Reporter: Ferry Saputra | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) resmi menggelar sidang perdana kasus dugaan kartel bunga di industri pinjaman online (pinjol) atau fintech peer to peer (P2P) lending pada Kamis (14/8/2025).
Sidang tersebut dipimpin oleh Rhido Jusmadi sebagai Ketua Majelis Komisi, bersama Fanshurullah Asa, Aru Armando, Noor Rofieq, Gopprera Panggabean, Hilman Pujana, Eugenia Mardanugraha, Mohammad Reza, dan Budi Joyo Santoso sebagai Anggota Majelis Komisi.
Dalam sidang perdana tersebut, tercatat agendanya berupa pemaparan Laporan Dugaan Pelanggaran (LDP) oleh investigator. Adapun KPPU memanggil total 97 terlapor yang merupakan penyelenggara fintech lending, tetapi yang tercatat hadir di sidang perdana tersebut hanya sebanyak 92 terlapor.
Investigator KPPU Arnold Sihombing menyebut bahwa Laporan Dugaan Pelanggaran (LDP) dalam perkara Pasal 5 di UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang pengaturan bersama penyelenggara fintech lending soal penetapan bunga, telah dikirimkan kepada para terlapor beserta surat panggilan.
"Adapun dugaan pelanggaran yang disertakan adalah Pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 1999 yang berbunyi pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan/atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama," ungkapnya saat membacakan LDP di sidang KPPU, Jakarta Pusat, Kamis (14/8/2025).
Baca Juga: AFPI Sudah Bertemu KPPU Bahas Dugaan Kartel Bunga Pinjol
Arnold mengatakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 tidak berlaku bagi suatu perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha patungan atau suatu perjanjian yang didasarkan undang-undang yang berlaku. Dia menambahkan terlapor dalam perkara tersebut adalah terlapor yang tergabung dalam Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) yang berjumlah 97, tetapi saat ini diketahui memang ada 96 anggota AFPI berdasarkan website yang terakhir dicek oleh investigator.
Namun, dia bilang 97 terlapor itu merupakan 97 pihak yang di-capture pada saat proses penyelidikan dan penyidikan dimulai pada 4 Oktober 2023 sampai 11 Maret 2025. Jadi, tercatat ada 97 anggota AFPI.
Lebih lanjut, Arnold menyampaikan pasar bersangkutan dalam perkara yang dimaksud adalah pasar produk jasa terkait layanan pinjam-meminjam uang atau pendanaan bersama berbasis teknologi informasi atau fintech peer to peer (P2P) lending yang difoto selama periode 2019 sampai Oktober 2023.
Adapun pasar geografis di dalam perkara tersebut adalah di seluruh wilayah Indonesia, maka pasar bersangkutan di perkara itu adalah jasa terkait layanan pinjam-meminjam di seluruh wilayah Indonesia.
Baca Juga: KPPU akan Gelar Sidang Kasus Dugaan Kartel Bunga Pinjol pada Kamis (14/8)
Berdasarkan peraturan OJK, Arnold mengatakan penyelenggara fintech P2P lending wajib terdaftar sebagai anggota AFPI yang ditunjuk OJK pada 17 Januari 2019.
Dia mengatakan yang menjadi perilaku terlapor dalam perkara tersebut tertuang dalam pasal 1 angka 12 UU Nomor 5 Tahun 1999. Disebutkan perilaku terlapor adalah tindakan yang dilakukan oleh pelaku usaha dan kapasitasnya sebagai pemasok atau pembeli barang dan/atau jasa untuk mencapai tujuan perusahaan, antara lain pencapaian laba, pertumbuhan aset, target penjualan, dan metode persaingan yang digunakan.
"Jadi, berdasarkan temuan dari proses penyidikan bahwa AFPI membuat pedoman perilaku atau code of conduct yang terlihat pada SK AFPI Nomor 002/SK/K/COC/INT/IV/2020 di mana disitu diatur juga terkait dengan bunga dan biaya lain, flat maksimum 0,8% per hari," ungkapnya.
Selain itu, Arnold bilang berdasarkan LDP ada juga temuan mengenai aturan SK AFPI Tahun 2021 Nomor 001, yang terdapat aturan mengenai bunga dan biaya lain secara flat maksimum 0,4% per hari dan diatur juga biaya keterlambatan maksimum 0,8% per hari.
Baca Juga: KPPU Tengah Usut Dugaan Kartel Bunga Pinjaman Online, Begini Tanggapan OJK
Oleh karena itu, dia bilang berdasarkan code of conduct AFPI diartikan bahwa seluruh anggota AFPI menyetujui atau menyepakati ketentuan tersebut. Dengan demikian, pedoman perilaku dalam memberikan layanan jasa kepada konsumennya masing-masing itu harus dipatuhi dan diikuti oleh masing-masing anggota AFPI.
KPPU juga menyoroti bahwa AFPI membuat aturan untuk penetapan biaya bunga dan biaya lain secara flat untuk disepakati masing-masing anggotanya, terlihat biayanya yang tinggi 0,8%, jika dibandingkan Peraturan OJK (POJK) yang memang baru terbit pada 2024 itu sebesar 0,3%, lalu dikoreksi jadi 0,2% pada 2025, kemudian dikoreksi menjadi 0,1% pada 2026.
