Reporter: Nina Dwiantika | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Dody Arifianto, Kepala Divisi Risiko Perekonomian dan Sistem Perbankan, serta Ekonom Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) berpendapat, para bankir belum dapat tersenyum lebar untuk menjalani kinerja periode kedua ini. Pasalnya, kredit masih akan mengalami perlambatan karena kelesuan pertumbuhan ekonomi, bunga tinggi, nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dollar terus tertekan, dan risiko kredit tinggi. Akibatnya, permintaan tidak ada, serta penyedia dana enggan menyalurkan kredit.
Jika pemerintah melakukan belanja untuk infrastruktur, maka permintaan kredit baru akan terasa pada akhir kuartal III dan kuartal IV. Artinya, pertumbuhan kredit baru mulai naik menjelang akhir tahun dengan proyeksi pertumbuhan 12%-13. Nah, impian mencatat kredit tumbuh 15% hanya sekedar impian, karena kredit sulit mencapai porsi itu jika kondisi ekonomi dan keuangan masih tertekan.
Obat relaksasi makro prudensial seperti pelonggaran nilai kredit atau loan to value (LTV) dan perluasan definisi deposito yang bakal dikeluarkan Bank Indonesia (BI) belum tentu ampuh untuk meningkatkan kredit. Karena, konsumen mulai mengurangi pembeli barang konsumsi bernilai tinggi, kecuali untuk kebutuhan konsumsi pangan seperti yang akan terjadi menjelang Ramadan dan Lebaran.
Karena ada faktor eksternal yang masih mengganggu perekonomian dalam negeri, lalu bagaimana dengan penurunan bunga acuan? Ini juga belum akan berdampak banyak bagi pertumbuhan kredit, karena penguasaha akan mengurangi belanja modal untuk mempercepat usaha, alasannya mereka masih menunggu kondisi perekonomian stabil dan minat konsumen untuk mengkonsumsi barang dan jasa.
Kondisi kredit yang belum banyak bergerak ini akan berdampak besar pada pendapatan margin bunga bersih atau net interest margin (NIM). Pemilik bank, investor dan bankir jangan berharap margin tinggi seperti sebelumnya yang bisa tembus di atas 7%. Karena, kini bank hanya dapat menikmati margin 4%-5% pada akhir tahun ini. Sayangnya, margin rendah ini karena beban biaya yang tinggi, bukan bunga kredit yang turun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News