kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.894   36,00   0,23%
  • IDX 7.203   61,60   0,86%
  • KOMPAS100 1.107   11,66   1,06%
  • LQ45 878   12,21   1,41%
  • ISSI 221   1,09   0,50%
  • IDX30 449   6,54   1,48%
  • IDXHIDIV20 540   5,97   1,12%
  • IDX80 127   1,46   1,16%
  • IDXV30 135   0,73   0,55%
  • IDXQ30 149   1,79   1,22%

Inilah kondisi terkini 7 bank yang dalam audit OJK oleh BPK lemah pengawasannya


Rabu, 10 Juni 2020 / 17:32 WIB
Inilah kondisi terkini 7 bank yang dalam audit OJK oleh BPK lemah pengawasannya
ILUSTRASI. Sejumlah anggota DPR RI mengikuti Rapat Paripurna ke-14 Masa Persidangan III 2019-2020 secara virtual di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (5/5/2019). Rapat paripurna tersebut beragendakan laporan BPK RI mengenai penyampaian Ikhtisar Hasil Pemer


Reporter: Titis Nurdiana | Editor: Titis Nurdiana

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Kabar ada bank-bank bermasalah terus bergulir, meski Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sudah menegaskan bahwa Otoritas Jasa Keuangan  (OJK) telah menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas fungsi pengawasan (OJK) terhadap industri keuangan dan perbankan tahun 2019.

Dalam hasil laporan bertajuk Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II tahun 2019, BPK memang menyoroti fungsi pengawasan OJK terhadap  perbankan. Dalam  menjalankan fungsi pengawasan itu,  BPK mencermati bahawa pengawasan OJK terhadap tujuh bank belum sesuai ketentuan.

BPK menilai bahwa pengawasan OJK terhadap tujuh bank belum sesuai dengan ketentuan yang berlaku, antara lain menyangkut batas minimum pemberian kredit (BMPK), rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR), kelaikan direktur, hingga sejumlah masalah penyewengan dalam pemberian kredit.

Baca Juga: (Update) kondisi terkini Bank Bukopin (BBKP), SOS likuiditas yang butuh penyelesaian

Belakangan, Ketua BPK Agung Firman Sampurna menjelaskan, audit tersebut dilakukan BPK itu dilakukan pada tahun lalu.  “Tahun 2020 ini sudah berjalan lima bulan. Sudah banyak perkembangan atas tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK,” ujar Agung beberapa waktu yang lalu.

Catatan pemberitaan kontan.co.id juga merekam perkembangan atas hasil audit BPK tersebut , baik di sisi perbankan maupun OJK.

Bank-bank yang dalam audit itu disebut-sebut juga telah memberikan penjelasan panjang lebar atas kondisi terkini bank. OJK bahkan juga sudah menjelaskan duduk perkaranya.    

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, pengungkapan nama-nama bank tersebut dapat membawa persepsi yang keliru dikaitkan dengan tingkat kesehatan individual bank. Padahal, sudah banyak perkembangan yang terjadi baik dari sisi pengawasan bank dan kondisi bank-bank itu.

Kata Wimboh, kondisi perbankan saat ini stabil dan terus membaik dengan kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia dalam menurunkan giro wajib minimum (GWM), penyediaaan repo, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23/2020, dan peningkatan permodalan.

Dan inilah perkembangan terbaru 7 bank tersebut:

  • PT Bank Tabungan Negara  Indonesia Tbk (BBTN)

Dalam audit pengawasan terhadap OJK, BPK menyoroti lemahnya pengawasan OJK atas penyelewengan  kredit bermasalah di PT Bank Tabungan NegaraTbk (BBTN) dengan baki debit Rp  220 miliar.

Kasus ini sudah sejatinya sudah ditangani Kejaksaan Agung, meski Kejaksaan Agung belum menentukan tersangka dalam kasus dugaan penyelewenangan kredit Bank Tabungan Negara (BBTN) ke PT Batam Island Marine (BIM).

Kredit ke Batam Island ini terjadi pada Desember 2014. Bank BTN(BBTN) memberikan pinjaman kredit ke Batam Island sebesar Rp 100 miliar. Belakangan  kredit BBTN tersebut  tak sesuai peruntukkan yakni untuk pembiayaan proyek malah diduga untuk melunasi utang  perusahaan ke pemegang saham.

