Reporter: Adrianus Octaviano, Ahmad Febrian | Editor: Ahmad Febrian
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Cukup lama tak ada aksi korporasi di perbankan digital, ada kabar mengejutkan. Aksi itu adalah rencana akuisisi 10% saham PT Super Bank Indonesia atau Superbank oleh KakaoBank. Aksi korpirasi ini bakal meningkatkan persaingan di industri perbankan, khususnya bank berbasis teknologi.
Direktur Utama Superbank Tigor M. Siahaan bilang Kemitraan ini menandakan perpaduan keahlian internasional dengan potensi besar yang dimiliki Indonesia. “Kemitraan ini tidak hanya memperkuat kemampuan Superbank namun juga membawa kami lebih dekat dengan misi kami dalam melayani kebutuhan keuangan masyarakat underbanked, khususnya nasabah UMKM dan ritel,” ujar Tigor dalam keterangan resminya, Selasa (10/10).
Tigor melihat KakaoBank akan menghadirkan pengalaman berharga ke dalam kolaborasi yang bertujuan untuk memperdalam pemahamannya terhadap pasar Asia Tenggara. Tercermin dari daya saingnya yang telah terbukti di Korea Selatani dalam bidang keuangan digital dan keahlian platform.
Sementara itu, Yun, Ho Young, Chief Executive Officer KakaoBank Corp. mengatakan investasi strategis ini merupakan langkah pertama dari bisnis global KakaoBank. Harapannya ke depan bisa berkolaborasi bersama mitra terkemuka di Asia Tenggara lainnya untuk bersama-sama membangun platform teknologi finansial digital yang dimulai dengan Superbank di Indonesia.
“Persaingan di industri perbankan digital menarik karena setiap investor atau pengendali berusaha mengintegrasikan layanan bank ke ekosistem. Di era seperti saat ini, bank berbasis teknologi tidak cuma membutuhkan permodalan yang kuat, juga memerlukan dukungan ekosistem,” kata Piter Abdullah Redjalam, Direktur Eksekutif Segara Institut, Sabtu (14/10).
KakaoBank tertarik berinvestasi ke Superbank karena kepincut ekosistem besar Emtek Group dan Grab. Emtek selama tiga tahun terakhir terus memperluas bisnis digitalnya, sementara Grab bersaing keras di bisnis transportasi online dan pesan antar makanan (Grab Food). “Selain menghangatkan persaingan, kehadiran KakaoBank di Superbank juga meningkatkan kepercayaan publik terhadap bisnis model bank digital lain. Seperti Bank Jago yang terintegrasi dengan GOTO dan Seabank dengan ekosistem Shopee,” katanya.
Piter menjelaskan dukungan ekosistem menjadi sangat penting. Bank membutuhkan kepanjangan tangan dalam melayani nasabah. Sementara bank teknologi itu beroperasi dengan jumlah cabang yang sangat minimal dan SDM yang terbatas. Maka itu, dalam melayani nasabah, bank digital membutuhkan banyak jaringan atau outlet dalam bentuk kemitraan dengan berbagai digital platform.
Mayoritas bank digital yang ada saat ini, menurut Piter, adalah hasil transformasi dari bank bank kecil. Investor memang sengaja mengakuisisi mereka (bank kecil) dan mengubah bisnis modelnya karena ukurannya yang super minimalis itu, baik dari jumlah cabang maupun pekerja. Pemilik baru juga leluasa mengubah core banking systemnya menjadi lebih relevan dengan perkembangan digital, tanpa memicu efek samping yang tidak perlu.
“Nah, setelah transformasi menjadi bank teknologi, mereka tidak mungkin diharapkan membangun jaringan cabang atau merekrut banyak SDM untuk mencapai pertumbuhan yang optimal. Mereka tidak mungkin bersaing jika strategi ekspansinya masih menggunakan pola lama. Mereka justru berpeluang melakukan lompatan eksponensial jika mampu menjalankan fungsi bank as a service (BaaS) di berbagai platform,” katanya.
Piter mencontohkan Bank Jago yang terintegrasi dengan ekosistem GOTO. Begitupula Seabank dengan Shopee, Allo Bank dengan Transcorp dan Superbank dengan ekosistem Grab. “Kakao bank di Korea adalah contoh sukses bank digital yang berakar kuat pada ekosistem,” katanya.
Baca Juga: Begini Tanggapan Dirut Superbank Soal Rencana KakaoBank Masuk Jadi Pemegang Saham
Kakao Corporation sukses memanfaatkan basis ekosistem untuk menopang pertumbuhan bisnis Kakao Bank. Sebelum meluncurkan KakaoBank, Kakao Corporation telah memiliki basis pengguna Kakao Talk yang sangat luas. Lebih dari 90% penduduk Korea Selatan menggunakan aplikasi pesan instan KakaoTalk.
Setelah membangun Kakao Talk, Kakao Corporation meluncurkan Kakao Pay sejak tahun 2014 untuk memudahkan pengguna KakaoTalk dalam bertransaksi. Pada Juni 2016, atau setahun sebelum peluncuran KakaoBank, ekosistem ini telah memiliki pengguna lebih dari 10 juta.
Pada Juli 2017, KakaoBank resmi beroperasi. Hanya dalam waktu dua pekan sejak peluncuran, jumlah pengguna telah mencapai 2,1 juta dengan total simpanan dana pihak ketiga menembus 1 triliun won dan jumlah kredit yang disalurkan 770 miliar won.
Berkat pertumbuhan yang pesat tersebut, Kakao Bank mampu meraup laba bersih sebanyak 13,73 miliar won pada 2019 atau sekitar Rp161 miliar rupiah, hanya dua tahun setelah beroperasi.
Per Juni 2023, laba bersih Kakao Bank mencapai 263 miliar won atau sekitar Rp3 triliun dengan jumlah pengguna sebanyak 21,7 juta. Sebanyak 81% dari total pengguna merupakan pengguna aktif bulanan.
Selain mampu memanfaatkan basis ekosistem, kunci sukses Kakao Bank adalah pendekatan yang customer centric. Kakao membuat layanan perbankan yang sama mudahnya dengan Kakao Talk, dapat diakses kapanpun, di manapun, dan nyaman digunakan.
Analis Phintraco Sekuritas, Rio Febrian menilai, integrasi ekosistem adalah salah satu faktor yang dapat ditiru dari kesuksesan Kakao Bank, terutama dari pengguna digital wallet. Basis pengguna digital wallet di Indonesia amat besar. Menurut data Bank Indonesia, per April 2023 jumlah digital wallet atau uang elektronik berbasis server mencapai 650,8 juta unit.
Menurut Rio, dengan integrasi ekosistem, pengguna digital wallet berpotensi untuk dikonversi menjadi nasabah bank digital. Terlebih, aplikasi digital wallet saat ini telah memungkinkan pemilihan rekening bank sebagai sumber dana untuk pembayaran menggunakan digital wallet.
“Jadi, bank yang mampu terhubung dengan ekosistem digital akan selangkah lebih maju untuk memenangkan persaingan. Tanpa didukung ekosistem, bank hanya akan berkutat pada cara-cara konvensional,” ujar RIo.
Secara umum, Rio menilai kinerja bank digital di Indonesia lumayan pesat kendati tidak bisa menyamai rekor yang dimiliki KakaoBank. “Saat ini dengan belum mengoptimalkan ekosistem, kinerja bank digital sudah lebih baik. Ke depan prospek bank digital akan semakin cerah apabila mampu melakukan integrasi dengan ekosistem secara optimal,” tukasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News