Reporter: Wahyu Satriani , Bernadette Christina Munthe | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Penyusunan aturan pembatasan kepemilikan mayoritas tunggal di perbankan masih jauh dari kata rampung. Bank Indonesia (BI) dan pemerintah sejauh ini masih sebatas melakukan kajian internal.
Meski rancangannya belum jelas, Gubernur BI Darmin Nasution memastikan, batas maksimal saham bank yang boleh dimiliki individu maupun institusi. "Maksimal kepemilikan akan di bawah 50%," katanya, usai mengikuti Rapat Anggaran di DPR, Rabu (1/6).
Darmin mengatakan, pengaturan kepemilikan ini merupakan upaya peningkatan good corporate governance (GCG) di industri perbankan. Bank sentral menilai, kasus pembobolan dana nasabah kerap terjadi karena pemegang saham tunggal memiliki kekuasaan terlalu besar.
Di negara manapun di dunia ini, paparnya, kepemilikan bank ada batasannya. Bank tidak boleh dikuasai satu pihak, kecuali negara. "Swasta, tidak boleh 99% dipegang oleh satu orang, satu perusahaan. Jika dia menipu sendiri, kena bank itu, padahal itu kan bukan uang dia, itu uang orang banyak," tegas Darmin.
Kebijakan pembatasan kepemilikan mayoritas tunggal sejatinya bukan hal baru. Negara lain sudah lebih dulu mempraktikkan. Bentuk pengaturannya bahkan sangat ketat, terutama bagi investor dari negara lain.
Gagasan ini sempat ramai diperbincangkan di pertemuan G-20, sebagai pembelajaran atas krisis finansial 2008. Pemimpin negara-negara G-20 berpendapat, pemerintah perlu mengatur ulang kepemilikan mayoritas di institusi keuangan, sebab sepak terjang pemilik bisa berdampak ke stabilitas negara.
Jika sudah menjadi aturan, BI berencana mendorong perbankan swasta, yang kepemilikannya masih didominasi segelintir orang, agar melakukan penawaran saham perdana ke publik. Arahnya, banyak bank yang harus melantai di bursa saham.
Asing masuk via bursa
Untuk meningkatkan GCG dan mencegah fraud, kebijakan tersebut terbilang bagus. Tapi, di sisi lain, keinginan ini bertolak belakang dengan kampanye BI sebelumnya yang akan membatasi kepemilikan asing. Jika mekanisme ini berjalan dan asing leluasa masuk lewat bursa, pangsa pasar bank lokal akan semakin tergerus.
Pengamat perbankan Mirza Adityaswara menilai, pembatasan kepemilikan jangan sampai menghilangkan keberadaan pemegang saham pengendali (PSP).
Tanpa mereka, manajemen akan bertanggungjawab sepenuhnya "Pemegang saham dari pasar modal tidak bisa dimintai pertanggungjawaban," kata Mirza, Kamis(2/6).
Secara definisi, pemegang saham pengendali adalah badan hukum dan atau perorangan dan atau kelompok usaha yang memiliki saham bank sebesar 25% atau lebih dari jumlah saham bank.
Felix Shindunata, pengamat pasar modal, mengatakan, wacana ini kurang tepat. BI atau pemerintah tidak etis meminta pemegang saham yang jumlah sahamnya di atas batas ketentuan, untuk melepas kepemilikannya. "Tidak mungkin kita minta mereka keluar, image-nya akan jelek. Yang penting diregulasi saja secara benar," kata Felix.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News