September 2015,  BTN (BBTN) justru menambah fasilitas kredit ke BIM Rp 200 miliar kepada perusahaan yang sama yakni Batam Island, diduga tanpa proses uji tuntas (due dilligance).  BBTN lantas menjual kredit secara cessie ke Perusahaan Asset Negara karena ada investor yang ingin membeli proyekitu  bersama PPA. Dugaannya pennjualan aset ini demi mempercantik kinerja BBTN.

Baca Juga: Kehadiran Tapera bisa bikin penyaluran kredit BTN makin kencang

Melalui siaran pers tertulis, Sekretaris Perusahaan BTN (BBTN) Achmad Chaerul. kredit kepada BIM telah diambil alih oleh PPA itu sudah lunas. "Kredit refinancing kepada PT PPA juga sudah lunas. Kredit tersebut disalurkan atas dasar sinergi BUMN melalui pemberian corporate line facility pada November 2018," kata Achmad.

Masalah kredit kepada BIM tengah ditangani Kejaksaan Agung. “BTN  saat ini  dalam posisi menghormati proses hukum yang tengah berjalan,” ujar Ahmad Chaerul.

Jika merujuk situs BBTN, awal tahun 2014,BBTN dipimpin oleh Direktur Utama : Maryono, Direktur : Irman Alvian Zahiruddin, Direktur : Mansyur S. NasutionDirektur : Hulmansyah, Direktur : Rico Rizal Budidarmo, Direktur : Sri Purwanto serta Direktur : Imam Nugroho Soeko.

Jika merujuk laporan keuangan 2019. BBTN mengalami penurunan laba bersih  sampai 92%.  Pada periode 2019, laba BBTN hanya  Rp 209 miliar,   turun dalam ketimbang perolehan laba 2018 yang mencapai Rp 2,81 triliun.

Penurunan laba bersihBBTN karena peningkatan pencadangan, serta upaya bersih-bersih kredit karena kualitas yang memburuk.

Pendapatan bunga BBTN tercatat Rp 25,6 triliun atau naik dari periode sebelumnya yang mencapai Rp 22,81 triliun. Sayangnya beban bunga meningkat menjadi Rp 16,54 triliun dari 2018 sebesar Rp 12,62 triliun.

BBTN mencatat pendapatan bunga bersih Rp 9,08 triliun di 2019 atau turun 12,41% dibanding 2018.

Pada 2019, BBTN mengalokasikan CKPN alias pencadangan sebesar Rp 6,1 triliun karena implementasi PSAK 71. CKPN ini meningkat dari 2018 yang hanya sebesar Rp 3,3 triliun. Alokasi CKPN ini membawa Rasio Permodalan (CAR) menjadi 18,26% di 2019

Selain itu, BBTN juga menurunkan (downgrade) kredit berkualitas rendah (loan at risk), terutama di segmen komersial high rise atau apartemen. Efeknya: BBTN harus menyisihkan pencadangan sampai 105%, dari sebelumnya hanya 50%,

Sepanjang kuartal I-2020, PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) mencatakan penurunan laba  36,79% (yoy) dari Rp 723 miliar pada kuartal I-2019 menjadi Rp 457 miliar.

Meski laba Bank Tabungan Negara  (BBTN) kuartal I 2020 turun 36,79% menjadi Rp 457 miliar  jika dibanding periode yang sama tahun 2019  sebesar Rp 723 miliar, namun laba kuartal I BBTN lebih baik dari laba 2019 yang hanya Rp 209, 26 miliar. 

Kepada kontan.co.id,  Direktur Keuangan dan Treasury BTN Nixon Napitupulu, kinerja Bank Tabungan Negara (BBTN) sejauh ini masih sejalan dengan target bisnis.

Tahun ini, BBTN berharap bisa meraih pendapatan (earning) Rp 1 triliun hingga Rp 1,2 triliun dengan net interest margin di kisaran 3,4% di tahun ini.

Adapun target kredit BBTN tahun ini dalam kisaran 4%-5% tahun ini, yang sebagian besar berasal dari pasar perumahan bersubsidi. “Akhir tahun, rasio kecukupan modal atau  CAR  BBTN bisa mendekati 19%,” ujar Nixon.

Bank Tabungan Negara (BBTN) juga memiliki likuiditas tambun yakni lebih dari Rp 20 triliiun.  Ini masih akan disokong dengan tambahan likuiditas sebesar Rp 1,1 triliun dari pengurangan reverse ratio 0,5% pada deposito rupiah di bulan April dan Rp 4,4 triliun dari penurunan reverse ratio 2% atas deposito rupiah pada bulan Mei.