"Hal itu juga menunjukkan bahwa perilaku dari anggota AFPI dalam menetapkan bunga terlihat eksesif. Referensi yang digunakan KPPU adalah referensi OJK atau referensi harga wajar," tuturnya.
Berdasarkan fakta yang ditemukan dalam perkara itu, Arnold menerangkan ada beberapa dugaan pelanggaran yang dilakukan para terlapor berlandaskan Pasal 5. Dia merinci dugaan pelanggarannya, yakni unsur pelaku usaha dalam perkara adalah para penyedia layanan fintech lending. Selanjutnya, unsur perjanjian penetapan harga yang merupakan kesepakatan jumlah total bunga, biaya pinjaman, dan biaya lainnya, selain biaya keterlambatan, yang tejadi pada 2020 dan diperbarui pada 2021.
Unsur dugaan pelanggaran berikutnya, yakni pelaku usaha pesaing. Dia bilang para terlapor adalah pelaku usaha yang saling bersaing dan tergabung dalam asosiasi yang sama, yakni AFPI. Oleh karena itu, unsur pelaku usaha pesaing terpenuhi. Berikutnya, ada unsur harga pasar yang merupakan kesepakatan mengenai jumlah total bunga pinjaman, biaya pinjaman, dan biaya-biaya lainnya, selain keterlambatan dalam perkara a quo.
Selain itu, ada juga dugaan pelanggaran yang mencakup unsur barang dan atau jasa. Dalam perkara tersebut, unsur barang atau jasa adalah jasa layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi atau fintech. Unsur dugaan pelanggaran lainnya, yaitu unsur konsumen atau pelanggan yang merupakan pengguna jasa layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi
Arnold mengatakan unsur dugaan pelanggaran selanjutnya adalah pasar bersangkutan yang merupakan jasa layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi di Indonesia.
Namun, dia mengungkapkan ada 1 unsur terbilang tak terpenuhi dalam Pasal 5, yakni unsur usaha patungan. Sebab, masing-masing terlapor adalah pelaku usaha mandiri yang menjalankan kegiatannya pada pasar bersangkutan, serta memasarkan jasanya untuk kepentingan usaha masing-masing dan bukan dilakukan dalam rangka khusus untuk perjanjian usaha patungan.
Baca Juga: KPPU: Pengusutan Dugaan Kartel Bunga Pinjol Berasal dari Temuan Internal
"Oleh karena itu, unsur-unsur usaha patungan di Pasal 5 tersebut tidak terpenuhi," ungkapnya.
Arnold menjelaskan adanya dugaan pelanggaran pada unsur perjanjian yang didasarkan oleh undang-undang. Dia mengatakan bahwa perilaku terlapor dalam membuat kesepakatan pada 2020 dan diperbarui pada 2021 bukan sebagai wujud pelaksanaan undang-undang atau pelaksanaan peraturan perundangan yang berlaku.
"Bahkan, justru terbukti bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dalam hal itu peraturan OJK," tuturnya.
Berdasarkan uraian dugaan pelanggaran tersebut, Arnold menyampaikan bahwa tim investigator menyimpulkan telah terdapat cukup bukti terjadinya pelanggaran Pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 1999 yang dilakukan terlapor (penyelenggara fintech lending yang tergabung dalam AFPI). Dia juga menyampaikan bahwa paparan dalam agenda tersebut hanya gambaran terkait substansi perkara sesuai dengan isi dalam LDP.
Seusai pemaparan LDP, Rhido menyampaikan bahwa majelis bersepakat agar agenda pembacaan LDP dilanjutkan pada sidang berikutnya atau ditunda. Mengingat, masih ada 5 terlapor yang tak hadir dan belum diketahui alamat pastinya untuk diberikan LDP, sehingga diberikan kesempatan pada sidang berikutnya.
"Telapor yang tidak jelas alamatnya dan tidak konfirmasi, kami akan beri kesempatan untuk sidang berikutnya, sehingga kami bisa menyampaikan LDP kepada mereka. Jadi, sidang tetap berlanjut dan sesuai dengan agenda," kata Rhido.
Ridho kemudian menutup sidang perkara dugaan kartel bunga pinjol dan memutuskan ditunda untuk dilanjutkan kembali pada sidang Majelis Komisi berikutnya yang akan digelar pada 26 Agustus 2025 di ruang sidang KPPU Jakarta. Adapun agenda sidang berikutnya adalah penyampaian laporan dugaan pelanggaran bagi terlapor yang tidak hadir dan pemeriksaan alat bukti.
Baca Juga: Tuduhan KPPU Soal Kartel Bunga Pindar Dinilai Rancu dan Tak Pro Konsumen
Selanjutnya: Manulife Aset Manajemen Indonesia Catat Dana Kelolaan Rp 104,3 Triliun pada Juli 2025
Menarik Dibaca: 4 Cara Memilih Face Oil Sesuai Jenis Kulit, Jangan Asal Pilih!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News