Reporter: Feri Kristianto |
JAKARTA. Industri asuransi jiwa harus lebih hati-hati mengelola investasi mereka jika tidak ingin pendapatan seret tahun ini. Tahun lalu, pendapatan industri tumbuh tipis karena imbal hasil investasi merosot. Hasil investasi industri asuransi jiwa tahun 2011 anjlok 43,89% menjadi Rp 13,42 triliun, dari tahun sebelumnya Rp 23,92 triliun. Akibatnya, pendapatan total industri asuransi jiwa nasional hanya tumbuh 7,99% menjadi Rp 110,61 triliun.
Akhir 2011, imbal hasil produk andalan asuransi jiwa, yaitu unitlink berbasis saham berguguran (Harian Kontan, 3 Januari 2012). Ketua Umum Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Hendrisman Rahim menjelaskan, imbal hasil merosot karena pengaruh dampak krisis global yang merembet ke pasar modal Indonesia. Padahal, investasi asuransi jiwa banyak diputar di pasar modal nasional. "Walau nilai investasi naik, tetapi hasilnya tidak setinggi tahun 2010," kata Hendrisman, akhir pekan lalu.
Menurut data unaudited AAJI , total dana investasi industri asuransi jiwa tahun lalu Rp 197,54 triliun alias tumbuh 25,55% dibandingkan tahun sebelumnya. Asuransi menaruh sekitar Rp 149,22 triliun atau 75,49% di instrumen pasar modal seperti saham, obligasi, SUN, dan reksadana.
Penempatan investasi di pasar modal tahun lalu tumbuh 21,25% dibandingkan tahun 2010. Rincian penempatan, 44% di obligasi dan saham, 32% reksadana, serta 13% sertifikat deposito dan deposito berjangka. Sisanya di surat pengakuan utang berjangka lebih dari setahun, pinjaman polis, penyertaan langsung, SBI, properti, hipotik, dan SPBU.
Meski hasil investasi menyusut, aset industri asuransi jiwa tumbuh 28,88% menjadi Rp 225,25 triliun dari sebelumnya Rp 174,77 triliun. Menurut Hendrisman, pendorong peningkatan aset adalah pertumbuhan premi. Tahun lalu, perolehan premi industri Rp 94,43 triliun, tumbuh 24,28% dari tahun 2010.
Tahun ini, Hendrisman tetap optimistis, investasi asuransi jiwa akan membaik. Hanya, portofolio investasi agak sedikit bergeser. Reksadana akan menjadi pilihan karena relatif aman dibandingkan instrumen lain. "Deposito tentu tidak menarik setelah bunga yang ditawarkan perbankan cenderung turun mengikuti suku bunga acuan," tukas Hendrisman.
Ia yakin, target pertumbuhan asuransi di kisaran 25-30% bisa tercapai karena pemain asuransi bertambah. Bahkan banyak asuransi asing melirik pasar Indonesia yang gurih.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News