kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini sumber risiko fraud terbanyak di era digital yang dihadapi BTPN


Jumat, 12 November 2021 / 10:44 WIB
Ini sumber risiko fraud terbanyak di era digital yang dihadapi BTPN


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Transformasi digital merupakan keniscayaan bagi industri perbankan. Banyak bank sudah mengembangan digital banking, bahkan ada yang sudah konversi menjadi bank digital. Namun, transformasi digital itu juga diikuti dengan peningkatan potensi risiko.

Direktur Utama Bank BTPN, Ongki Wanadjati Dana mengatakan, para pelaku kejahatan perbankan juga sudah berubah mengikuti perkembangan digital. Cara melakukan kejahatan juga semakin digital sehingga beberapa kejadian fraud yang terjadi bukan menyerang system bank dan produknya, tetapi dari sisi nasabahnya.

"Risiko paling besar sekarang datangnya bukan dari sisi teknologinya," ungkap Ongki dalam Kompas100 CEO Forum di Jakarta, Kamis (11/11). 

Baca Juga: OJK segera merilis aturan keamanan siber di sektor perbankan

Dia menjelaskan, risiko yang dihadapi BTPN saat ini paling banyak  berasal dari dua faktor. Pertama, dari sisi pemilik rekening. Ada pemilik rekening digital Jenius menjual akun atau ID-nya ke orang lain dengan tujuan yang tidak benar. 

"Rekening itu kemudian dipakai bertransaksi untuk membeli barang di e-commerce. Sudah dibeli tetapi barangnya tidak diterima," tambah Ongki. 

Untuk mencegah hal seperti ini terjadi lagi, BTPN sudah bekerjasama dengan Dukcapil untuk memastikan bahwa foto yang mengajukan pembukaan rekening di bank digital BTPN sesuai dengan kartu tanda penduduknya. BTPN juga bekerja sama dengan media sosial dan e-commerce. Pasalnya, jual beli akun rekening bank tersebut sering dilakukan secara digital juga lewat e-commerce

Baca Juga: Kejahatan siber ancam perbankan, kesadaran nasabah dan pegawai bisa kurangi risiko

Kedua, kejahatan social enginering. Pelaku kejahatan melakukan manipulasi psikologis terhadap nasabah untuk mendapatkan informasi rahasia yang digunakan membobol rekening si nasabah.

"Caranya sekarang unik, nasabah bisa tiba-tiba dapat telpon atau pesan WhattsApp dari seseorang misalnya mengaku game yang dimana  kita terdaftar untuk minta data pribadi. Kalau psikologis terserang, data itu bisa diberikan dan kemudian dipakai penjahat mengakses akun rekening lewat website dan mengambil alih rekening itu dengan no ponsel baru," kata Ongki. 

Untuk mencegah ini, BTPN sudah bekerjasama dengan penegak hukum, regulator dana juga dengan bank-bank lain untuk mengedukasi nasabah bagaimana mencegah jadi korban kejahatan perbankan. 

Baca Juga: Indonesia sudah dalam situasi darurat kejahatan siber

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×