Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren penurunan suku bunga kredit diramal bakal berlanjut di tahun 2020. Ekonom PT Bank Permata Tbk Josua Pardede menjelaskan, hal tersebut sejalan transmisi kebijakan penurunan suku bunga Bank Indonesia (BI) yang terjadi di tahun 2019 lalu.
Memang, sepanjang tahun 2019 lalu BI setidaknya telah mengambil langkah kebijakan pemotongan suku bunga sebanyak 100 basis poin (bps). Transmisinya pun menurut Josua sudah tercermin pada penurunan suku bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB) untuk tenor 1 minggu sebesar 115 bps menjadi 5,03%.
Baca Juga: Sah, OJK bisa paksa bank konsolidasi
Selain itu, suku bunga Jakarta Interbank Offered Rate (JIBOR) turut mengalami tren penurunan untuk tenor 1 minggu sebesar 119 bps menjadi 5,05%, terhitung sejak Juli 2019.
Menurut kacamatanya, transmisi penurunan bunga acuan terhadap suku bunga perbankan dipastikan bakal berlanjut di 2020, meskipun belum optimal. Tercatat, rata-rata tertimbang suku bunga deposito pada November 2019 baru sebesar 6,32%.
Angka tersebut faktanya baru turun sebanyak 51 bps sejak akhir Juni 2019 sebelum BI 7 days reverse repo rate (7DRR) mulai diturunkan pada bulan Juli 2019 silam.
Di sisi lain, penurunan suku bunga kredit khususnya untuk segmen kredit modal kerja (KMK) baru turun 18 bps sejak Juni 2019 atau 32 bps sejak Juni 2019 lalu menjadi 10,24% per November 2019.
Baca Juga: Dorong program satu juta rumah, BTN dan BPD dapat pinjaman dari SMF
Sama seperti bunga simpanan, penurunan bunga kredit ini masih akan berlanjut. "Mengingat dampak penurunan suku bunga masih cukup lambat, dampaknya masih akan berlanjut hingga 2020," katanya kepada Kontan.co.id, Senin (6/1). Lebih lanjut, Josua memandang berlanjutnya transmisi suku bunga perbankan juga ditopang oleh beberapa faktor.
Faktor utamanya tak lain kondisi likuiditas perbankan, setelah sempat mengetat saat ini kondisi likuiditas perbankan sudah mulai melonggar. Hal ini tidak terlepas dari kebijakan stimulus BI yang menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) sebesar 100 bps secara keseluruhan di tahun 2019.
"Selain itu, dengan risiko kredit yang terjaga, diperkirakan hal ini juga akan mendukung penawaran kredit," katanya.
Meski sudah menunjukkan tren penurunan, menurut data yang dirangkum oleh CEID Data (5/11), tingkat bunga kredit perbankan di Tanah Air masih terbilang paling tinggi bila dibandingkan negara tetangga.
Baca Juga: Soroti kasus Jiwasraya, BPK akan beberkan hasil investigasi Rabu pekan ini
Tercatat, rata-rata suku bunga perbankan per November 2019 ada di level 10,2%. Masih jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan Singapura yang sebesar 5,25%, Malaysia 6,75% dan Thailand 6,17%.
Hal ini menurut Josua disebabkan oleh suku bunga Indonesia yang masih cukup tinggi. "Suku bunga deposito (Indonesia) yang tinggi ini dimaksudkan untuk menarik dana dari luar negeri untuk masuk ke Indonesia," terangnya.
Tidak hanya dari sisi deposito saja, rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) bank di Indonesia juga terbilang tinggi lantaran ada di atas 85%. Hal ini menjadi penanda, bahwa perbankan di Indonesia masih kurang efisien bila dibandingkan dengan negara tetangga lainnya.
Pengamat Perbankan Paul Sutaryono punya pandangan penyebab tingginya beban operasional yang harus ditanggung bank di Indonesia. Menurutnya, secara geografis Indonesia memiliki struktur kepulauan, yang membuat perbankan harus rela menggelontorkan lebih banyak dana untuk menjaring dana.
Meski begitu, walau masih terbilang tinggi, Paul sepakat bahwa suku bunga akan terus menurun. Setidaknya, besaran penurunannya secara gradual bakal setara dengan penurunan bunga acuan yakni 100 bps sejauh ini.
Baca Juga: Ini persiapan Bank Royal dan Bank Artos jadi bank digital
Secara segmen kredit, KMK akan jadi yang lebih dulu merasakan penurunan bunga kredit. "Dengan catatan sektor riil sudah mulai berjalan kencang. Buahnya, undisbursed loan akan turun," katanya.
Pun di luar itu, peluang turunnya bunga kredit perbankan masih terbuka bila BI kembali memutuskan memangkas bunga acuan. Namun, bank sentral saat ini masih akan tetap mengacu pada suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (AS) alias The Federal Reserve (The Fed) yang sementara ini masih tetap tidak berubah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News