Reporter: Vatrischa Putri Nur | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID – JAKARTA Dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) No 276 Tahun 2025, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa secara resmi mengatur pemberian Saldo Anggaran Lebih (SAL) sebesar Rp 200 triliun ke bank pelat merah.
Setidaknya ada lima bank yang bakal mendapatkan guyuran likuiditas. Yakni, PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI), PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN), dan PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI).
Asal tahu saja, dengan likuiditas yang berlebih, ada kemungkinan untuk Bank Himbara tak lagi bergantung pada dana mahal seperti deposito dari dana pensiun atau asuransi. Dengan begitu, ada kemungkinan biaya dana (cost of fund) dapat ditekan.
Baca Juga: Dapat Likuiditas Rp 55 Triliun, Bank Mandiri Akan Salurkan Kredit Ke Sektor Strategis
Kucuran dana ini memungkinkan lukuiditas perbankan jadi lebih longgar. Adapun, besaran likuiditas yang dibagi ke lima bank tersebut berbeda-beda.
Nilai terbesar untuk satu bank mencapai Rp 55 triliun. Secara rinci, ada tiga bank yang mendapatkan likuiditas sebesar Rp 55 triliun. Ada Bank Mandiri, BNI, dan BRI yang memang ketiganya merupakan bank-bank yang masuk KBMI 4. Sementara itu, BTN akan mendapat likuiditas senilai Rp 25 triliun. Lalu, BSI sebagai bank yang paling muda hanya mendapat likuiditas senilai Rp 10 triliun.
PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau BTN menyampaikan bahwa tambahan likuiditas yang berbentuk deposito on call ini merupakan dana murah bagi BTN.
“BBTN menerima penempatan dana senilai Rp 25 triliun. Instrumennya berupa deposito on call dengan tenor enam bulan. Bunga deposito on call secara umum masih lebih rendah dibandingkan bunga deposito reguler, sehingga tambahan likuiditas tersebut merupakan dana murah bagi BTN,” kata Sekretaris Perusahaan BTN Ramon Armando kepada Kontan, Selasa (16/9/2025).
Menurut Ramon, penempatan dana ini akan sangat bermanfaat bagi BTN. Selain melonggarkan likuiditas, juga memperbaiki struktur biaya dana (cost of fund), yang per semester I-2025 tercatat di level 4,1%.
“BTN telah berupaya menurunkan biaya dana belakangan ini dengan mengatur ulang struktur pendanaan, yaitu mencari lebih banyak dana murah dan melepas dana-dana mahal,” lanjutnya.
Di sisi lain, PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) menyatakan bahwa guyuran dana ini bisa senantiasa mengurangi tekanan terhadap likuiditas perbankan akan dampak geopolitik global.
Direktur Utama BSI Anggoro Eko Cahyo bilang, bahwa alokasi dana Rp 10 triliun yang diperoleh BSI nantinya akan memperkuat Financing to Deposit Ratio (FDR) Perseroan sehingga dapat meningkatkan pembiayaan ke sektor riil. Anggoro mengatakan bahwa secara umum tekanan terhadap FDR perbankan mulai mereda seiring penurunan BI Rate pada Agustus 2025.
“Dengan penempatan dana oleh Kementerian Keuangan, kondisi likuiditas bank akan makin baik sehingga Perseroan dapat menurunkan lagi FDR Perseroan sekitar 2-3 % ke level 86%,” terang Anggoro.
Selain itu, penetapan imbal hasil sebesar 80,476% dari BI 7-Days Reverse Repo-Rate, dapat mendorong penurunan imbal hasil dana kelembagaan pemerintah lainnya di bank sehingga ke depan Bank dapat lebih kompetitif dalam menyalurkan pembiayaan ke sektor riil.
Sebagai bank yang mendukung program pemerintah seperti Koperasi Desa Merah Putih, penyaluran rumah bersubsidi, dan program Makan Bergizi Gratis, serta Kredit Usaha Rakyat (KUR), Anggoro memastikan dana ini akan kembali kepada masyarakat dalam bentuk fasilitas pembiayaan, sehingga dapat berdampak pada peningkatan ekonomi dan kesejahteraan.
Direktur Finance & Strategy PT Bank Mandiri Tbk, Novita Widya Anggraini, menyampaikan bahwa tambahan likuiditas Rp 55 triliun tersebut memberi ruang lebih besar bagi perseroan untuk menyalurkan kredit ke sektor-sektor prioritas yang mendukung agenda pembangunan nasional.
“Dengan tambahan Rp 55 triliun, kapasitas pembiayaan kami semakin kuat untuk menopang sektor-sektor produktif yang meningkatkan daya saing ekspor dan memperluas lapangan kerja, sekaligus memperkuat ekonomi kerakyatan,” ujar Novita.
Pun sama dengan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. Corporate Secretary BRI Dhanny bilang jika penempatan dana Rp 55 triliun akan akan memperkuat likuiditas bank dalam penyaluran kredit, khususnya pada segmen UMKM, serta untuk pembiayaan program-program Pemerintah.
“Penempatan dana ini diharapkan juga dapat memberikan multiplier effect yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi,” kata Dhanny.
Tak hanya bank-bank pelat merah saja, dengan adanya tambahan likuiditas ini, sejumlah bank swasta juga turut berharap langkah pemerintah ini bisa senantiasa memberikan multiplier effect terhadap perbankan swasta, misalnya dapat turut menurunkan CoF.
“Yang kami harapkan bisa menurunkan CoF karena seharusnya tidak perlu bersaing harga dengan BUMN,” terang Presiden Direktur CIMB Niaga Lani Darmawan.
Mengenai hal ini, Pengamat Perbankan Moch Amin Nurdin memperkirakan bahwa guyuran dana Rp 200 triliun ke bank-bank Himbara bisa turut membantu menekan biaya dana (Cost of Fund/CoF) pada bank, tetapi tidak dalam periode jangka pendek.
Hal ini disebabkan Kementerian Keuangan mengatur mengenai besaran imbal hasil atau tingkat bunga deposito on call ini. Pemerintah akan menerima bunga 80,476% dari BI Rate. Saat ini suku bunga acuan di level 5,00%. Maka, bunga yang diterima pemerintah dari kelima bank sebesar 4,02% dengan tenor 6 bulan dan dapat diperpanjang.
“Jangka menengah akan membantu, tapi dalam jangka pendek, tidak akan langsung. Karena Kemenkeu juga meminta bunga 4% seperti penempatan deposito lembaga pemerintah. Tapi memang lebih rendah, jadi dalam jangka pendek belum akan langsung menurunkan Cost of Fund perbankan, termasuk BI rate. Karena Bank harus berhitung dulu secara cermat,” jelas Amin.
Baca Juga: RUU P2SK Dikritik, Ekonom Sebut Berpotensi Seret BI Kembali ke Pola Orde Baru
Selanjutnya: Perusahaan Patungan TPIA dan Glencor Raih Kredit Jumbo, Ini Catatan Analis
Menarik Dibaca: 4 Kesalahan Skincare Malam yang Harus Dihindari, Bikin Kulit Susah Glowing
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News