Sumber: Kompas.com | Editor: Yudho Winarto
PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN)
Direktur Utama BTN, Maryono menceritakan, kasus dugaan pemalsuan bilyet deposito yang dilaporkan BTN itu bermula dari laporan tertanggal 16 November 2016. Laporan itu terkait kegagalan pencairan deposito sebelum jangka waktu pencairan.
Menanggapi laporan itu, BTN langsung melakukan verifikasi dan investigasi. Hasilnya perseroan menemukan bilyet deposito tersebut secara kasat mata dinyatakan palsu.
Dari investigasi yang dilakukan perseroan juga menunjukkan produk palsu itu ditawarkan oleh sindikat oknum yang mengaku-aku sebagai karyawan pemasaran BTN.
Selain menawarkan produk deposito dengan tingkat bunga jauh di atas rate yang ditawarkan BTN, sindikat ini juga memalsukan spesimen tanda tangan dan data korban untuk melancarkan aksinya.
"Kasus ini terjadi karena adanya komplotan yang mengatasnamakan pegawai BTN, kemudian mereka menawarkan pinjaman. Selanjutnya seluruh dokumen diberikan ke komplotan tersebut dan komplotan tersebut memalsukan seluruh dokumen yang kemudian dikirimkan ke BTN," papar Maryono.
BTN pun telah melaporkan kasus dugaan pemalsuan bilyet deposito yang disinyalir dilakukan oleh sindikat kejahatan perbankan ke Polda Metro Jaya. Hingga kini, laporan pemalsuan bilyet deposito itu telah dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
Maryono menuturkan, perseroan akan tunduk dan patuh terhadap hukum untuk penyelesaian kasus dugaan pemalsuan bilyet deposito senilai Rp 258 miliar ini hingga selesai.
"Kami akan terus mengikuti permasalahan hukum ini hingga selesai," pungkas Maryono.
Perbankan Jangan "Cuci Tangan"
Setelah mendengar berbagai aduan dan upaya yang dilakukan keempat bank BUMN tersebut, Komisi XI DPR RI meminta Bank Mandiri, Bank BRI, Bank BNI dan Bank BTN meningkatkan upaya pencegahan yang mencakup anti fraud awareness dan indentifikasi kerawanan know your customer dan know your employee.
Upaya tersebut harus dilakukan oleh keempat bank BUMN tersebut supaya kasus serupa tidak terjadi kembali di masa yang akan datang.
Di sisi lain, pengamat perbankan Universitas Bina Nusantara (Binus) Qudrat Nugraha menilai, permasalahan yang tengah terjadi di dunia perbankan saat ini cukup menimbulkan keresahan bagi nasabah untuk menyimpan dananya di bank.
"Itu sangat besar pengaruhnya di masyarakat. Apalagi kalau kasus itu terus-menerus menjadi pemberitaan. Kejahatan seperti ini juga bisa menimpa lebih banyak orang," tutur Qudrat.
Menurut Qudrat, bisnis perbankan adalah bisnis yang sangat mengedepankan kepercayaan nasabah. Kalau bank sudah tidak bisa lagi dipercaya oleh masyarakat, maka industri keuangan di Indonesia akan hancur.
Oleh karena itu, Qudrat meminta perbankan untuk tidak cuci tangan dan bertanggung jawab atas raibnya dana masyarakat tersebut. Serta memperbaiki sistem keamanan yang sudah seharusnya diterapkan untuk melindungi dana nasabah. (Iwan Supriyatna)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News