Reporter: Yudho Winarto |
JAKARTA. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) meminta penetapan premi asuransi banjir dibatalkan. Pasalnya, KPPU mencium praktek kartel dalam penetapan premi ini.
"Kami melihat potensi kartel dari penetapan premi ini. Apalagi besarannya tidak makin kecil tapi bahkan tambah mahal", ujar Syarkawi Rauf, Komisioner KPPU, Minggu (31/3).
KPPU mendapatkan fakta tentang Surat Keputusan Asosiasi Asuransi Umum Indonesia yaitu SK Nomor 02/AAUI/2013 tanggal 14 Februari 2013 tentang pembaharuan Pedoman Suku Premi dan Zona Banjir Atas Asuransi Risiko Banjir (SK 02). SK 02 ini telah dinyatakan berlaku efektif pada tanggal 14 Maret 2013 untuk menggantikan SK No. 505/AAUI/2005 (SK 505).
SK yang penyusunannya dibantu oleh PT Asuransi MAIPARK Indonesia ini memuat beberapa perubahan. Pertama, tentang zona risiko banjir. Dalam SK 505, zona banjir dibagi tiga berdasarkan kawasan yaitu kawasan industri ,konvensional dan domestik. Sekarang, zona dibedakan berdasarkan tingkat risiko.
Zona low adalah daerah yang tidak pernah kebanjiran atau pernah banjir dengan ketinggian 30 cm. Tarif preminya 0,045% dari nilai pertanggungan. Lalu, zona moderat yaitu daerah yang pernah banjir dengan kedalaman 30 cm-60 cm. Besaran preminya 0,170%. Ketiga, zona tinggi yakni kawasan yang pernah banjir dengan ketinggian di atas 60 cm dengan tarif premi sebesar 0,52%. Zona ini tidak saja berlaku di jakarta namun juga di luar Jakarta.
Secara umum, kisaran tarif premi 0,045%-0,5% di beleid baru lebih tinggi dari aturan lama yang hanya 0,015%-0,07%.
Di samping itu, SK 02 ini mengatur tarif tambahan (loading rate) untuk bangunan berkonstruksi kelas I dan memiliki basement.
KPPU melihat bahwa penetapan harga ini adalah bagian dari kartel penetapan harga yang dilarang berdasarkan pasal 5 UU Nomor 5/1999. Oleh karena itu, KPPU meminta AAUI untuk membatalkannya.
Maka, KPPU akan memanggil Ketua Umum AAUI pada Rabu (3/4).
Selanjutnya, dalam konteks kebijakan, KPPU memandang bahwa pengaturan industri jasa asuransi termasuk penetapan tarif premi risiko banjir ini seharusnya tidak dilakukan oleh pelaku usaha, tapi oleh regulator asuransi dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Dalam bulan ini, KPPU akan mengirimkan saran pertimbangan kebijakan kepada OJK untuk menyusun regulasi terkait tarif premi asuransi banjir ini, " kata Saidah Sakwan, wakil Ketua KPPU.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News