Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Persoalan gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang kian membengkak dari Rp 802 miliar pada Oktober 2018 menjadi Rp 12,4 triliun pada akhir 2019, dinilai disebabkan oleh salah satu faktor, yakni 'kecolongan' pengawasan.
Itu artinya, sistem pengawasan yang dimiliki Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap perusahaan asuransi Jiwasraya bisa dikatakan bobrok. Pasalnya Jiwasraya, gagal bayar Rp 12,4 triliun polis asuransi JS Saving Plan periode Oktober-Desember 2019, milik nasabah dalam dan luar negeri.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menyebutkan, pengawasan berlapis oleh berbagai lembaga pengawas seperti OJK, harusnya bisa mencegah kasus gagal bayar ini terjadi.
"Namun faktanya tetap saja lolos dari pengawasan," kata Eko dalam keterangannya, akhir pekan lalu.
Baca Juga: BPK : Pengelolaan investasi Asabri tidak efisien dan efektif
Beberapa faktor mendukung kelengahan OJK, antara lain kelalaian dalam melihat indikasi persoalan di Jiwasraya, padahal OJK memiliki kewenangan super untuk mengawasi lembaga keuangan.
Juga, boleh jadi karena jangkauan aturan atau Undang-undang, yang tidak mampu mendeteksi persoalan awal Jiwasraya.
"Bisa juga ada faktor tata kelola pengawasan yang berantakan, maupun kesengajaan/pembiaran," kata Eko.
Menurut dia, tidak mungkin bila Jiwasraya tidak ada persolan sampai-sampai ada persoalan gagal bayar. Terutama, dalam hal pengawasan yang tidak dijalankan dengan optimal.
Baca Juga: Gara-gara Jiwasraya, bank makin waspada salurkan bancassurance
Oleh karena itu, ditegaskan Eko, audit investigasi BPK sangat penting untuk mendalami persoalan secara keseluruhan.
Meski tidak bisa ditumpukan semua ke OJK, namun setiap rantai pengawasan harus bertanggung jawab, mulai dari pengawasan internalnya, hingga lembaga auditnya.
“Termasuk kelemahan-kelemahan pengawasan yang selama ini dilakukan oleh berbagai entitas/lembaga pengawas tersebut, termasuk OJK," katanya.
BPK mencatat kerugian sementara PT Asuransi Jiwasraya karena penurunan nilai saham di produk reksadana yang ditempatkan, mencapai Rp 6,4 triliun. BPK menyebutkan, ada lebih dari lima ribu transaksi yang beragam dari saham dan reksadana.