Sumber: TribunNews.com | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Keputusan pemerintah untuk menunda proses konsolidasi Bank-Bank BUMN dinilai akan semakin merugikan Indonesia dan memperlemah daya saing bank BUMN, dalam menghadapi persaingan dengan bank-bank milik asing di dalam negeri dan di kawasan ASEAN.
"Sejak tahun 2004 Bank Indonesia dan pemerintahan SBY sudah memiliki cetak biru konsolidasi bank BUMN. Tapi sampai pemerintahan SBY jilid dua akan segera berakhir, rencana strategis itu tidak bisa terwujud. Ini menjadi salah satu bukti lemahnya eksekusi dari pemerintahan saat ini," jelas pengamat ekonomi Yanuar Rizky di Jakarta kepada wartawan, Minggu (4/5).
Menurut Yanuar Rizki, konsolidasi perbankan sudah menjadi role model dari sejumlah negara di Asia dan Eropa. Melalui strategi tersebut perekonomian di sejumlah negara seperti Singapura dan Malaysia menjadi semakin kokoh karena didukung oleh sistem perbankan dan keuangan yang kuat.
Yanuar lantas menunjuk kebijakan Temasek dan Khasanah Berhad yang terus memperkuat perbankan mereka. Di Indonesia Khazanah menggabungkan dua bank miliknya yaitu Bank Lippo dan CIMB Niaga.
Sementara Temasek juga menyiapkan langkah untuk mengkonsolidasikan Bank Danamon dengan Bank DBS.
”Soal konsolidasi perbankan ini kita sudah kalah start. Harusnya kita sudah tidak bicara momentum, karena hal itu merupakan suatu kebutuhan yang harus diwujudkan jika kita ingin memperkuat ekonomi Indonesia. Karena itu konsolidasi Bank BUMN harus tetap dilanjutkan jika kita ingin menjadi pemain utama di negeri sendiri dan ASEAN," tambahnya.
Pengamat BUMN Mohammad Said Didu menambahkan, sebenarnya langkah kementerian BUMN untuk melakukan konsolidasi antara Bank Mandiri - Bank Mandiri dan BRI - Pegadaian merupakan strategi yang tepat.
Karena keempat entitas lembaga keuangan milik pemerintah tersebut memiliki karakater dan model bisnis yang saling melengkapi. Konsolidasi Bank Mandiri-BTN akan menjadikan kedua bank semakin kuat dan sehat.
BTN dengan peran dan fungsi strategisnya sebagai bank perumahan akan mendapatkan banyak manfaat dengan menjadi bagian dari Bank Mandiri. Selain akan mendapatkan sumber pendanaan yang lebih mudah, modal bank juga dapat diperkuat tanpa pemerintah harus kehilangan sahamnya di BTN.
"Konsolidasi BTN-Bank Mandiri akan menciptakan sinergi yang sangat positif bagi kedua bank dan masyarakat Indonesia. Dengan kapasitas modal dan pendanaan yang semakin kuat, BTN akan memiliki kesempatan untuk membiayai perumahan baik untuk kelas menengah bawah maupun atas. BTN mestinya bisa masuk di semua segmen pasar, jangan hanya di kelas rumah murah atau subsidi, karena semua warga Indonesia punya hak yang sama untuk memperoleh rumah," katanya.
Sampai kuartal I 2014, BTN berhasil menyalurkan kredit ke sektor properti sebesar Rp 89,71 triliun.
Namun, BTN harus menghadapi masalah lantaran tingkat loan to deposit (LDR) perseroan lebih dari 100%, jauh diatas ketentuan bank Indonesia dikisaran 78%-92%. Sementara modal BTN juga tergerus menjadi 15,74% dari sebelumnya tahun 2013 sebesar 17,40%. Dengan modal yang menciut dan pendanaan yang terbatas, BTN justru menghadapi masalah kredit macet yang mencapai 3,5%, jauh diatas rata-rata NPL nett 10 bank terbesar yang masih dibawah 1%.
Sementara konsolidasi BRI - Pegadaian akan semakin memperkuat BUMN dalam membiayai sektor-sektor usaha mikro yang selama ini merupakan pondasi utama perekonomian Indonesia.
BRI dengan kemampuan modal, pendanaan yang besar dan jaringan yang menjangkau hampir seluruh wilayah Indonesia akan menjadi patner yang baik bagi Pegadaian.
Sinergi ini akan memungkinkan bank-bank BUMN mengoptimalkan seluruh potensi di dalam negeri, sehingga dapat bersaing secara global.
"Kita ingin bank-bank BUMN itu bisa menjadi penggerak ekonomi nasional. Jika terus dipolitisasi dan upaya memperkuat bank BUMN selalu digagalkan, yang akan dirugikan adalah masyarakat Indonesia. Seharusnya pemerintah saat ini bangga bisa memperkuat bank-bank BUMN di akhir masa pemerintahannya," tegasnya. (Yoni Iskandar)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News