Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Tendi Mahadi
Faktor utamanya tak lain kondisi likuiditas perbankan, setelah sempat mengetat saat ini kondisi likuiditas perbankan sudah mulai melonggar. Hal ini tidak terlepas dari kebijakan stimulus BI yang menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) sebesar 100 bps secara keseluruhan di tahun 2019.
"Selain itu, dengan risiko kredit yang terjaga, diperkirakan hal ini juga akan mendukung penawaran kredit," katanya.
Meski sudah menunjukkan tren penurunan, menurut data yang dirangkum oleh CEID Data (5/11), tingkat bunga kredit perbankan di Tanah Air masih terbilang paling tinggi bila dibandingkan negara tetangga.
Baca Juga: Soroti kasus Jiwasraya, BPK akan beberkan hasil investigasi Rabu pekan ini
Tercatat, rata-rata suku bunga perbankan per November 2019 ada di level 10,2%. Masih jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan Singapura yang sebesar 5,25%, Malaysia 6,75% dan Thailand 6,17%.
Hal ini menurut Josua disebabkan oleh suku bunga Indonesia yang masih cukup tinggi. "Suku bunga deposito (Indonesia) yang tinggi ini dimaksudkan untuk menarik dana dari luar negeri untuk masuk ke Indonesia," terangnya.
Tidak hanya dari sisi deposito saja, rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) bank di Indonesia juga terbilang tinggi lantaran ada di atas 85%. Hal ini menjadi penanda, bahwa perbankan di Indonesia masih kurang efisien bila dibandingkan dengan negara tetangga lainnya.