kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Kisah di balik tak lolosnya direksi BTN


Jumat, 13 Desember 2013 / 11:00 WIB
Kisah di balik tak lolosnya direksi BTN
ILUSTRASI. Konsumen melakukan pembayaran dengan menscan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) di kedai kuliner di Jakarta, Selasa (5/7/2022). KONTAN/Carolus Agus Waluyo/05/07/2022.


Reporter: Nina Dwiantika | Editor: Dessy Rosalina

JAKARTA. Alasan Bank Indonesia (BI) tidak meluluskan uji kemampuan dan kepatutan alias fit and proper test dua direksi Bank Tabungan Negara (BTN) semakin terang benderang. Pengawas perbankan itu menilai, Direktur BTN, Evi Firmansyah dan Saut Pardede melanggar aturan kehati-hatian perbankan.

Dalam berkas yang diperoleh KONTAN, surat keputusan Gubernur BI yang diteken Deputi Gubernur BI, Ronald Waas. Berkas itu menyebutkan bahwa Direktur Financial, Strategic, and Treasury BTN, Saut Pardede, yang sekaligus membawahi collection and workout division (CWD) merupakan orang yang bertanggungjawab atas praktik perbaikan kualitas kredit yang tidak sesuai dengan ketentuan.

Salah satu bukti kesalahan tersebut menurut BI adalah, rapat direksi BTN pada 23 November 2010 yang dihadiri Saut. Rapat itu memutuskan BTN harus menyelesaikan kredit kolektibilitas macet untuk mencapai target non-performing loan (NPL) 2,99% di akhir tahun 2010. Per Oktober 2010, NPL BTN berada di posisi 4,23%.

BI menganggap keputusan itu melanggar Peraturan PBI tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum. Beleid tersebut mengatur, perbaikan kualitas kredit dari NPL menjadi performing loan (PL) dengan cara restrukturisasi memerlukan waktu tiga bulan. Nyatanya, BTN melakukannya dalam 1,5 bulan.

Saut juga dinilai bersalah lantaran turut menandatangani memo bertanggal 11 November 2010, yang memerintahkan kantor cabang BTN Tangerang mencapai target kualitas kredit dengan cara tidak sesuai ketentuan.

Mengejar target NPL

Mengutip memo tersebut, BTN harus menurunkan saldo pokok NPL bulan November 2010 minimal Rp 200 miliar dan Desember Rp 373 miliar. Saut mengatakan, keputusan rapat dewan direksi itu untuk memenuhi target NPL 2,99% yang dipatok Kementerian BUMN.

Saat itu, jajaran direksi sepakat menyelesaikan kredit kolektibilitas macet dengan cara restrukturisasi, lelang agunan tanggungan, dan penjualan agunan. BTN juga menempuh cara lain, seperti pengurangan kolektibilitas dana pihak ketiga (DPK) serta diskon tunggakan bunga dan denda wilayah Jabodetabek. "Kok, BI hanya mempermasalahkan perbaikan lewat restrukturisasi," gugat Saut.

Lantaran merupakan keputusan rapat direksi, Saut jelas kecewa karena hanya dia yang memperoleh hukuman dari BI. Maklum, BI memutuskan, Saut dilarang menjadi pemegang saham dan pejabat eksekutif baik direksi maupun komisaris di industri perbankan selama tiga tahun.

Padahal, rapat yang dipimpin Direktur Utama BTN saat itu, Iqbal Latanro, juga dihadiri dua direksi lain yakni Irman A. Zahiruddin dan Purwadi. "Saya sudah melakukan somasi ke Gubernur BI, karena ini menyangkut nama baik saya.
Tapi, BI tak banyak berkomentar.

"Hasil fit and proper test serta hasil pengawasan bank bersifat rahasia," kata Ronald via pesan singkat. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×