Reporter: Adhitya Himawan | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Masalah kredit macet makin menghantui Bank Jabar Banten (BJB) dalam penyaluran kredit usaha rakyat (KUR). Hingga Mei lalu, tingkat rasio kredit bermasalah alias non performing loan (NPL) KUR BJB sudah melonjak menjadi 17,7%.
Pemimpin Divisi Mikro BJB Ita Garmetia mengaku, ada sejumlah kelemahan dalam penyaluran KUR. Dia mencontohkan penyaluran KUR yang masuk kategori kredit mikro membutuhkan jumlah sumber daya manusia (SDM) yang cukup banyak untuk melakukan pengawasan dan pendampingan kepada debitur dalam menjalankan usaha mikronya.
“Sebagai pemain baru kredit mikro yang baru mulai sejak 2011, kami kurang SDM dalam menjalankan pengawasan dan analisis risiko. Akibatnya kini banyak kredit bermasalah,” kata Ita saat dihubungi KONTAN, Senin, (14/7).
Selain kekurangan sumber daya manusia, penyebab tingginya kredit macet KUR BJB karena keterlambatan pembayaran klaim dari PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) dan PT Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrindo). Ita mengatakan, cukup banyak klaim yang belum dibayarkan juga oleh Askrindo dan Jamkrindo. “Mungkin saja karena ada persyaratan yang kurang. Cuma nilai keseluruhan klaim yang belum dibayar, saya belum mengetahuinya,” pungkas Ita.
Berdasarkan data Komite Kebijakan KUR Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, jumlah KUR yang disalurkan BJB per 31 Mei 2014 mencapai Rp 3,27 triliun. Jumlah ini tumbuh 26,74% dibanding per 31 Mei 2013 yang mencapai Rp 2,58 triliun (YoY).
Kenaikan ini juga diikuti kenaikan jumlah debitur KUR BJB dari 23.610 debitur per 31 Mei 2013 menjadi 28.430 debitur per 31 Mei 2014. Adapun rata-rata KUR yang disalurkan BJB juga naik dari Rp 109,7 juta/debitur per 31 Mei 2013 menjadi Rp 115,3 juta/debitur per 31 Mei 2014. Sayangnya tingkat NPL KUR BJB makin melonjak dari 9,2% per 31 Mei 2013 menjadi 17,7% per 31 Mei 2014.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News