Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bak kemarau panjang, pada tahun 2019 lalu industri perbankan sempat dilanda pengetatan likuiditas. Nah, di tahun 2020 ini Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memandang kondisi tersebut berpotensi mengalami perbaikan.
Pasalnya, di luar banyaknya stimulus yang diberikan oleh Bank Indonesia (BI), kondisi ekonomi dunia diproyeksi mengalami perbaikan.
Baca Juga: Payroll loan topang pertumbuhan kredit konsumsi Bank Mandiri
Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah, pelonggaran likuiditas bisa saja terjadi apabila perang dagang antara dua negara besar yakni Amerika Serikat (AS) dan China telah menemukan jalan keluar.
Di samping itu, pihak pemerintah Indonesia juga berniat untuk menerapkan omnibus law. "Ini menjadi sorotan, apabila berhasil akan luar biasa dampaknya untuk Indonesia dan merubah skenario yang terjadi saat ini," terangnya saat ditemui di Jakarta, Senin (13/1).
Lebih lanjut, Halim menjelaskan kondisi fundamental ekonomi di Tanah Air masih tetap terjaga. Meski begitu, bukan berarti tidak ada risiko, LPS tetap memperkirakan kondisi ekonomi secara global bisa saja berlanjut tak stabil yang tentunya membuat ekonomi dalam negeri bergejolak. "Tapi kalaupun ada risiko, risikonya upside bukan downside," imbuhnya.
Sementara dari sisi penghimpunan dana pihak ketiga (DPK), pada akhir tahun 2019 lalu dipandang LPS sudah mengalami kenaikan. Hal ini mayoritas datang dari sektor korporasi.
Baca Juga: Bank BUKU IV berlomba gandeng kerjasama dengan WeChat Pay dan Alipay
Hal ini menjadi angin segar bagi perbankan lantaran adanya optimisme oleh sejumlah korporasi bahwa kondisi ekonomi akan kembali meningkat.
Sementara itu, tren penurunan suku bunga pun bakal berlanjut. Kendati saat ini mayoritas bank sentral memilih kebijakan untuk mempertahankan tingkat bunga acuan, ada potensi bunga akan tetap turun.
"Kalau Amerika saya rasa akan terus di bawah, akan mempertahankan situasi sekarang. Eropa dan Jepang juga sama, China pun sedang mendorong ekonominya saat ini," jelasnya.
Berlandaskan pandangan tersebut, LPS pun meramal kondisi likuiditas perbankan tahun ini akan lebih likuid. Sebagai tambahan informasi saja, Bank Indonesia mencatat total DPK sudah tumbuh 6,4% secara year on year (yoy) per November 2019 menjadi Rp 5.752,1 triliun. Posisi tersebut terbilang membaik dari periode bulan sebelumnya yang hanya tumbuh 5,9% yoy.
Penunjangnya, salah satunya ada peningkatan dari sisi dana giro perbankan yang tumbuh 5,5% menjadi Rp 1.336,8 triliun di bulan November 2019 lalu setelah sempat tumbuh di bawah 5%. Sementara itu, pertumbuhan tabungan juga terus membaik hingga mencapai 7,2% menjadi Rp 1.889,2 triliun.
Sejalan dengan itu, realisasi kredit perbankan juga menjadi lebih maksimal atau tumbuh sebesar 7% yoy menjadi Rp 5.549,4 triliun. Lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 6,6%.
Baca Juga: Gandeng WeChat Pay, CIMB Niaga targetkan dana murah tumbuh dua digit
Peningkatan kredit terjadi pada debitur korporasi yang naik dari 6,1% yoy per Oktober 2019 menjadi 7,4% di bulan berikutnya. Namun, di sisi lain kredit pada perorangan justru melambat dari 8,4% pada Oktober 2019 menjadi 7,8% di akhir November 2019.
Halim menyebut, tahun 2019 pertumbuhan kredit dan DPK diperkirakan sesuai dengan prediksi yakni di kisaran 8%-10% secara yoy. "Saya kira akan sama (sesuai proyeksi), kalau kondisi membaik tentunya permintaan bisa didorong. Tapi risiko masih ada," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News