Reporter: Adrianus Octaviano, Titis Nurdiana | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Berbagai upaya tengah dilakukan untuk menyukseskan Koperasi Desa Merah Putih (KDMP), termasuk penyaluran kredit.
Sayangnya, dukungan dari berbagai pihak ini tak semerta-merta dapat menghilangkan risiko kredit macet yang mengintai perbankan.
Seperti diketahui, bank-bank pelat merah menjadi pemain kunci dalam penyaluran kredit tersebut. Di mana, plafon pinjaman maksimal Rp 3 miliar per koperasi dengan bunga 6% per tahun.
Baca Juga: Koperasi Merah Putih Dapat Kredit Rp 3 Miliar, Tapi Pencairannya Tergantung Kelayakan
Terbaru, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang menyebutkan akan membantu sumber pendanaan bank yang berasal dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) tahun anggaran 2025.
Besarannya mencapai Rp 16 triliun yang nantinya akan ditempatkan di bank.
Selanjutnya, Bank Indonesia (BI) pun turut membantu Kementerian Keuangan dengan melakukan burden sharing atau pembelian Surat Berharga Negara. Dalam hal ini, BI akan berbagi beban bunga dengan porsi 50:50 dari yang sebelumnya ditanggung penuh oleh APBN.
Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan pembelian SBN ini digunakan untuk penempatan dana untuk program astacita pemerintah. Di antaranya adalah program KDMP dan perumahan rakyat.
“Untuk Koperasi Desa Merah Putih, bunga yang ditanggung BI adalah 2,15,” ujar Perry dalam Rapat Kerja Komite IV DPD RI, pekan lalu.
Baca Juga: Koperasi Merah Putih Bisa Kredit dengan Jaminan Dana Desa, Akrindo Ingatkan Risikonya
Sumber KONTAN yang mengetahui hal ini pun mengungkapkan bahwa angka tersebut didapat dari bunga SBN dikurangi dengan imbal hasil yang didapatkan dari penempatan dana di bank.
Sebagai gambaran, bunga SBN untuk tenor 10 tahun berdasarkan lelang terakhir adalah 6,3%. Lalu, angka tersebut dikurangi imbal hasil yang didapat dari bank senilai 2% dan hasilnya 4,3%. Bunga tersebut yang pada akhirnya dibagi dua oleh BI dan Kemenkeu.
Sebagai salah satu pelaksana, Corporate Secretary PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) Okki Rushartomo mengungkapkan bahwa saat ini pihaknya sudah menerima arahan dari regulator terkait program KDMP ini.
Namun, ia belum bisa menjelaskan skema bunga karena saat ini tengah menunggu detail teknis pelaksanaannya.
“BNI siap untuk menyesuaikan dengan skema yang nanti akan ditetapkan, baik terkait bunga, margin, maupun kesiapan dananya,” ujar Okki kepada KONTAN, akhir pekan lalu.
Ia pun menegaskan bahwa BNI bakal mendukung penuh program ini agar bisa berjalan baik dan memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menilai bahwa dukungan dari pemerintah ini turut membantu pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dimiliki bank. Mengingat, beberapa waktu terakhir memang likuiditas bank menjadi sorotan.
Ia bilang penempatan dana oleh pemerintah merupakan hal yang normal. Meskipun, ia menyadari bahwa penempatan dana tersebut memang hanya bisa digunakan untuk menjalankan program-program spesifik pemerintah.
“Tapi setidaknya ada perbaikan dari sisi likuiditas perbankan,” ujar Dian.
Nah, meskipun permasalahan likuiditas untuk menjalankan program KDMP terbilang ada solusi, pengamat perbankan Moch. Amin Nurdin melihat ini tidak bisa mengurangi risiko kredit yang dimiliki perbankan.
Baca Juga: Kopdes Bisa Kantongi Kredit Rp 3 Miliar, Ekonom: Potensi Kredit Macet Tinggi
Pasalnya, jika ada kredit yang macet, bank pada akhirnya yang harus menanggung. “Kalau tingkat macetnya tinggi, bank yang pada akhirnya menanggung selisihnya juga untuk membayar bunga penempatan dana pemerintah,” ujar Amin.
Memang, ia menyadari kredit ini juga sudah dibantu dengan adanya jaminan dana desa. Namun, Amin bilang bahwa jaminan tersebut juga tak mencakup seluruh kredit yang didapat oleh koperasi.
Terlebih, ia menyoroti KDMP ini terbilang baru dengan bisnis maupun pengurus yang belum terlihat apakah berjalan dengan baik atau tidak. Oleh karenanya, bank tetap harus selektif dan tidak sembrono dalam menyalurkan kreditnya.
“Kalau macet tetap ada risiko kerugian meski kecil tetap ada,” ujar Amin.
Setali tiga uang, Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan menegaskan perlu adanya pembinaan terkait rencana penggunaan dana pinjaman dan tetap dilakukan monitoring atas kredit yang diberikan.
Baca Juga: Mengupas Imbas Potensi Kredit Macet Koperasi Merah Putih ke Kinerja & Dividen Himbara
Selain itu, ia mengingatkan bahwa bank juga perlu mengkomunikasikan terkait mitigasi risiko terutama mengenai syarat-syarat untuk pembayaran kredit yang tidak berasal dari kemampuan atau cashflow koperasi merah putih sehingga dapat memitigasi risiko bank.
“Tetap ada potensi risiko walau ini merupakan program pemerintah seperti halnya kredit program seperti KUR tetap ada risiko kredit di sana,” jelas Trioksa.
Selanjutnya: Kolaborasi Memperkuat Literasi Keuangan Syariah Bagi Perempuan
Menarik Dibaca: Dilirik Asing, Saham REAL Jadi Sorotan di Bursa
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News