Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Dessy Rosalina
JAKARTA. Alhamdullilah. Kinerja semester I dua bank syariah nampaknya bisa dicungi jempol. Bank Central Asia (BCA) Syariah dan Bank Negara Indonesia (BNI) Syariah mencatat pertumbuhan laba bersih dua digit pada semester pertama tahun ini.
BCA Syariah meraih laba bersih sebesar Rp 20,13 miliar atau naik 40,03% dibanding semester I tahun sebelumnya. Presiden Direktur BCA Syariah John Kosasih mengatakan, pencapaian laba bersih didorong oleh realisasi pembiayaan yang mencapai Rp 3,85 triliun atau naik 21,09% di semester I-2017 dibandingkan posisi Rp 3,2 triliun di semester I-2016.
Berdasarkan segmen pembiayaan, pembiayaan komersial tercatat mendominasi dengan porsi sebesar 72,1% dari total pembiayaan atau meningkat 5,03% dari tahun sebelumnya. Sisanya, pembiayaan mengalir ke segmen konsumer dan usaha mikro, kecil dan menengah (UKM).
Dari pembiayaan yang tumbuh tinggi membuat rasio pembiayaan bermasalah atau non performing financing (NPF) gross turun 7 bps menjadi 0,48% per semester I-2017 dibandingkan posisi 0,55% di semester I-2016. BCA Syariah akan mempertahankan NPF pada level setinggi-tinggi di bawah 1% di akhir tahun ini.
Tidak hanya dari sisi pembiayaan, BCA Syariah telah membukukan pertumbuhan tinggi pada dana pihak ketiga (DPK). Tercatat DPK sebesar Rp 4,24 triliun per semester I-2017 atau naik 31,79% dibandingkan posisi Rp 3,22 triliun di semester I-2016.
Anak usaha BCA ini menargetkan laba bersih tumbuh 15% sampai 20% atau mencapai sekitar Rp 60 miliar di akhir tahun 2017. Sedangkan, untuk pembiayaan dan DPK akan tumbuh sebesar 15% di akhir tahun ini. "Target kami untuk semua bisnis sekitar 15% di akhir tahun," katanya ke KONTAN, Jumat (28/7).
Salah satu bank syariah miliki pemerintah juga meraup keuntungan. Misalnya, Bank Negara Indonesia (BNI) Syariah membukukan laba bersih sebesar 13% atau mencapai Rp 165 miliar di semester I-2017. Direktur BNI Syariah Dhias menyampaikan, penopang laba bersih adalah peningkatan pembiayaan sebesar 18,85% menjadi Rp 22,55 triliun per semester I-2017. Segmen konsumer sebagai penyumbang pembiayaan terbesar atau mencapai 55%.
Meskipun pembiayaan tumbuh tinggi, namun rasio NPF naik 58 bps menjadi 3,38% per semester I-2017 dibandingkan posisi 2,8% di semester I-2016. Kedepan, BNI Syariah akan berusahaan menjaga rasio NPF pada level 3% per akhir Desember 2017.
Kenaikan NPF tak menyurutkan niat BNI Syariah untuk meningkatkan pembiayaan. Anak usaha BNI ini optimistis pembiayaan dapat tumbuh 16% atau mencapai Rp 23,8 triliun di akhir tahun ini. Kemudian, DPK akan tumbuh 15% atau mencapai Rp 28 triliun di akhir tahun.
Sementara itu, Bank Rakyat Indonesia (BRI) Syariah hanya mencatat kenaikan pembiayaan tipis yaitu 3,7% atau menjadi Rp 18,52 triliun di semester I-2017. Sekretaris Perusahaan BRI Syariah Indri Tri Handayani menuturkan, komposisi pembiayaan pada semester I-2017 terdiri dari segmen retail 68,3% dan komersial 31,7%.
Pengucuran pembiayaan yang masih tipis ini berimbas pada kualitas pembiayaan. Anak usaha BRI ini mencatat rasio NPF sebesar 4,82% per semester I-2017 atau hanya turun 5 bps dibandingkan posisi 4,87% di semester I-2016. "NPF kami upayakan di akhir tahun bisa mencapai 4%," tambah Indri.
BRI Syariah memiliki sejumlah target di tahun 2017. Di antaranya, aset tumbuh 8,7% atau mencapai Rp 30,1 triliun, penyaluran pembiayaan tumbuh 22% atau mencapai Rp 22,03 triliun dan perolehan DPK tumbuh 9,09% atau hingga Rp 24 triliun di akhir tahun ini. Fokus bisnis akan mengarah ke ritel, konsumer, mikro, dan komersial.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News