Reporter: Titis Nurdiana | Editor: Titis Nurdiana
Kasus ini sudah sejatinya sudah ditangani Kejaksaan Agung, meski Kejaksaan Agung belum menentukan tersangka dalam kasus dugaan penyelewenangan kredit Bank Tabungan Negara (BBTN) ke PT Batam Island Marine (BIM).
Kredit ke Batam Island ini terjadi pada Desember 2014. Bank BTN(BBTN) memberikan pinjaman kredit ke Batam Island sebesar Rp 100 miliar. Belakangan kredit BBTN tersebut tak sesuai peruntukkan yakni untuk pembiayaan proyek malah diduga untuk melunasi utang perusahaan ke pemegang saham.
September 2015, BTN (BBTN) justru menambah fasilitas kredit ke BIM Rp 200 miliar kepada perusahaan yang sama yakni Batam Island, diduga tanpa proses uji tuntas (due dilligance). BBTN lantas menjual kredit secara cessie ke Perusahaan Asset Negara karena ada investor yang ingin membeli proyekitu bersama PPA. Dugaannya pennjualan aset ini demi mempercantik kinerja BBTN.
Baca Juga: Kehadiran Tapera bisa bikin penyaluran kredit BTN makin kencang
Melalui siaran pers tertulis, Sekretaris Perusahaan BTN (BBTN) Achmad Chaerul. kredit kepada BIM telah diambil alih oleh PPA itu sudah lunas. "Kredit refinancing kepada PT PPA juga sudah lunas. Kredit tersebut disalurkan atas dasar sinergi BUMN melalui pemberian corporate line facility pada November 2018," kata Achmad.
Masalah kredit kepada BIM tengah ditangani Kejaksaan Agung. “BTN saat ini dalam posisi menghormati proses hukum yang tengah berjalan,” ujar Ahmad Chaerul.
Jika merujuk situs BBTN, awal tahun 2014,BBTN dipimpin oleh Direktur Utama : Maryono, Direktur : Irman Alvian Zahiruddin, Direktur : Mansyur S. NasutionDirektur : Hulmansyah, Direktur : Rico Rizal Budidarmo, Direktur : Sri Purwanto serta Direktur : Imam Nugroho Soeko.
Jika merujuk laporan keuangan 2019. BBTN mengalami penurunan laba bersih sampai 92%. Pada periode 2019, laba BBTN hanya Rp 209 miliar, turun dalam ketimbang perolehan laba 2018 yang mencapai Rp 2,81 triliun.
Penurunan laba bersihBBTN karena peningkatan pencadangan, serta upaya bersih-bersih kredit karena kualitas yang memburuk.
Pendapatan bunga BBTN tercatat Rp 25,6 triliun atau naik dari periode sebelumnya yang mencapai Rp 22,81 triliun. Sayangnya beban bunga meningkat menjadi Rp 16,54 triliun dari 2018 sebesar Rp 12,62 triliun.
BBTN mencatat pendapatan bunga bersih Rp 9,08 triliun di 2019 atau turun 12,41% dibanding 2018.
Pada 2019, BBTN mengalokasikan CKPN alias pencadangan sebesar Rp 6,1 triliun karena implementasi PSAK 71. CKPN ini meningkat dari 2018 yang hanya sebesar Rp 3,3 triliun. Alokasi CKPN ini membawa Rasio Permodalan (CAR) menjadi 18,26% di 2019
Selain itu, BBTN juga menurunkan (downgrade) kredit berkualitas rendah (loan at risk), terutama di segmen komersial high rise atau apartemen. Efeknya: BBTN harus menyisihkan pencadangan sampai 105%, dari sebelumnya hanya 50%,
Sepanjang kuartal I-2020, PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) mencatakan penurunan laba 36,79% (yoy) dari Rp 723 miliar pada kuartal I-2019 menjadi Rp 457 miliar.
Meski laba Bank Tabungan Negara (BBTN) kuartal I 2020 turun 36,79% menjadi Rp 457 miliar jika dibanding periode yang sama tahun 2019 sebesar Rp 723 miliar, namun laba kuartal I BBTN lebih baik dari laba 2019 yang hanya Rp 209, 26 miliar.
Kepada kontan.co.id, Direktur Keuangan dan Treasury BTN Nixon Napitupulu, kinerja Bank Tabungan Negara (BBTN) sejauh ini masih sejalan dengan target bisnis.
Tahun ini, BBTN berharap bisa meraih pendapatan (earning) Rp 1 triliun hingga Rp 1,2 triliun dengan net interest margin di kisaran 3,4% di tahun ini.
Adapun target kredit BBTN tahun ini dalam kisaran 4%-5% tahun ini, yang sebagian besar berasal dari pasar perumahan bersubsidi. “Akhir tahun, rasio kecukupan modal atau CAR BBTN bisa mendekati 19%,” ujar Nixon.
Bank Tabungan Negara (BBTN) juga memiliki likuiditas tambun yakni lebih dari Rp 20 triliiun. Ini masih akan disokong dengan tambahan likuiditas sebesar Rp 1,1 triliun dari pengurangan reverse ratio 0,5% pada deposito rupiah di bulan April dan Rp 4,4 triliun dari penurunan reverse ratio 2% atas deposito rupiah pada bulan Mei.
Walhasil, “Likuiditas kami lebih dari cukup saat ini,” ujar Nixon kepada Kontan, Selasa (5/6).
Risiko bisnis Bank Tabungan Negara (BBTN) juga terkendali. Pencadangan kredit bermasalah atau non performing loan juga telah memiliki CKPN lebih dari 100% (105,7%)