Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia yang dilaksanakan hari ini (12/12), memutuskan untuk menahan tingkat suku bunga acuan atau BI rate di level 7,50%. Direktur Eksekutif Komunikasi Bank Indonesia, Difi A Johansyah bilang, selain BI rate, bank sentral juga secara serempak menahan lending facility rate di posisi 7,5% serta menahan fasilitas simpanan Bank Indonesia (Fasbi) rate di posisi 5,75%.
Ekonom Bank Internasional Indonesia (BII) Juniman menyambut baik langkah BI ini. Menurutnya, kebijakan bank sentral untuk menahan kenaikan BI rate saat ini sesuai dengan keadaan makro ekonomi. Ia bilang, saat ini tidak ada hal yang mendesak untuk kembali menaikkan BI rate. Hal ini lantaran, tekanan inflasi yang terjadi saat ini pasca kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi pertengahan tahun lalu, sudah mulai turun.
"Inflasi saat ini sudah lebih jinak akibat tekanan kenaikan BBM. Inflasi terbilang sudah normal. Jadi tidak ada lagi keperluan untuk menaikkan BI rate," ujar Juniman, Kamis (12/12).
Selain itu, neraca perdagangan alias trade balance sudah mulai membaik, dengan ditandainya surplus ekspor neraca dagang pada Oktober 2013 sebesar US$ 42,4 juta. Hal ini, lanjut Juniman, dapat menjadi rangsangan perbaikan neraca perdagangan ke depannya.
Juniman menambahkan, pelemahan rupiah yang terjadi belakangan ini, tidak bisa hanya ditopang oleh kenaikan BI rate. Pelemahan rupiah lebih didorong oleh faktor internal seperti rencana pengurangan stimulus bank sentral Amerika Serikat atau The Federal Reserve.
Karena itu, menurut Juniman, kenaikan BI rate tidak efektif untuk menguatkan rupiah. "Kenaikan BI rate bulan lalu direspon negatif oleh pasar seperti stock market yang masih tenggelam. Semua merespon negatif. Jadi wajar bila BI kali ini menahan BI rate karena akan berimplikasi positif terhadap keseluruhan pertumbuhan ekonomi," jelas Juniman.
Keputusan BI ini juga dinilai akan memberikan nafas lega bagi industri perbankan lantaran dapat menyesuaikan tingkat suku bunga. Industri perbankan akan dapat menyesuaikan tingkat suku bunga, terlebih kredit, lantaran tidak lagi harus menyesuaikan dengan kenaikan BI rate.
"Perbankan bisa mempertahankan besaran suku bunga kredit untuk beberapa saat. Dari sisi mitigasi NPL (non performing loan/kredit bermasalah), dapat ditekan jika tidak terjadi kenaikan tingkat suku bunga kredit secara besar-besaran," ujarnya.
Direktur Utama Bank OCBC NISP Parwati Surjaudaja sepakat dengan kebijakan BI rate yang diambil bank sentral. Menurutnya, tingkat suku bunga acuan sebesar 7,50%, merupakan angka yang optimal untuk kondisi saat ini.
"Tahun depan masih banyak gejolak yang harus dihadapi. Kami bisa menyelaraskan suku bunga dengan yang ditetapkan BI," ucap Parwati.
Ekonom dari PT Bank Mandiri Tbk, Destry Damayanti mengatakan, BI Rate ditahan karena ekspektasi inflasi sudah menurun. Pertumbuhan kredit, terutama pada kredit konsumsi, juga sudah melambat. Untuk menangani defisit transaksi berjalan, menurutnya, tidak bisa hanya dilakukan melalui kebijakan moneter, tetapi juga harus diimbangi dengan kebijakan di sektor riil.
"Jadi saat ini yang ditunggu pasar adalah kebijakan konkret di sektor riil, sementara untuk moneter saat ini fokus untuk stabilisasi nilai tukar," ujar Destry.
Destry menambahkan, kemungkinan bank sentral dapat menaikan kembali BI rate pada Februari atau Maret 2014 untuk mengantisipasi tapering off yang dilakukan oleh The Fed. Kenaikan juga akan dilakukan untuk merespons data dari neraca perdagangan.
"Mestinya Januari jangan dulu naik," ujar dia.
Tapering off diprediksikan akan dilakukan AS pada kuartal I-2013. Selain itu, Indonesia juga menghadapi tantangan eksternal lain, yakni kenaikan obligasi atau T-bill. "2014 ada 2 tantangan eksternal, yakni tapering off mungkin kuartal I dan kenaikan obligasi (T-bill), mungkin kuartal III atau IV," ujar Ekonom dari Unika Atmajaya, Agustinus Prasetyantoko.
Kedua hal tersebut akan membuat BI menaikan BI Rate sebesar 50 bps tahun depan. Ia mengatakan, pasar saat ini sebenarnya menginginkan kenaikan BI rate, tetapi BI disarankan tidak terlalu mengikuti keinginan pasar. Indonesia sebaiknya tidak hanya menggunakan suku bunga untuk menarik aliran dana, tetapi harus dengan perbaikan struktural.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News