Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sebagai industri yang tergolong baru di sektor jasa keuangan, fintech P2P lending masih memiliki banyak pekerjaan rumah. Ini terlihat dari jumlah pengaduan yang meningkat signifikan.
Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan (LAPS SJK) mencatat, sektor fintech P2P lending menjadi sektor dengan peningkatan aduan paling besar hingga 60% secara tahunan per Oktober 2022.
Berdasarkan catatan LAPS SJK, tahun lalu pengaduan dari sektor fintech P2P lending ada di nomor ketiga dengan jumlah pengaduan 188 atau setara 18,65%. Tahun ini per Oktober 2022, jumlahnya telah mencapai 302 pengaduan atau setara 19,92%.
Memang, perbankan masih menempati posisi pertama dari sisi banyaknya pengaduan. Pada 2021, jumlah pengaduan terkait perbankan sebanyak 452 kini. Hingga Oktober 2022 sebanyak 677 pengaduan atau meningkat sekitar 49%.
Baca Juga: Perbankan Bisa Lakukan Penyertaan Modal ke Fintech hingga 35%, Ini Aturannya
Dengan tren pengaduan yang terus bertambah, tidak menutup kemungkinan sektor fintech P2P lending bisa mengungguli perbankan dari segi jumlah pengaduan. Mengingat, saat ini fintech P2P lending menempati nomor kedua setelah menyalip sektor pembiayaan.
Bagi kebanyakan orang, mungkin masalah bunga yang tinggi menjadi salah satu masalah utama yang banyak diadukan. Namun ternyata, ada alasan aduan lain yang justru banyak dikeluhkan.
Manager Hubungan Kelembagaan LAPS SJK Raymas Putro menyebut, perilaku petugas penagihan menempati posisi pertama dengan persentase 21,69%. Selanjutnya, terkait restrukturisasi atau relaksasi kredit yang juga menjadi soal.
Baca Juga: Serangan Balik ke Fintech, Multifinance Rajin Menggarap Bisnis Pinjaman Dana Tunai
Menariknya, permasalahan terkait bunga justru memiliki persentase paling kecil yaitu 4,59%. Sebelumnya, ada alasan lain seperti fraud dan dugaan penyalahgunaan data yang terjadi di industri ini.
“Kalau di sektor fintech ganti rugi sih enggak ada ya, paling sering ya restrukturisasi yang diberikan perusahaannya,” ujar Raymas kepada Kontan.co.id, akhir pekan lalu.
Raymas bercerita kenapa tidak ada ganti rugi karena jenis permasalahan terkait perilaku petugas penagihan ini dari LAPS hanya melakukan verifikasi. Namun, tidak naik sampai mediasi.
“Seringkali konsumen itu menulis jenis permasalahannya apa, pas kami verifikasi ternyata keinginan restrukturisasi,” imbuh dia.
Baca Juga: 126 Mahasiswa IPB Jadi Korban Penipuan Pinjol, Ini Cara Cek Pinjol Legal atau Ilegal
Sementara itu, untuk penyelesaian permasalahannya, Raymas melihat sektor fintech P2P lending merupakan yang proaktif dalam melakukan konfirmasi. Meskipun, itu kembali pada karakter dari masing-masing pelaku usaha atau konsumen yang berbeda-beda.
Ditambah, dia berpendapat sikap proaktif fintech dalam konfirmasi karena mayoritas tidak ada cabang. Sementara, sektor lain biasanya yang agak lama karena pengaduan biasanya cabang, sedangkan LAPS mengirimkannya itu kepada kantor pusat.
“Perusahaan pasti butuh waktu untuk cek dan riceknya ke cabang,” imbuh dia.
Raymas belum mau menyebut tingkat penyelesaian yang terjadi pada sektor fintech P2P lending ini. Tapi, secara total yang dimediasi LAPS SJK, Raymas bilang tingkat kesuksesan yang dihasilkan mencapai 53%.
“Angka ini belum terlalu menggembirakan dan akan terus ditingkatkan,” pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News