Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - Pencurian data pribadi atau penipuan siber dengan menggunakan modus Fake Base Transceiver Station (Fake BTS) sedang marak terjadi.
Modus yang bertujuan untuk mencuri data pribadi masyarakat ini tentu dapat mengancam aset perbankan masyarakat.
Vice President BCA, Sugianto Wono, mengatakan bahwa pada dasarnya cara yang digunakan pelaku kejahatan siber dari tahun ke tahun relatif mirip.
"Jadi kalau terkait caranya itu sama, tapi jendela menuju caranya itu yang mungkin memanfaatkan celah-celah yang berbeda," kata dia dalam Media Gathering PRIMA Talkshow BCA dan Jaringan PRIMA "Bangun Ketahanan Siber, Jaga Data Pribadi di Era Digital" pada Rabu (27/8/2025).
Ia menjelaskan, salah satu modus yang sedang marak belakangan ini adalah Fake BTS.
Fake BTS biasanya diawali dengan pelaku yang menyamar sebagai menara seluler resmi untuk mengirim SMS palsu seolah-olah berasal dari bank atau operator. Hal itu bertujuan untuk menipu korban agar mengeklik tautan phishing dan menyerahkan informasi pribadi.
Selain itu, pelaku juga memanfaatkan teknologi Artificial Intelligence (AI) untuk membuat rekaman video, foto, atau audio (deepfake) yang tampak asli guna menyamar sebagai korban demi memperoleh data pribadi maupun mengakses serta mengaktifkan akun keuangan.
Baca Juga: Harga Beras Tembus Rp 15.000 per Kg, Ini Biang Keroknya Menurut Zulhas
"Tantangan keamanan siber saat ini bukan hanya soal teknologi, tapi juga soal kesadaran," terang dia.
Untuk itu, BCA terus memperkuat sistem keamanan internal sekaligus mengedukasi nasabah agar lebih waspada terhadap berbagai modus penipuan digital.
Mengapa Serangan Siber Sulit Diberantas?
Serangan siber sendiri sebenarnya sudah menjadi tantangan sejak bertahun-tahun lalu. Namun demikian, sebuah institusi rasanya masih kesulitan menghadapi tantangan ini.
Sugianto menjelaskan bahwa yang membuat serangan siber ini sulit dihadapi adalah karena pelaku kejahatan juga terus memperbarui pengetahuan dan kemampuan mereka terkait teknologi.
"Di sisi kejahatan juga mereka terus belajar. Jadi bahkan di industri hacker mereka punya komunitas yang bisa saling berbagi. Jadi mereka saling sharing," cerita dia.
Ia menggambarkan bahwa komunitas ini tidak hanya terdiri dari para ahli IT saja, bahkan siswa yang baru menginjak SMP juga ditemui dalam komunitas ini.
"Bahkan yang pernah kita temui anak-anak SMP pun lah, itu bisa jadi leader," ungkap dia.
Baca Juga: 7 Dokumen yang Perlu Disiapkan untuk Daftar Lowongan Kerja KAI 2025