2010 tanggal 30 November 2010 tentang Kebijakan Pembiayaan LPEI.
Akibat hal tersebut di atas menyebabkan debitur, yakni Group Wallet yaitu JMI, MWI dan PT Borneo Walet Indonesia, masuk katagori collectability 5 sehingga terjadi gagal bayar Rp 683,60 miliar. Jumlah itu terdiri dari nilai pokok pembiayaan sebesar Rp 576 miliar dengan denda dan bunga sebesar Rp 107,60 miliar
Selanjutnya: Bos BRI klaim penyaluran kredit ke sektor korporasi kurang dari Rp 200 triliun
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News