Reporter: Wahyu Satriani | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Bank Negara Malaysia (BNM) masih membatasi bank-bank Indonesia yang ingin membuka cabang di negeri Jiran tersebut.
Bank sentral Malaysia masih membatasi pembukaan cabang bagi perbankan konvensional. Alasannya, selama ini institusi keuangan asing yang datang dari negara-negara berkembang hanya mau membuka cabang di daerah perkotaan atau urban areas. Dengan demikian, daerah perkotaan Malaysia saja yang mendapat akses khusus pada perbankan, sedangkan didaerah pinggiran (rural) masih kurang.
BNM masih membatasi dan hanya memperbolehkan bank asing membuka cabangnya di daerah pinggiran kota. "Kami memperbolehkan asing untuk membuka cabang meskipun ada pembatasan," kata Zeti Akhtar Aziz, Gubernur Bank Negara Malaysia, Jakarta, Senin (18/7).
Zeti mengatakan pihaknya berencana untuk lebih melonggarkan aturan bagi bank asing. Selama ini bank asing hanya boleh membuka cabang maksimal empat cabang per tahun. Ke depan, pihaknya akan mengubah ketentuan tersebut, dan bank asing diperbolehkan membuka delapan cabang per tahun. Namun, pembukaan cabang tersebut akan didorong ke daerah pinggiran.
Sementara itu, pihaknya tidak membatasi pembukaan cabang bagi perbankan syariah asing. Dia mencontohkan, untuk negara Saudi Arabia saja telah membuka 15 cabangnya di Malaysia. "Kalau perbankan syariah di Indonesia akan membuka cabangnya di Malaysia, tidak akan kami batasi," ujarnya.
Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution menolak berkomentar lebih lanjut mengenai asas resiprokal. Sebelumnya, dia sempat menyinggung seharusnya ada asas resiprokal antara perbankan Indonesia dengan negara-negara di luar negeri.
Adapun, menanggapi kemudahan yang diberikan Malaysia kepada industri syariah, Direktur Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia Mulya Siregar mengaku pihaknya tidak akan mendorong perbankan syariah untuk membuka cabangnya di Malaysia. Menurutnya, peluang di Indonesia justru lebih besar dibandingkan di Malaysia. Hal tersebut terlihat dari jumlah penduduk Islam Indonesia yang lebih banyak ketimbang Malaysia.
"Kami tidak perlu mendoronglah. Kalau didorong-dorong dia rugi di sana, disalahkan nanti Bank Indonesia," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News