Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Dina Hutauruk
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Biaya kesehatan di Indonesia mengalami kenaikan setiap tahun. Hal itu tercemin klaim asuransi kesehatan yang dibayarkan perusahaan asuransi. Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mencatat, klaim asuransi kesehatan pada kuartal I-2024 mencapai Rp 5,96 trilun, meningkat 29,4% secara tahunan.
Jika dirinci, klaim kesehatan perorangan naik paling tinggi hingga 34% menjadi Rp 3,89 triliun. Sementara untuk klaim kesehatan kumpulan tumbuh 21,9% jadi Rp 2,07 triliun.
Ketua Bidang Operational of Excellent, IT & Digital (Customer Centricity) AAJI, Edy Tuhirman mengatakan, tingginya klaim asauransi ini salah satunya disebabkan oleh over utilisasi biaya medis dari rumah sakit.
“Tidak dapat dipungkiri bahwa over utiliasisi bisa saja terjadi, sudah jadi rahasia umum jika treatment dan pengobatan RS kepada pasien dengan pengguna asuransi sering kali berbeda dengan yang tidak menggunakan asuransi. Sehingga harga dari pengobatan bisa meningkat drastis,” kata dia dalaï keterangan resminya, Jumat (6/9).
Over utilisasi biaya medis merupakan penggunaan layanan kesehatan secara berlebihan atau tidak perlu. Salah satu contohnya termasuk kondisi rawat inap tanpa indikasi yang jelas dan penggunaan teknologi medis mahal tanpa justifikasi medis yang memadai.
Baca Juga: Unit Bisnis Asuransi Astra Financial Catatkan Kinerja Positif Selama GIIAS 2024
Tambahan biaya dari pihak rumah sakit juga berdampak pada pembengkakan klaim produk asuransi kesehatan. Rumah sakit disebut melakukan over utilisasi pada saat pemberian layanan kesehatan, baik dari sisi pemberian layanan medis, maupun dari aspek pemberian obat-obatan.
Chief of Operation, AIA, Benny Iskandar, menyatakan, AIA berkomitmen untuk membantu nasabah memaksimalkan nilai kualitas perawatan dan biaya medis dengan menerima perawatan yang tepat, pada waktu yang tepat, dan dengan biaya yang sesuai. “Kami memperkenalkan langkah-langkah baru untuk mengatasi kondisi biaya medis yang meningkat.” ujarnya.
AIA melakukan monitor ketat termasuk mengambil tindakan tegas untuk memastikan biaya perawatan medis yang ditetapkan Rumah Sakit sesuai dengan kebutuhan pasien juga melakukan pengetatan prosedur batasan klaim terhadap beberapa kondisi medis.
Dalam menghadapi fenomena ini, industri asuransi mendapat dukungan penuh dari pihak regulator. Diketahui bahwa Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan penandatanganan MoU dengan Kementerian Kesehatan dalam rangka penguatan industri asuransi kesehatan di Indonesia.
Edy bilang, hal ini dilakukan untuk meningkatkan koordinasi dalam kegiatan pengawasan pelayanan kesehatan yang terkait dalam perusahaan asuransi, peningkatan literasi dan inklusi keuangan serta banyak dukungan lainnya yang diyakini akan berdampak baik terhadap industri asuransi jiwa.
Baca Juga: Allianz Life Cetak Pendapatan Premi dari Unitlink Rp 5,8 Triliun pada Semester I-2024
Bagi Perusahaan asuransi, over utilitasi ini menyebabkan meningkatnya biaya klaim, yang berujung pada naiknya premi asuransi. Selain itu, beban finansial yang berlebihan menguras sumber daya layanan kesehatan, mengurangi efisiensi, dan menurunkan kualitas pelayanan.
“Peningkatan klaim asuransi kesehatan yang terjadi secara terus menerus akan mengakibatkan rasio antara pendapatan premi dan klaim menjadi terus meningkat. Dalam hal ini untuk menjaga stabilitas perusahaan, maka wajib dilakukan evaluasi produk dan dapat berpotensi meningkatkan nilai premi pada produk asuransi kesehatan,” tambah Edy.
Edy menjelaskan, asuransi kesehatan merupakan produk perlindungan dasar yang banyak dimiliki masyarakat. Semakin tinggi premi maka ada potensi daya beli masyarakat akan semakin menurun. Bagi pasien, over utilisasi dapat menambah beban biaya yang tidak perlu dan risiko medis, seperti infeksi nosokomial akibat rawat inap yang tidak diperlukan.
Oleh karena itu, kata dia, penting untuk mengenal kondisi medis yang memerlukan perawatan rawat inap, seperti serangan jantung atau stroke. Sebaliknya, banyak kondisi kronis atau minor yang seharusnya ditangani dengan rawat jalan.
Perbedaan perawatan antara pasien asuransi dan non-asuransi juga signifikan. Pasien asuransi lebih rentan terhadap over utilisasi karena penyedia layanan mungkin memaksimalkan penggunaan layanan yang ditanggung asuransi. Sedangkan, pasien tanpa asuransi mungkin menunda perawatan karena biaya, yang dapat memperburuk kondisi mereka.
Untuk mengatasi masalah ini, perlu ada edukasi bagi pasien mengenai pentingnya perawatan yang tepat, serta pengawasan ketat terhadap praktik penyedia layanan kesehatan. Kolaborasi antara pemerintah, penyedia layanan, dan perusahaan asuransi juga penting.
Kebijakan yang mendorong penggunaan protokol perawatan berbasis bukti dan sistem pembayaran berbasis nilai dapat membantu mengurangi over utilisasi, memastikan perawatan yang efisien dan tepat bagi semua pasien di Indonesia.
Penggunaan teknologi informasi juga dapat berperan penting dalam mengatasi over utilisasi biaya medis. Sistem rekam medis elektronik yang terintegrasi bisa membantu dalam menganalisis data penggunaan layanan kesehatan, mengidentifikasi pola over utilisasi, dan memberikan umpan balik kepada penyedia layanan kesehatan untuk meningkatkan praktik klinis mereka.
Melalui model pembayaran berbasis nilai, penyedia layanan dibayar berdasarkan kualitas dan hasil perawatan, bukan jumlah layanan yang diberikan, dapat mengurangi insentif untuk over utilisasi. “Pendekatan ini menempatkan fokus pada hasil kesehatan pasien, memastikan bahwa mereka mendapatkan perawatan yang sesuai dengan kebutuhan medis mereka.” pungkas Edy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News