Reporter: Ferry Saputra | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menetapkan penyelenggara fintech peer to peer (P2P) lending dapat menyalurkan pembiayaan produktif dengan batas maksimum Rp 5 miliar.
Adapun sebelumnya fintech lending hanya bisa menyalurkan batas maksimum Rp 2 miliar saja.
Pengamat sekaligus Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menilai wajar jika batas atas ditingkatkan dari Rp 2 miliar menjadi Rp 5 miliar.
Baca Juga: OJK Tetapkan Batas Atas Pembiayaan Produktif Fintech Lending Menjadi Rp 5 Miliar
Hal itu juga sesuai dengan kebutuhan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) saat ini.
"Permintaan pendanaan UMKM memang cukup signifikan. Jadi, wajar jika dinaikkan dari batasan Rp 2 miliar ke Rp 5 miliar," ujarnya kepada Kontan.co.id, Sabtu (25/1).
Sebelumnya, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) sempat mengusulkan penyaluran ditingkatkan menjadi Rp 10 miliar.
Mengenai hal itu, Nailul beranggapan alasan regulator tak menaikkan menjadi Rp 10 miliar karena berkaitan dengan risiko pembiayaan produktif fintech lending.
"Jika melihat data OJK, kredit macet badan usaha sudah di angka 9,55% dari total penyaluran dana ke badan usaha baik UMKM dan non UMKM per Oktober 2024.
Baca Juga: AFPI: Ini Perbedaan Cara Penagihan Utang Telat Bayar Antara Pindar dan Pinjol Ilegal
Oleh karena itu, ada unsur kehati-hatian dalam menentukan batas maksimal tersebut dan tidak di angka Rp 10 miliar," tuturnya.
Dengan dinaikkannya batas atas menjadi Rp 5 miliar, Nailul beranggapan keputusan itu cukup bisa membantu untuk menaikkan porsi penyaluran sektor produktif ke depannya.
Namun, dia bilang masih sulit untuk mencapai porsi produktif sebesar 50% terhadap total pembiayaan. Sesuai roadmap, fintech lending wajib memenuhi penyaluran porsi produktif sebesar 40-50% pada 2025-2026.
"Kalau 40%, mungkin bisa didorong untuk tercapai. Namun, lagi-lagi harus berhati-hati dengan kualitas penyalurannya. Saya pribadi juga tidak setuju dengan tujuan tersebut, karena yang ditekankan seharusnya adalah kualitas penyalurannya," ungkap Nailul.
Baca Juga: AFPI: Penerapan Asuransi Fintech P2P Lending akan Timbulkan Moral Hazard
Menurut Nailul, dengan perbaikan kualitas penyaluran yang baik oleh fintech lending, lender otomatis akan melirik pendanaan ke sektor produktif.
Namun, jika situasi seperti saat ini yang mana terdapat masalah gagal bayar, masih susah bagi lender, khususnya ritel/individu, untuk melirik sektor produktif.
Sebagai informasi, pembiayaan batas atas menjadi Rp 5 miliar itu tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 40 Tahun 2024 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) atau fintech P2P lending.
Dalam Pasal 137 POJK Nomor 40 Tahun 2024 ayat (4), dijelaskan penyelenggara dapat memberikan pendanaan produktif melebihi batasan maksimum sampai Rp 5 miliar sepanjang memenuhi sejumlah ketentuan.
Baca Juga: AFPI Buka Suara Soal Bunga Pinjaman Daring yang Tidak Semua Turun per 2025
Secara rinci ketentuan tersebut, yaitu penyelenggara harus memiliki kualitas pendanaan macet maksimal 5% dalam kurun waktu 6 bulan terakhir.
"Selain itu, penyelenggara tidak sedang dalam pengenaan sanksi pembatasan kegiatan usaha atau pembekuan kegiatan usaha sebagian atau seluruhnya dari Otoritas Jasa Keuangan," tulis keterangan dalam Pasal 137 POJK Nomor 40 Tahun 2024.
Selanjutnya: Taman Safari Indonesia Hadirkan Enchanting Valley, Destinasi Wisata Terbaru di Puncak
Menarik Dibaca: 7 Pilihan Makanan Paling Ampuh untuk Menurunkan Kadar Kolesterol Tinggi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News