Reporter: Issa Almawadi | Editor: Sandy Baskoro
JAKARTA. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memastikan rencana penerapan premi diferensial akan berjalan sesuai rencana. Meski begitu, kebijakan yang akan diwujudkan tahun 2015 itu masih menunggu keputusan pemerintah dan akan dikonsultasikan ke Dewan Perwakilan Rakyat.
"Rencana tetap berjalan dan harus melalui pemerintah. Itu karena bentuknya peraturan pemerintah," kata Samsu Adi Nugroho, Sekretaris LPS, akhir pekan lalu.
Dalam rancangan premi diferensial terbaru, LPS akan mematok tarif premi 0,1% untuk bank di kelompok 1. Sedangkan bank di kelompok 2 membayar 0,15%. Begitu seterusnya hingga bank di kelompok 5 membayar premi 0,3% per tahun.
Bank yang paling sehat berada di kelompok 1 dan membayar premi paling rendah. Adapun bank dengan tingkat kesehatan terburuk berada di kelompok 5 dan harus membayar premi paling mahal.
Penerapan sistem premi diferensial ditargetkan mulai berlaku awal 2015. Tapi, LPS akan memberikan waktu transisi. Selama periode itu, bank masih membayar tarif premi tetap, namun harus membikin penilaian tingkat kesehatan dan melaporkan ke LPS.
"Usulan kami soal besaran premi masih yang itu. Hanya mungkin bisa berubah tergantung diskusi selanjutnya dengan pemerintah," kata Samsu. Saat ini, LPS belum mengagendakan rencana diskusi dengan pemerintah maupun konsultasi dengan DPR.
Mengenai respons perbankan atas rencana tersebut, Samsu bilang, tanggapan para bankir cukup beragam. "Tapi kami juga tetap akan merencanakan diskusi lebih lanjut untuk memperoleh masukkan," imbuhnya.
Menanggapi rencana itu, Anthony Soewandy, Wakil Direktur Utama Bank Victoria, mengaku siap mengikuti aturan baru. Apalagi, hal tersebut dapat mendukung bank agar lebih terpacu memperhatikan kesehatan dan penerapan good corporate governance (GCG). "Ini juga bisa dijadikan insentif bagi bank agar terus memperbaiki diri," terang Anthony.
Suhaimin Johan, Presiden Direktur Bank Nobu, juga berpendapat sama. Meski tak begitu jelas mengikuti kabar ini, dia menilai, penerapan premi diferensial akan lebih aplikatif. "Bagi bank berkualitas baik dan sehat, tentu premi lebih rendah dibanding bank yang kurang sehat," katanya.
Baik Anthony dan Suhaimin juga tidak mempermasalahkan kategori bank sehat dan tidak sehat dalam menghitung besaran premi. Para bankir sudah cukup paham soal tingkat kesehatan bank, terutama mengacu GCG dari BI.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News