Walhasil, “Likuiditas kami lebih dari cukup saat ini,” ujar Nixon kepada Kontan, Selasa (5/6).

Risiko bisnis Bank Tabungan Negara (BBTN) juga terkendali. Pencadangan kredit bermasalah atau non performing loan juga telah memiliki CKPN lebih dari 100% (105,7%)

  • Bank Mayapada Internasional Tbk(MAYA)

Dalam auditnya, BPK menyatakan OJK meluluskan tes kemampuan dan kepatutan seorang direksi tanpa pertimbangan pelanggaran penandatangan kredit pada Bank Mayapada (MAYA).

 OJK juga dinilai lalai dalam pmengawasi underlying transaction terkait aliran dana rekening debitur menjadi deposito atas nama komisaris utama  bank tersebut.

Bank Mayapada (MAYA)  kini memiliki permodalan yang kuat dengan capital adequacy ratio (CAR) sebesar 18%.

Dato Sri Tahir,pemegang saham pengendali Bank Mayadapa (MAYA) telah menambah  setoran modal sebesar Rp 3,75 triliun,  berupa  dana tunai dan aset.  Posisi modal Bank Mayapada (MAYA) menjadi Rp 20,3 triliun dengan posisi CAR sebesar 18% atau jauh di atas batas ketentuan OJK yang sebesar 8%.

”Jadi posisi permodalan atau CAR sebesar itu, otomatis modal Bank Mayapada termasuk sangat baik dan sehat,” ucap Heru Kristiyana,  Anggota Dewan Komisioner OJK melalui keterangan tertulis, Senin (8/6)

Baca Juga: Dato Sri Tahir: Wujud Komitmen, Keluarga Saya Menjadi Deposan Terbesar Bank Mayapada

Dato Sri Tahir juga berkomiten mengembangkan Bank Mayapada. Makanya, Dato Sri Tahir akan kembali menambah modal PT Bank Mayapada Tbk (MAYA) senilai Rp 740 miliar pada September 2020 nanti.

Dengan rencana tambahan modal tersebut, Tahir telah mengucurkan Rp 4,5 triliun bagi Bank Mayapada (MAYA) sepanjang tahun2020.

“PSPT (Pemegang Saham Pengedali Terakhir) telah melakukan tambahan modal Rp 3,75 triliun ke dalam dana setoran modal Bank Mayapada (MAYA). Pada September ini akan ditambah Rp 750 miliar sehingga total menjadi Rp 4,5 triliun melalui proses rights issue yang akan tuntas pada semester II-2020,” tulis Tahir dalam keterangan resminya.

Baca Juga: Tambah modal, Bank Mayapada akan rights issue dengan terbitkan 2,27 miliar saham

  • PT Bank Bukopin Tbk (BBKP)

Bank Bukopin (BBKP) menegaskan saat ini posisi permodalan memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan oleh regulator.

Merujuk laporan keuangan Bank Bukopin per akhir Maret 2020, rasio kecukupan modal atau Capital Adequacy  Ratio (CAR) Bank Bukopin (BBKP) di level 12,59%, turun dari periode setahun sebelumnya yang sebesar 13,29%.

Adapun jika melihat indikator likuiditas seperti net stable funding ratio (NSFR) juga hampir mendekati batas bawah ketentuan yakni 100,84% per Maret 2020. Begitu juga untuk liquidity coverage ratio (LCR) yang ada di level 115,67% menurun dari Maret 2019 yang sempat 128,43%.

Hanya Bukopin(BBKP) dalam waktu dekat akan mendapat tambahan modal dari hajatan right issue.

Bank Bukopin (BBKP) akan menggelar Penawaran Umum Terbatas V (PUT V) alias rights issue pada akhir semester I 2020 ini. Aksi korporasi ini telah disetujui para pemegang saham Bank Bukopin (BBKP) dalam Rapat Umum Pemegang Saham Oktober 2019. Bank Bukopin akan menerbitkan sekitar 2,3 miliar saham baru lewat hajatan ini. 

Baca Juga: OJK beri restu rights issue Bank Bukopin (BBKP)

Sebelumnya berdasarkan keterangan yang diterima KONTAN, Sabtu (16/5), KB Kookmin akan menjadi pembeli siaga alias standbye buyer dalam penerbitan saham baru ini. KB Kookmin akan menyediakan dana pada escrow account untuk keperluan PUT V Bukopin (BBKP). KB Kookmin Bank juga membuka kemungkinan menambah modal di Bank Bukopin (BBKP) melalui skema lain.

