Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dugaan kasus tindak pidana korupsi pemberian kredit yang dilakukan oleh PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) cabang Semarang dan novasi (pembaharuan utang) kian terang.
Kali ini, Penyidik Pidsus Kejaksaan Agung mengungkap telah melakukan pemeriksaan terhadap saksi M. Fadly Habibie, Staf Asset Management Division BTN Cabang Semarang terkait pemberian kredit kepada debitur PT Tiara Fatuba dan novasi kepada PT Nugra Alam Prima serta PT Lintang Jaya Property.
Dalam keterangan resmi Kejagung yang diterima Kontan.co.id, Senin (26/8), Fadly Habibie diperiksa terkait pencairan kredit yang diajukan oleh Tiara Fatuba. Kasus ini menurut Kejagung bermula pada bulan April 2014 di Kantor BTN cabang Semarang lewat pemberian kredit kepada Tiara Fatuba sebesar Rp 15,2 miliar.
Baca Juga: Kasus novasi BTN, Kejagung sudah kantongi nama tersangka?
Disinyalir, pemberian kredit tersebut dilakukan tidak sesuai dengan Surat Edaran Direksi Bank BTN, yang mengakibatkan kredit macet sebesar Rp 11,9 miliar. Setelah itu, pada Desember 2015 pihak asset management division kantor pusat BTN melakukan novasi kepada Nugra Alam Prima dengan nilai Rp 20 miliar tanpa adanya tambahan agunan.
Lagi-lagi, hal ini membuat kredit macet hingga mencapai Rp 15,6 miliar. Kemudian, bulan November 2016, asset management division kantor pusat BTN melakukan tindakan novasi secara sepihak dari Nugra Alam Prima ke Lintang Jaya Property yang juga tidak sesuai prosedur sebesar Rp 27 miliar.
Baca Juga: Kejagung Menyidik Kasus Kredit Macet Lebih dari Rp 150 Miliar di Bank BTN
"Hal tersebut menyebabkan kredit macet sebesar Rp 26 miliar alias masuk kategori kolektibilitas 5 (kol 5)," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Mukri.
Sebelumnya, sumber Kontan.co.id mengatakan, Kejagung telah melakukan pemeriksaan terhadap 30-40 orang terkait kasus tersebut, terdiri dari pihak Bank BTN dan debitur.
Menurut pengakuannya, ada nilai kredit sebesar Rp 150 miliar yang melanggar ketentuan dan berpotensi terdapat tindakan korupsi. Atas pendalaman kasus ini, Kejagung pun dikabarkan telah melakukan penyegelan terhadap beberapa aset bermasalah. "Kabarnya auditnya sudah keluar, biasanya habis itu ada nama tersangka. Potensi kerugian negara sebesar kredit. Tapi masih dihitung dampaknya," kata si sumber saat ditemui Kontan.co.id, Sabtu (24/8) malam.
Dia meyakini, bahwa Kejagung sudah mengantongi nama tersangka untuk menuntaskan kasus tersebut. Namun, Kejagung mengatakan pihaknya masih mendalami kasus ini. "Belum ada, masih dikumpulkan dulu bukti-buktinya," terang Mukri.
Baca Juga: Kejagung selidiki kredit bermasalah BTN di Semarang dan Sidoarjo, apa yang terjadi?
Sumber Kontan.co.id menambahkan, tindakan korupsi dilakukan dengan modus mencairkan sejumlah kredit kepada debitur bermasalah. "Misalnya ada kredit Rp 2 miliar, dinaikkan nilainya (top-up) menjadi Rp 20 miliar. Dan ini ada banyak kasus," ungkap dia.
Sekadar informasi saja, berdasarkan presentasi BTN per Juni 2019 lalu, total NPL atau kredit bermasalah BTN mencapai Rp 8,32 triliun atau sekitar 3,32% dari total kredit alias gross. Pun, dari jumlah tersebut kredit yang masuk kategori macet nilainya mencapai Rp 5,93 triliun atau 2,36% dari total nilai kredit.
Baca Juga: Walau melambat, penyaluran kredit multiguna di sejumlah bank ini masih tumbuh positif
Sementara NPL net BTN berada pada level 2,42% per akhir Juni 2019. Jika dibandingkan tahun sebelumnya, NPL BTN secara gross naik dari 2,78%. Merupakan yang paling tinggi sejak Desember 2016. Bila dirinci, NPL terbesar berada di kredit konstruksi dengan total mencapai 8,53% meningkat dari tahun sebelumnya 4,28% dan tertinggi setidaknya sejak tahun 2014 lalu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News