Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan merilis cetak biru atau master plan jasa keuangan Indonesia yang didalamnya mencakup cetak biru perbankan nasional. Deputi Komisioner OJK Bidang Pengawasan Perbankan 1, Mulya E. Siregar mengungkapkan, cetak biru jasa keuangan tersebut akan terbit pada November mendatang.
Master Plan Jasa Keuangan Indonesia ini, didalamnya termasuk cetak biru mengenai perbankan nasional termasuk perbankan syariah, cetak biru industri keuangan non bank (IKNB) dan juga cetak biru industri pasar modal. Dalam master plan tersebut akan ada strategi konsolidasi perbankan.
"Termasuk bagaimana sebaiknya melakukan konsolidasi perbankan dan bagaimana menghadapi bank asing dan sebagainya. Akan keluar saat ulang tahun OJK, November besok," kata Mulya di Gedung OJK, Selasa (7/10).
Mulya bilang, pilar-pilar yang ada seperti struktur perbankan untuk mendukung pembangunan ekonomi berkelanjutan, ketahanan perbankan, pengaturan dan pengawasan terintegrasi, kolaborasi makro dan mikro prudensial, serta akses masyarakat dengan perbankan dan perlindungan konsumen akan dikonversikan menjadi strategi. "Lima pilar itu akan kami ubah menjadi strategi untuk memperkuat pembangunan ekonomi Indonesia," jelas Mulya.
Lebih lanjut Mulya mengungkapkan, dalam master plan jasa keuangan Indonesia ini, OJK juga melakukan kajian insentif mengenai modal mendirikan bank syariah sebesar Rp 1 triliun dan bank konvensional sebesar Rp 3 triliun. Karena itu, OJK sekaligus juga mendorong terciptanya konsolidasi atau merger antar unit usaha syariah (UUS).
Sebab, jika ditilik, modal dan aset perbankan syariah di Indonesia terbilang kecil dan bukan merupakan lawan yang sebanding bagi perbankan syariah Negeri Jiran lainnya seperti bank syariah dari Malaysia. Mulya mencontohkan, aset Bank Syariah Mandiri sekitar Rp 67 triliun. Aset bank syariah nomor dua terbesar di Indonesia kemungkinkan Bank Muamalat dengan aset sebesar Rp 55 triliun.
Menurut Mulya, angka tersebut jika dibandingkan dengan aset CIMB Syariah dan juga Maybank Syariah Malaysia yang masing-masing telah mencapai Rp 400 triliun, tentu memiliki perbedaan yang jauh. "Bagaimana Indonesia mau menghadapi MEA (Masyarakat Ekonomi Asean). Nah, apa iya bank yang asetnya Rp 67 triliun bisa bersaing dengan yang Rp 400 triliun?. Karena itu, kalau Indonesia juga bisa punya bank syariah yang permodalannya kuat, maka itu merupakan sesuatu yang ibaratnya sparing partnernya kuat," ujarnya.
Lebih lanjut Mulya menuturkan, jika modal bank syariah di Indonesia masih di bawah Rp 100 triliun kemudian harus bertarung melawan bank syariah negara tetangga yang asetnya telah mencapai Rp 400 triliun, tentu merupakan pekerjaan yang berat. Oleh sebab itu, OJK mendorong pemerintah melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk serius mewujudkan rencana mendirikan bank BUMN Syariah.
"Ini penting, lantaran perbankan syariah harus mampu bersaing dengan perbankan asing yang akan masuk ke Indonesia, saat era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) kelak diberlakukan. Kami menyambut baik dan mendukung apapun yang dilakukan pemerintah karena itu bertujuan untuk kebaikan. Tentu pemerintah harusnya melihat ke arah sana, karena menjelang MEA, Indonesia tentunya harus menyiapkan bank-bank. Yang bisa melakukan persiapan pertama dan maksimal tentu saja bank-bank yang berada di bawah kepemilikan pemerintah," ucap Mulya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News