Anto Prabowo, Deputi Komisioner Hubungan Masyarakatdan Logistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan, OJK akan segera memproses penyesuaian kepemilikan Bank Bukopin sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan. 

"Penguatan aspek permodalan dan likuiditas oleh pemegang saham dan/atau investor diperlukan agar Bank Bukopin dapat meningkatkan kesehatan bank dan menjaga kestabilan sistem keuangan," ujar Anto (17/5).

Adapun, per posisi laporan Maret 2020,  komposisi pemegang saham bank bersandi bursa BBKP ini antara lain dimiliki 23,4% oleh Bosowa Corporindo sebagai unsur grup pengusaha Indonesia. Kemudian 22% saham dipegang oleh KB Kookmin Bank yang merupakan unsur industri keuangan asing.

Baca Juga: Bukopin dapat technical assistance dari BNI, apa saja?

Lalu, sebanyak 8,9% saham BBKP juga dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang mewakili unsur Pemerintah. Kemudian gabungan 29 Koperasi di Indonesia (Koperindo) tercatat mempunyai 7,5% saham perseroan. Sementara sisanya sebanyak 38,2% dimiliki oleh publik.

Pasca rights issue, Kookmin Bank akan jadi pemegang  pengedali Bukopin (BBKP). “Hanya saya tak berwenang menyebut porsi saham pasca right issue sekaligus besaran penambahan modal,” ujar Direktur Bank Bukopin Adhi Brahmantya kepada kontan.co.id, Selasa (9/6)

Yang pasti, modal tersebut kelak akan dipakai untuk memenuhi kebutuhan ekspansi perusahaan termasuk likuiditas dan penguatan modal. 

  •   PT Bank Yudha Bhakti Tbk (BBYB)

Dalam prospektusnya 11 Mei 2020, PT Bank Yudha Bhakti Tbk (BBYB) akan melakukan penambahan modal lewat Penawaran Umum Terbatas (PUT) III dalam rangka mewujudkan rencana untuk naik kelas menjadi Bank Umum Kelompok Usaha (BUKU) II.

PUT III tersebut akan dilakukan dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau lewat mekanisme rights issue.

Bank Yudha Bhakti (BBYB) akan menerbitkan sebanyak-banyaknya 1.320.381.878 saham dengan nominal Rp 100 per saham atau setara 17,65% dari modal ditempatkan dan disetor penuh.

Baca Juga: Bank Yudha Bhakti (BBYB) menjual piutang Rp 200 miliar ke Bank Woori (SDRA)

Dengan penawaran tersebut, Bank Yudha Bhakti (BBYB) menargetkan bisa mengantongi dana segar dari aksi korporasi ini sebanyak-banyaknya Rp 396,1 miliar.

Pada 11 Mei 2020, Bank Yudha Bhakti(BBYB) telah menyampaikan registrasi I ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan diharapkan PUT III ini akan efektif pada 25 Juni 2020 ini.

"Sementara pencatatan di Bursa Efek Indonesia (BEI) ditargetkan dilakukan pada 9 Juli 2020," kata Januar Arifin, Sekretaris Perusahaan BBYB dalam keterangan resminya, Senin (11/5).

  • PT Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk (BEKS)

BPK dalam auditnya menyebut Pengawas OJK tidak memberikan rekomendasi untuk melakukan koreksi atas nonperforming loan (NPL), cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN), dan/atau kewajiban penyediaan modal minimum sesuai hasil pemeriksaan. Akibatnya, status pengawasan Bank Banten (BEKS) per Desember 2018 tidak mencerminkan kondisi sebenarnya.

Berdasarkan keterbukaan informasi di laman Bursa Efek Indonesia (BEI) Rabu (13/5), Bank Banten(BEKS)menyampaikan permohonan penundaan jadwal pelaksanaan penawaran umum terbatas (PUT) IV kepada Otoritas Jasa Keuangan lantaran pandemic corona atau Covid 19.

Rencana ini akan kembali dilakukan pasca Idul Fitri 2020.  Padahal sebelumnya,BEKS  telah mengantongi restu rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) untuk menerbitkan sebanyak-banyaknya 400 miliar saham baru lewat penambahan modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD).  Estimasi dana yang akan diterima BEKS itu sekitar Rp500 miliar.

