Reporter: Roy Franedya | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) terus mendorong perbankan syariah agar lebih hati-hati dalam menjalankan bisnisnya. Salah satu caranya BI mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.13/13/PBI/2011 tentang Penilaian Kualitas Aktiva bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Aturan ini berlaku sejak 24 Maret 2011 lalu.
Beleid anyar ini mengatur beberapa hal. Pertama, pengaturan pembiayaan dengan skema mudharabah dan musyarakah. Pada skema mudharabah, bila terjadi kerugian, bank akan menanggung. Kecuali, jika nasabah melakukan kesalahan yang disengaja, lalai atau menyalahi perjanjian.
Di pembiayaan musyarakah lebih dari satu tahun, bank wajib menetapkan angsuran pokok secara berkala sesuai proyeksi arus kas usaha nasabah. Pada aturan lama, kedua hal ini belum diatur.
Kedua, metode penilaian kualitas pembiayaan lancar. Pada aturan baru, penilaian kualitas lancar cukup memperhitungkan kemampuan membayar debitur, berlaku untuk pembiayaan di bawah Rp 1 miliar. Sebelumnya, insentif ini berlaku hanya untuk pembiayaan maksimal Rp 500 juta.
Ketiga, perubahan aturan agunan yang diambil alih (AYDA). Dalam aturan baru, AYDA tergolong macet jika dipegang bank lebih dari satu tahun. Dalam aturan lama, AYDA baru masuk kategori macet jika dimiliki lebih dari 5 tahun.
Imam T. Saptono, Direktur Kepatuhan BNI Syariah, mengatakan, aturan ini akan membuat perbankan syariah memiliki playing field yang sama dengan bank konvensional, sehingga persaingan berjalan lebih seimbang.
Sari Idayanti, Direktur Utama Victoria Syariah, mengatakan, aturan ini membuat perbankan syariah lebih berhati-hati dalam memilih debitur. Contohnya aturan tentang AYDA. Penentuan kriteria macet dalam aturan ini akan memaksa bank lebih berhati-hati dalam menilai kelayakan nasabah. Bila bank memegang agunan debitur macet terlalu lama, akan muncul biaya tambahan, seperti biaya pemeliharaan agunan dan Pemenuhan Pencadangan Aset Produktif (PPAP).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News