Reporter: Ferrika Sari | Editor: Tendi Mahadi
Iming-iming bunga tinggi itu, tidak dibarengi pengelolaan investasi yang tepat. Ambil contoh saja, Jiwasraya menginvestasikan dana nasabah ke saham -saham gorengan.
“Dana nasabah yang dibelikan saham gorengan membuat uangnya hilang. Seharusnya Jiwaraya berinvestasi ke emiten yang memberikan a capital guarantee protected,” jelasnya.
Keempat, peran bank sebagai agen penjual. Perbankan seharusnya mempelajari betul terkait profil dan pemasaran produk asuransi berbasis investasi ini.
Baca Juga: Menkeu: Jiwasraya Sempat Membaik
Menurutnya, perbankan tertarik memasarkan produk ini karena bertujuan untuk memindahkan para deposan ke produk asuransi agar mereka mendapatkan fee based income tambahan.
“Karena persaingan bunga bank sangat ketat. Biasanya, bank yang tidak terlalu jago malah masuk ke sana untuk mendapatkan fee base jika hanya jualan sendiri maka cost of fund tidak kuat untuk dalam kompetisi bunga antar bank,” ungkapnya.
Hal ini semakin berisiko ketika perusahaan asuransi menawarkan fee based income di depan kepada perbankan agar disetujui sebagai vendor. Di sisi lain regulator tidak mengatur jenis produk yang dijual dengan asuransi karena posisi bank hanya sebagai agen penjual.
“Si bank seharusnya bertanggung jawab karena mereka kejar produksinya untuk mendapatkan komisinya,” ungkanya.
Baca Juga: Taspen Jadi Calon Juru Selamat Jiwasraya