kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.470.000   4.000   0,27%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

LSM tuding OJK jadi parasit jasa keuangan


Selasa, 04 Maret 2014 / 10:31 WIB
LSM tuding OJK jadi parasit jasa keuangan
ILUSTRASI. Kode Redeem Tower of Fantasy 2.0 Live Stream Terbaru Oktober 2022, Klaim Sekarang!


Reporter: Adhitya Himawan | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang tergabung dalam Tim Pembela Kedaulatan Ekonomi Bangsa mengajukan gugatan uji materi UU Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Mereka mendesak agar OJK dibubarkan karena menjadi parasit dalam layanan jasa keuangan.

Menurut Salamudin Daeng, tokoh Tim Pembela Kedaulatan Ekonomi Bangsa, setidaknya ada 3 alasan yang membuat keberadaan OJK tak layak dipertahankan. Pertama, kewenangan OJK terlalu superbody. "OJK memiliki wewenang untuk melakukan pengawasan, membuat regulasi sampai penjatuhan sanksi di sektor jasa keuangan. Bahkan bisa menentukan sendiri alokasi anggaran operasional mereka. Ini seperti negara dalam negara dan rawan penyimpangan," kata Salamudin pada KONTAN, Senin, (3/3).

Kedua, OJK tak memiliki landasan konstitusi yang jelas. Berbeda dengan Bank Indonesia (BI) yang diakui dalam UUD 1945, keberadaan OJK sama sekali tak disebut. Selain itu, Pasal 34 Ayat 1 UU No 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia menyebutkan lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen hanya mengawasi perbankan, bukan sektor jasa keuangan yang lain. Sehingga pengawasan OJK terhadap industri keuangan non bank dan pasar modal menjadi ilegal.

Ketiga, OJK menjadi parasit dalam layanan jasa keuangan melalui pungutan OJK terhadap seluruh industri keuangan. Hal ini menjadi beban bagi usaha pelaku industri keuangan yang pada gilirannya akan akan menimpakan beban kepada masyarakat yang menjadi nasabah.

"Lahirnya OJK juga lebih karena desakan politik akibat kekisruhan skandal Bank Century. Kekecewaan terhadap kinerja pengawasan BI dijawab dengan melahirkan lembaga baru. Apa akan selalu begini? Ini kan jalan keluar yang salah," ujar pria yang juga peneliti Institute for Global Justice (IGJ) tersebut.

Salamudin membantah gugatan mereka ditunggangi pelaku jasa keuangan. Sampai saat ini tidak pernah ada pertemuan dengan kalangan pelaku usaha jasa keuangan. "Tapi gugatan kami memang menangkap aspirasi mereka yang sudah banyak melontarkan keberatan," pungkas Salamudin.

Industri perbankan sendiri enggan bersikap terkait uji materi UU OJK oleh Tim Pembela Kedaulatan Ekonomi Bangsa. "Saya tak mau menanggapi. Nanti saya dikira memiliki hubungan dengan mereka. Kenal pun saya tidak," kata Gatot Murdiantoro Suwondo, Ketua Umum Himpunan Bank-Bank Negara (Himbara) seraya bergegas pergi.

Adapun OJK sendiri memilih bersikap menunggu. "Saya sudah mendengar. Nanti, kan, ada prosedurnya. Nanti kita berkonsultasi dengan pemerintah," kata Muliaman Hadad seusai rapat dengan Komisi XI DPR, di Jakarta, Senin, (3/3).

Muliaman tak mau menanggapi tudingan OJK tak konstitusional karena keberadannya tak diatur dalam UUD 1945. Namun ia membantah tudingan bahwa OJK membebani industri keuangan maupun nasabah melalui pungutan OJK. "Kebijakan ini justru untuk membantu kegiatan pengawasan industri jasa keuangan yang manfaatnya akan dirasakan kembali baik oleh pihak industri maupun nasabah atau konsumen," ujar Muliaman.

Oleh sebab itu, pungutan OJK terhadap industri keuangan dilakukan bertahap agar tidak memperberat beban industri jasa keuangan. Pelaksanaannya juga disertai audit yang transparan. "Pelaksanaannya nanti juga diawasi oleh DPR," pungkas Muliaman.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×