Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk, Vatrischa Putri Nur | Editor: Dina Hutauruk
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) perbankan dari pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) terus menunjukkan peningkatan. Kondisi ini membuat penyaluran kredit baru ke segmen ini masih seret.
Peningkatan NPL UMKM terjadi di semua kelompok bank, termasuk bank swasta. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa NPL UMKM perbankan per Juni 2025 mencapai Rp 66,3 triliun atau dengan rasio NPL 4,41%. Jumlah tersebut meningkat Rp 9,73 triliun dari akhir 2024.
NPL kredit UMKM bank swasta sudah mencapai Rp 18,87 triliun. Sementara outstanding kredit UMKM bank di kelompok ini per Juni 2025 mencapai Rp 456,5 triliun atau tumbuh 4,96% secara tahunan. Itu artinya, rasio NPL kredit UMKM bank swasta mencapai 4,13%.
Nilai dan rasio NPL segmen UMKM di bank swasta mengalami tren kenaikan dari akhir tahun lalu. Per Desember 2024, jumlah kredit bermasalah hanya Rp 16,29 triliun, atau 3,58% dari total portofolio UMKM saat itu.
Bila dirinci lebih jauh, kredit bermasalah UMKM bank swasta terbesar berasal segmen menengah mencapai Rp 10,61 triliun. Itu setara 4,92% dari total kredit usaha segmen menengah.
Baca Juga: NPL Kredit UMKM di Indonesia Tembus Rp 66,3 Triliun
Lalu NPL segmen kecil mencapai Rp 4,26 triliun atau 3,9% dari total portofolionya dan NPL di segmen mikro sebesar Rp 4 triliun atau 3,05% dari baki debet kredit mikro.
PT BTPN Syariah Tbk salah satu bank swasta yang menghadapi tantangan rasio pembiayaan bermasalah. Maklum, fokus anak usaha Bank SMBC ini ada di segmen mikro selama ini.
Per Juni 2025, rasio pembiayaan bermasalah (NPF) BTPN Syariah ada di level 3,14%, naik dari level 3,05% pada periode yang sama tahun lalu. Hanya saja, sudah membaik dari akhir tahun 2024 yang sempat menyentuh 3,75%.
Kondisi ini yang membuat BTPN Syariah ini memilih fokus menjaga kualitas aset, alih-alih ekspansi. Per Juni 2025, total pembiayaannya tercatat kontraksi 2,9% secara tahunan menjadi Rp 10,14 triliun. “Kami menargetkan rasio NPF bisa ditekan di bawah 3% hingga akhir tahun,” ujar Direktur BTPN Syariah, Fachmy Achmad, Rabu (10/9).
Baca Juga: BTPN Syariah Waspadai Perlambatan UMKM, Bidik NPF Turun di Bawah 3%
Fachmy menjelaskan perlambatan sektor UMKM disebabkan beberapa faktor, mulai dari tren penurunan saldo simpanan nasabah dengan nominal di bawah Rp 100 juta,daya beli kelas menengah belum sepenuhnya pulih, dan defisit APBN yang meningkat.
Ekonom Senior Aviliani menilai hambatan utama UMKM di Indonesia adalah terbatasnya akses pasar. Berbeda dengan Korea Selatan dan Jepang, UMKM di Indonesia masih jarang terhubung dengan rantai pasok perusahaan besar. Hingga kini, menurutnya, hanya ada sekitar tiga hingga empat perusahaan di Indonesia yang menjalin hubungan rantai pasok dengan UMKM.
Ia menilai pemerintah selama ini lebih fokus pada sisi suplai, misalnya lewat penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR). Padahal, kunci utama pengembangan UMKM justru ada di sisi permintaan. “Yang paling penting adalah mendorong permintaan. Harus ada koneksi dengan perusahaan besar. Itu yang harus dibenahi jika ingin UMKM berkembang,” jelas Aviliani belum lama ini.
Aviliani mengingatkan, pembiayaan tanpa pengembangan pasar justru bisa memperburuk rasio kredit bermasalah. UMKM yang hanya mendapat tambahan modal tanpa perbaikan model bisnis atau perluasan pasar berisiko stagnan.
Baca Juga: Dorong Pertumbuhan UMKM, OJK Terbitkan Beleid Mempermudah Kredit ke UMKM
Sebagai solusi, ia mendorong terjalinnya integrasi antara UMKM dan pelaku usaha besar. Skema ini terbukti efektif di sejumlah negara maju, di mana UMKM menjadi bagian dari rantai pasok industri besar sehingga mendapat kepastian pasar.
Agar berjalan optimal, menurut Aviliani, perlu ada insentif bagi perusahaan besar yang mau membina UMKM. “Kalau tidak ada insentif, perusahaan besar tentu enggan melakukan pembinaan,” ujarnya.
Dengan masuk ke rantai pasok industri besar, UMKM diyakini bisa memperluas pasar dan tumbuh lebih kuat. Sementara itu, perusahaan besar juga diuntungkan karena mendapat pasokan yang lebih stabil dan bisa mengurangi ketergantungan pada impor bahan baku.
Selanjutnya: BCA Catatkan Penyaluran Kredit UMKM Sebesar Rp 136 Triliun pada Juni 2025
Menarik Dibaca: Review Poco X6 Pro Tawarkan Layar AMOLED yang Menawan, Ini Ulasan Lengkapnya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News