kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.907.000   -17.000   -0,88%
  • USD/IDR 16.221   -27,00   -0,17%
  • IDX 6.897   65,26   0,96%
  • KOMPAS100 1.002   13,05   1,32%
  • LQ45 771   10,32   1,36%
  • ISSI 224   1,60   0,72%
  • IDX30 397   5,48   1,40%
  • IDXHIDIV20 461   5,31   1,16%
  • IDX80 113   1,46   1,31%
  • IDXV30 113   0,44   0,39%
  • IDXQ30 129   1,86   1,47%

Empat bank berstatus dalam pengawasan intensif


Minggu, 12 April 2020 / 19:20 WIB
Empat bank berstatus dalam pengawasan intensif
ILUSTRASI. Empat bank berstatus dalam pengawasan intensif KONTAN/Carolus Agus Waluyo/07/04/2020.


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Anggota Komisi XI DPR Andreas Eddy Susetyo dalam rapat kerja dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan saat ini ada empat bank yang menyandang status bank dalam pengawasan intensif (BDPI).

“Kita tahu sekarang ada empat BDPI, apakah bank ini nantinya tidak termasuk dalam Perppu 1/2020, karena ini mungkin sudah bermasalah sebelum adanya COVID-19,” katanya, Selasa (7/4) lalu.

Sayang, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso tak menjawab pertanyaan tersebut dalam rapat. Pun saat dikonfirmasi, “silakan konfirmasi kepada sumber di DPR tersebut,” katanya kepada Kontan.co.id, Minggu (12/4).

Baca Juga: OJK berwenang paksa konsolidasi, perbankan pasrah

Asal tahu, via Perppu 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk penanganan COVID-19, OJK diberi perluasan kewenangan untuk dapat memberi perintah konsolidasi, baik berupa penggabungan, peleburan, pengambilalihan, intergasi, dan/atau konversi kepada LJK secara tertulis.

Ketentuan ini juga berlaku mutlak, sebab bank yang ditunjuk untuk melakukan konsolidasi tak bisa mengajukan upaya hukum. Baik secara perorangan, maupun lembaga, OJK tak dapat digugat secara hukum baik perdata maupun pidana. Pun kebijakan tersebut tak dapat dijadikan objek sengketa di pengadilan tata usaha negara (PTUN).

Ketentuan tersebut juga ditambah sanksi pidana, bagi perorangan yang tak mematuhinya berupa pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 12 tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 10 miliar dan paling banyak Rp 300 miliar. Sementara jika pelanggaran dilakukan korporasi akan dikenakan pidana denda paling sedikit Rp 1 triliun.

Sebelum beleid ini terbit, intervensi OJK terkait konsolidasi di industri perbankan terbatas pada imbauan. Status BDPI, dan selanjutnya bank dalam penagwasan khusus (BDPK) dapat jadi acuan bagi OJK untuk memberikan tindakan pengawasan termasuk imbauan konsolidasi.

Baca Juga: Core: Kondisi perbankan Indonesia saat ini masih cukup kuat

“Perppu ini jadi dasar kerangka hukum bagi OJK, karena jika mengikuti ketentuan dalam kondisi normal, kami butuh waktu untuk BDPI selama 12 bulan, kemudian BDPK selama 3 bulan. Di tengah waah COVID-19, Perppu ini merupakan antisipasi agar OJK bisa lebih preemptive melakukan supervisory action,” jelas Wimboh sebelumnya.

Meski demikian, Wimboh tak merinci apa keriteria LJK yang dapat dipaksa berkonsolidasi. Pun dalam beleid COVID-19 tersebut tak ada indikasi jelas yang dijabarkan.




TERBARU
Kontan Academy
Owe-some! Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak

[X]
×