kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.953.000   -3.000   -0,15%
  • USD/IDR 16.544   -44,00   -0,27%
  • IDX 6.837   9,71   0,14%
  • KOMPAS100 988   -0,35   -0,04%
  • LQ45 763   -0,46   -0,06%
  • ISSI 219   0,43   0,20%
  • IDX30 396   0,23   0,06%
  • IDXHIDIV20 466   -0,87   -0,19%
  • IDX80 111   0,04   0,03%
  • IDXV30 115   0,73   0,64%
  • IDXQ30 129   -0,21   -0,16%

Fungsi Intermediasi Sejumlah Bank Ini Belum Optimal, Rasio LDR Sangat Rendah


Rabu, 06 April 2022 / 23:29 WIB
Fungsi Intermediasi Sejumlah Bank Ini Belum Optimal, Rasio LDR Sangat Rendah
ILUSTRASI. Rasio pinjaman terhadap pendanaan atau loan to deposit rasio (LDR) beberapa bank menengah dan kecil tercatat sangat rendah.


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rasio pinjaman terhadap pendanaan atau loan to deposit rasio (LDR) beberapa bank menengah dan kecil tercatat sangat rendah. Angkanya bahkan jauh dari level LDR yang sehat yakni 78%-92%.

LDR yang rendah ini menandakan tidak efektifnya fungsi bank sebagai lembaga intermediasi dan akan membuat potensi pendapatan dari kredit semakin rendah serta berdampak pada penurunan pendapatan dan laba. 

PT Bank Ina Perdana Tbk (BINA) misalnya, hanya memiliki tingkat LDR 29,67% per akhir 2021. Itu turun dari  41,26% pada tahun sebelumnya. Tahun lalu, bank milik Salim Group ini sebetulnya masih mencatat kenaikan kredit hingga 27% secara year on year (yoy) ke level Rp 3,7 triliun, tapi penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) Bank Ina melesat 76% ke Rp 12,5 triliun.

DPK Bank Ina masih didominasi dana mahal atau deposito yakni sebesar Rp 7,2 triliun atau 57,6% dari total DPK, itu naik 67%. Lalu giro mencapai  mencapai Rp 4,9 triliun atau 39,2%. Sedangkan tabungan hanya Rp 3%. 

Baca Juga: Bank Milik Grup Salim Ini Labanya Melejit 105% di 2021

LDR PT Bank Capital Indonesia Tbk (BACA) jauh lebih rendah lagi, hanya 12,35% per akhir 2021. Angka ini turun dari 39,3% pada tahun sebelumnya. Kredit bank ini hanya Rp 2,31 triliun, turun dari Rp 6,4 triliun di tahun 2020. Sedangkan DPK  meningkat dari Rp 16,36 triliun ke Rp 18,71 triliun.

Lalu PT Bank Ganesha Tbk (BGTG) mencatat LDR di level 40,01%, turun dari 64% pada tahun 2020. Tahun lalu, LDR bank ini tumbuh 53% ke Rp 6,3 triliun, terutama disebabkan kenaikan Giro hingga 248% jadi Rp 3,4 triliun. Sedangkan kreditnya justru kontraksi 3,8%. 

PT Bank Arta Graha Tbk memiliki LDR di level 54,6% atau naik sedikit dari tahun 2020 yang tercatat 48,7%. PT Bank Bumi Arta Tbk (BNBA) juga mencatat LDR  rendah meskipun tak seminim bank di atas yakni 62,8%. PT Bank JTrust mencatat LDR di level 62,8% atau naik dari 56,2% pada tahun 2020 karena kreditnya berhasil 37% tahun lalu jadi Rp 10 triliun. 

Baca Juga: Citibank Indonesia Cetak Laba Rp 1,08 Triliun di 2021

Direktur Utama Bank Ina Perdana Daniel Budirahayu mengatakan, LDR tahun ini akan ditingkatkan perseroan seiring dengan membaiknya kondisi perekonomian.  Penyaluran kredit akan dipacu sehingga LDR bisa meningkat ke kisaran 50%-70%.   Selain itu, Bank Ina juga akan berupaya mengurangi penghimpunan deposito dan fokus mendorong dana murah atau CASA. 

Adapun ada yang dihimpun yang tidak tersalurkan ke kredit akan ditempatkan di obligasi korporasi, obligasi pemerintah dan Bank Indonesia (BI). "Per akhir Maret 2021, penempatan dana Bank Ina di SBN  mencapai sekitar Rp 1,9 triliun," ungkap Daniel kepada Kontan.co.id, Rabu (6/4).

Sementara itu, Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan mengatakan, secara regulasi, jika bank memiliki LDR di bawah 78% maka akan dikenakan disinsentif Giro Wajib Minimum sebesar 0,1% dari selisih batas bawah target dan LDR bank. Bank  yang melanggar kewajiban GWM akan dikenakan sanksi berupa kewajiban membayar sebesar 125% dari rata-rata suku bunga JIBOR overnight. 

Baca Juga: Kinerja Sektor Perbankan Tetap Membaik Meski Suku Bunga Naik

Oleh karena itu, penempatan dana bank paling menguntungkan adalah dalam penyaluran kredit karena tentu bunganya lebih tinggi dibanding rate surat berharga.  "Bila DPK berupa deposito maka seharusnya dana itu diteruskan dalam penyaluran kredit," ujarnya.

Namun, kondisi pandemi serta penurunan ekonomi dan bisnis dalam dua tahun terakhir telah membuat bank hati-hati dalam menyalurkan kredit. Menurutnya, bank memang perlu selektif memilih kredit yang layak,  misal dengan menyasar kredit yang agunannya di-cover penuh. 

Secara keseluruhan, Trioksa melihat prospek likuiditas perbankan tahun ini masih akan baik sejalan meskipun ada ancaman inflasi yang perlu diwaspadai terhadap penurunan bisnis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Cara Praktis Menyusun Sustainability Report dengan GRI Standards Strive

[X]
×