Reporter: Ferry Saputra | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perwakilan aliansi korban Wanaartha Life menyampaikan ada sejumlah kejanggalan yang ditemukan berkaitan dengan tindakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Hal itu disampaikan saat sidang perkara Nomor 59/PUU-XXI/2023 terkait uji materiil Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (11/9). Adapun perkara tersebut membahas kewenangan penyidikan tunggal OJK.
Terkait hal itu, Ketua Aliansi Korban Wanaartha Life Johanes Buntoro menerangkan setelah menyampaikan laporan kepada Bareskrim Polri dan mengetahui pemilik perusahaan sudah ke luar negeri, pihaknya kembali menyurati OJK untuk meminta audiensi pada 30 Maret 2022.
Johanes menyebut para nasabah sempat melakukan aksi yang cukup sengit karena OJK tak kunjung menemui para nasabah pada saat itu. Setelah aksi itu, OJK akhirnya berkenan menerima pihak nasabah.
Baca Juga: Korban Wanaartha Life Ceritakan Awal Mula Masalah hingga Laporan ke Bareskrim Polri
"Saat itu, nasabah sangat memaksa bertemu OJK karena khawatir Wanaartha akan dicabut izin usaha dan ada pergantian juga para petinggi OJK," ucapnya saat memberikan kesaksian dalam persidangan di MK, Senin (11/9).
Johanes menyampaikan pada saat itu para nasabah sangat khawatir kalau permasalahan akan menjadi terkatung-katung tanpa adanya kejelasan.
"Ternyata benar saja, tak lama setelah pergantian dewan komisioner, yang dikhawatirkan terjadi. Pada 5 Desember 2022, OJK mencabut izin usaha Wanaartha Life," ungkapnya.
Johanes menerangkan, saat itu OJK juga mengetahui keuangan Wanaartha Life sudah kosong sehingga Risk Based Capital (RBC) Wanaartha minus 2.000%, yang seharusnya nilai standar itu 120%.
Dia menyebut kondisi itu juga sudah disampaikan langsung oleh direksi Wanaartha saat pihak nasabah bertemu OJK. Dia mengatakan saat itu direksi Wanaartha hanya menyampaikan bahwa ada hal yang membuat keuangan Wanaartha itu kosong.
Selain itu, kejanggalan lainnya yang ditemukan para nasabah, yakni pengakuan salah satu dewan komisioner OJK bahwa bisa berkomunikasi dengan salah seorang tersangka yang berstatus Daftar Pencarian Orang (DPO).
Baca Juga: Michael Steven Dikabarkan Gugat OJK ke PTUN, Soal Cabut Izin Usaha Kresna Life?
Dia menerangkan dewan komisioner tersebut menyampaikan komunikasi bukan hanya sekali, tetapi beberapa kali.
"Saat itu, kami berpikir betapa sulitnya mencari pemilik Wanaartha yang kabur keluar negeri. Namun, kami melihat OJK sangat mudah menghubungi para tersangka. Jadi, yang dilakukan OJK itu sungguh menyakiti hati nasabah," katanya.
Johanes pun mengungkapkan setelah OJK mencabut izin, ada kejadian unik lain bahwa DPO tersebut diperbolehkan OJK melakukan rapat sirkuler untuk memilih dan memutuskan tim likuidasi.
Hal itu juga yang membuat nasabah berpikir ada sesuatu yang sangat janggal. Ditambah orang-orang yang sebagai buronan bisa memutuskan sendiri tim likuidasi.
Sementara itu, Johanes menceritakan pada 3 Februari 2023, pihaknya menginformasikan bahwa perkara belum bisa ditindaklanjuti karena terbitnya UU P2SK yang mana ada butir menjadikan OJK sebagai penyidik tunggal. Dia menyebut hal itu membuat para nasabah makin bingung dan resah.
Awalnya, mereka berharap akan terjadi persidangan di tindak pidana tersebut, tetapi ternyata malah dihentikan.
"Dengan kejadian itu, akhirnya saya memberanikan diri untuk mengirim surat secara langsung kepada Presiden Joko Widodo dengan menerobos Paspamres di acara Imlek pada 29 Januari 2023. Bersyukur surat itu diambil dan diberikan waktu sedikit mendengarkan masalah kami," ungkapnya.
Johanes pun menyimpulkan bahwa dengan terbitnya UU P2SK, para nasabah Wanaartha Life sudah menjadi korban atas UU tersebut. Sebab, UU tersebut sudah menghilangkan hak konstitusi para nasabah, bahkan nilai kerugian mencapai Rp 15,9 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News