Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Suku bunga kredit di tanah air masih tinggi. Padahal sepanjang tahun ini, Bank Indonesia (BI) telah menurunkan suku bunga acuan empat kali sebesar 1% ke level 5%.
Di samping itu, BI juga telah melakukan pelonggaran Giro Wajib Minimum (GWM). Setelah memangkas 50 basis poin pada Juni 2019 lalu, BI kembali memangkas GWM 0,5% yang akan mulai berlaku efektif pada 2 Januari 2020. Ini akan menambah likuiditas perbankan yang bisa menambah ruang untuk penurunan suku bunga.
Baca Juga: BI longgarkan GWM, ada dampaknya ke perbankan?
Pelaku industri perbankan mengaku sudah mulai melakukan penyesuaian bunga kredit. Namun, penyesuaian tersebut tidak bisa serta merta sebesar penurunan bunga acuan karena perbankan jugaa harus melakukan penyesuaian dengan biaya dana.
Wakil Ketua Perbanas Tigor Siahaan mengatakan, penyesuaian suku bunga acuan terhadap bunga kredit bank tidak bisa serta merta dilakukan. Menurutnya, transmisi BI rate ke pasar membutuhkan jangka waktu sekitar enam sampai sembilan bulan.
Penyesuaian suku bunga itu harus memperhatikan kondisi pasar, salah satunya terkait dengan biaya dana. "Ini terkait dengan bunga deposito, kalau belum turun, sulit turunkan bunga kredit," ujar Tigor di Jakarta, Senin (25/11).
Baca Juga: Bankir berharap pelonggaran GWM bisa bantu mendorong kredit dan redam persaingan DPK
Jangka waktu deposito juga beragam. Ada mulai dari tiga bulan hingga satu taun, sehingga bank harus menanggung biaya dana sampai jatuh tempo. Itu sebabnya, lanjut Presiden Direktur CIMB Niaga itu, bank tidak bisa langsung menurunkan suku bunga kredit.
Sementara CIMB Niaga klaim Tigor sudah melakukan penyesuaian bunga kredit secara bertahap. Penyesuaian juga dilakukan tergantung jenis kreditnya.