kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.901.000   -7.000   -0,37%
  • USD/IDR 16.255   69,00   0,43%
  • IDX 6.901   35,74   0,52%
  • KOMPAS100 1.004   4,88   0,49%
  • LQ45 768   3,99   0,52%
  • ISSI 227   1,02   0,45%
  • IDX30 396   2,65   0,67%
  • IDXHIDIV20 457   1,32   0,29%
  • IDX80 113   0,52   0,46%
  • IDXV30 114   -0,13   -0,12%
  • IDXQ30 128   0,82   0,64%

FKBI Minta Pemerintah Audit BPJS Kesehatan dan Kendalikan PTM Sebelum Naikkan Iuran


Senin, 07 Juli 2025 / 12:57 WIB
FKBI Minta Pemerintah Audit BPJS Kesehatan dan Kendalikan PTM Sebelum Naikkan Iuran
ILUSTRASI. Warga mendaftar pelayanan BPJS Kesehatan di sebuah klinik di Depok, Jumat (4/4/2025). Data Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menunjukkan, total tunggakan peserta JKN per Desember 2024 sebesar Rp 21,48 triliun. Sebanyak 54,34% dari peserta yang menunggak berasal dari segmen peserta bukan penerima upah (PBPU) atau peserta mandiri. (KONTAN/Baihaki)


Reporter: Shintia Rahma Islamiati | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI), Tulus Abadi, menilai rencana pemerintah untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan (JKN) sebaiknya tidak dilakukan secara terburu-buru. 

“Kajian dimaksud bukan hanya berdasar cash flow dan struktur cost saja, tetapi juga harus ada kajian musabab apa sehingga tarif perlu dinaikkan,” ujarnya kepada Kontan, Senin (7/7).

Tulus menyarankan pemerintah agar mempertimbangkan opsi menambah subsidi untuk program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ketimbang langsung menaikkan iuran peserta. 

Meskipun mayoritas peserta JKN, terutama Penerima Bantuan Iuran (PBI), sudah dibiayai lewat APBN, ada kelompok rentan lain yang perlu mendapat perhatian khusus, yakni peserta mandiri kelas 3 yang rentan terdampak kenaikan iuran.

Baca Juga: Catat Defisit Rp 7,14 Triliun di 2024, BPJS Kesehatan Klaim Layanan Tak Terpangkas

“Pemerintah dan management PBJS Kesehatan mustinya melakukan audit terhadap berbagai praktik dugaan fraud, yang ini jelas menjadi pemicu inefisiensi finansial dan cash flow BPJS Kesehatan,” terangnya.

Lebih jauh, Tulus menyoroti besarnya beban biaya pengobatan penyakit tidak menular (PTM) seperti stroke, jantung koroner, kanker, dan diabetes yang pada 2024 lalu mencapai Rp 37 triliun. 

Ia menilai pemerintah lalai dalam menekan prevalensi penyakit tidak menular dengan tidak melakukan upaya mitigasi serius, misalnya pengendalian konsumsi minuman berpemanis dan rokok yang menjadi penyebab utama PTM. Akibatnya, tingginya angka penyakit ini terus menggerogoti keuangan BPJS Kesehatan.

Baca Juga: Siap-Siap Iuran BPJS Kesehatan akan Naik

Tulus juga mengingatkan bahwa kondisi perekonomian nasional sedang tidak mendukung untuk kebijakan kenaikan iuran. Bank Indonesia bahkan menyebut kondisi ekonomi Indonesia saat ini serupa dengan era 1970-an, dan ketidakpastian global membuat pemulihan ekonomi diperkirakan belum akan terjadi hingga tahun depan. 

Dengan situasi tersebut, ia menilai sangat tidak tepat jika pemerintah memaksakan kenaikan iuran JKN saat ini.

Baca Juga: Aset BPJS Kesehatan Tergerus, Defisit Ancam Layanan pada 2026

Selanjutnya: Jakarta Sky Fun Run 2025: Rasakan Sensasi Lari di Atas Langit Jakarta!

Menarik Dibaca: Simak Ramalan Zodiak Keuangan dan Karier Besok Selasa, 8 Juli 2025

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Owe-some! Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak

[X]
×