Baca Juga: Berkali-kali menyelamatkan Bank Banten

Tak hanya itu saja, BEKS juga telah mengumumkan rencana penggabungan usaha dengan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk(BJBR) tanggal 24 April lalu.

BJBR menyatakan akan melakukan persiapan proses uji tuntas sesuai ketentuan perundang-undangan untuk rencana penggabungan usaha denganBEKS. Proses penggabungan usaha alias merger ini tentunya akan berdampak terhadap pemegang saham baikBEKS maupunBJBR.

Gubernur Banten Wahidin Halim,pemegang saham pengendali terakhir BEKS juga telah meneken letter of intent (LoI) dengan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil selaku pemegang saham pengendali terakhirBJBR.

Dalam LoI itu, BJBR akan mendukung kebutuhan likuiditas Bank Banten antara lain dengan menempatan dana line money market dan/atau pembelian aset secara bertahap sesuai dengan persyaratan tertentu.

Selama proses penggabungan usaha, baik BEKS maupunBJBR akan tetap beroperasi secara normal untuk melayani kebutuhan nasabah dan layanan keuangan masyarakat.

Bank yang dulu dimiliki Sandiaga Uno dan Rosan P Roslani ini pada tahun lalu tercatat merugi Rp 137,55 miliar. Kerugian tersebut, membengkak dibandingkan dengan rugi bersih tahun sebelumnya senilai Rp 100,13 miliar

 Rasio kecukupan modal bank berkode sahamBEKS ini pada akhir tahun lalu juga hanya mencapai 9,01% atau berada di bawah rasio sesuai profil risiko berdasarkan aturan OJK sebesar 10%.

  • PT Bank Pembangunan Daerah Papua

BPK dalam auditnya  menemukan OJK tidak sepenuhnya mengawasi BPD Papua sesuai ketentuan terkait perubahan tingkat kolektabilitas kredit .

 Tulis BPK, ada indikasi dugaan fraud perubahan data core banking pada Bank Papua yang tidak diselesaikan tuntas dan berpotensi terulang kembali.

 Sepanjang tahun lalu, Bank Papua membukukan laba bersih Rp 168,49 miliar atau anjlok dibanding 2018 sebesar Rp 362,8 miliar.

 Padahal, penyaluran kredit masih tumbuh 13,5% menjadi Rp 16,06 triliun.  Namun, rasio NPL gross turun dari 7,45% menjadi 5,05% dan NPL nett turun dari 2,44% menjadi 2%. Di sisi lain, rasio kecukupan modal turun dari 22,21% menjadi 21,43%.

  1. PT Bank Muamalat Tbk

BPK menilai pengawas OJK tidak memberikan rekomendasi untuk melakukan koreksi atas nonperforming loan (NPL), cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN), dan/atau kewajiban penyediaan modal minimum sesuai hasil pemeriksaan.

Akibatnya, status pengawasan Bank Muamalat hingga 2019 dinilai tidak mencerminkan kondisi sesungguhnya.

Jika merujuk kinerja 2019, , laba bersih Bank Muamalat hanya Rp 16 miliar, turun dari 2018 sebesar Rp 46 miliar. Rasio pembiayaan bermasalah atau NPF gross Bank Muamalat naik dari 3,87% menjadi 5,22%, sedangkan NPF nett naik dari 2,58% menjadi 4,3%.

Rasio kecukupan modal tercatat naik tipis dari  12,34% pada 2018 menjadi 12,42%.

Chief Executive Officer (CEO) Bank Muamalat Achmad K. Permana angkat suara. Dia memastikan bahwa Bank Muamalat hingga saat ini tetap beroperasi secara normal.

Berdasarkan laporan keuangan per Maret 2020, rasio keuangan Bank Muamalat juga masih sesuai dengan ketentuan regulator. Dana nasabah juga tetap aman karena Bank Muamalat merupakan bank peserta penjaminan LPS.

"Saya ingin menyampaikan bahwa saat ini perseroan tetap dalam kondisi yang aman dan nasabah dapat bertransaksi secara normal baik secara online maupun offline. Jadi link berita yang ramai tersebar tersebut sudah out of date dan tidak relevan lagi karena sudah dijelaskan oleh OJK dan BPK secara langsung. Bank Muamalat sendiri juga telah mengeluarkan statement penjelasan pada saat berita itu muncul bulan lalu," ujarnya dalam keterangan resmi yang diterima Kontan.co.id, Rabu (10/6).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×