Reporter: Ferry Saputra | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kasus kredit macet kini tengah menyelimuti platform peer-to-peer (P2P) lending. Sebelumnya, hal tersebut juga pernah terjadi pada PT Tani Fund Madani Indonesia (TaniFund) dengan total nilai investasi sebesar kurang lebih Rp 14 miliar dan sempat mencuri perhatian publik.
Kini, permasalahan kredit macet juga tengah menghantui PT Investree Radhika Jaya. Para lender Investree tersebut juga mengeluh karena telatnya pembayaran hasil investasi.
Terkait permasalahan itu, Co-Founder & CEO Investree Adrian Gunadi mengatakan ada beberapa lender yang kemungkinan tidak terima dengan kondisi atau penjelasan yang telah disampaikan pihaknya. Dia menyampaikan Investree telah mengatakan kepada pemberi pinjaman bahwa penanganan tersebut membutuhkan waktu.
"Jujur ada beberapa debitur yang pailit PKPU, ya, tahu sendiri proses PKPU di Indonesia itu panjang, kan. Informasi itu yang selalu kami berikan kepada lender dengan email dan sebagainya," ucap dia saat ditemui KONTAN.CO.ID beberapa waktu lalu.
Baca Juga: Penyaluran Pinjaman Investree Capai Rp 13,45 Triliun di Pertengahan Mei 2023
Adrian mengatakan ada beberapa lender yang tak bisa menerima penjelasan tersebut. Sebab,mereka tetap meminta kepastian waktu pembayaran padahal Investree tak bisa menjamin karena itu adalah prinsip di industri tersebut sesuai dengan Peraturan OJK (POJK).
"Kami juga mengumumkan di website dengan cukup jelas bahwa layanan pinjam meminjam merupakan kesepakatan perdata antara pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman. Dengan demikian, risiko yang timbul dari kesepakatan sepenuhnya ditanggung masing-masing pihak. Di sini kami sudah mengumumkan risikonya," kata dia.
Adrian menyampaikan lender juga harus membaca lebih detail meski rating telah diberikan sebagai informasi profil risiko. Pihaknya juga menginformasikan terkait si peminjam sudah berapa kali meminjam di Investree.
Terkait penanganan kredit macet, Adrian mengatakan Investree akan melihat terlebih dahulu si peminjam kooperatif atau enggak. Kalau kooperatif, bisa dilakukan restrukturisasi atau menarik panjang batas pengembalian biaya. Dampaknya, lender harus memahami itu. Dia menyebut ada juga yang enggak bisa sabar meski mengetahui UMKM-nya sedang recovery dari dampak pandemi Covid-19.
Selain memberikan informasi kepada lender, Adrian menyebut pihaknya juga melakukan langkah-langkah penagihan sesuai dengan apa yang ada dalam perjanjian tersebut.
"Jadi, kewenangan penagihan ada di Investree. Setelah itu, penyelesaian kewajiban juga menjadi tugas Investree. Misal, kami mau melakukan litigasi, Investree yang melakukan itu. Kami mengejar aset dari si pemilik atau mau menjual rumah pemilik itu ada di Investree. Jadi, langkah itu dilakukan atas kuasa dari si pemberi pinjaman," ungkap dia.
Dia menegaskan Investree melanjutkan komunikasi antara lender dengan borrower sesuai kontrak perjanjian. Hubungan hukum, lender hanya memberikan kuasa kepada Investree, termasuk kuasa penagihan.
"Balik lagi, risiko gagal bayar tetap ada, tetapi kami membantu menghindari risiko tersebut.Saya rasa komplain dari lender difasilitasi kami. Ada juga beberapa borrower meminta pembayaran selama 3 tahun, ya, mungkin lender enggak senang, tetapi itu bisa dilakukan karena ada payung restrukturisasi," tutur dia.
Baca Juga: Begini Strategi Investree Jaga Bisnis dan NPF
Sementara itu, Adrian menuturkan pembiayaan atau investasi biasanya dibiayai oleh berbagai lender. Misal, 50% para pemberi pinjaman yang terdampak itu sudah setuju, maka restrukturisasi tetap dijalankan.
Imbal hasil lender tetap dapat, tetapi porsinya rendah atau kecil karena kalau peminjam harus bayar 5% selama 2 bulan, kemudian menjadi 5% selama setahun, maka tidak ada kenaikan angka karena sesuai dengan restrukturisasi.
Adapun jika peminjam tersebut tidak kooperatif, Investree akan memberlakukan penyitaan aset dan paling akhir menempuh jalur hukum.
Sebagai informasi, ada sekitar 30 kontrak pinjaman dengan nilai pinjaman Rp 29 miliar yang berhasil Investree lakukan restrukturisasi sepanjang periode Covid-19, yakni 2020 hingga 2022.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News