Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah sepanjang tahun 2025 mengalami tekanan, margin perbankan diproyeksikan belum pulih, setidaknya hingga awal 2026.
Sebagai gambaran, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, margin yang tercermin dalam rasio Net Interest Margin (NIM) perbankan terus turun menjadi 4,57% per Oktober 2025. Bandingkan dengan posisi NIM di Oktober 2024 dan Desember 2024 yang masing-masing berada di level 4,61% dan 4,62%.
Kondisi serupa juga terjadi pada beberapa bank besar seperti PT Bank Mandiri Tbk dan PT Bank Central Asia Tbk (BCA). Secara bulanan, NIM dari dua bank tersebut terus mengalami tren penurunan.
Bank Mandiri mencatat NIM untuk November 2025 saja berada di level 4,3%, ini turun dari posisi Oktober 2025 yang ada di level 4,6%. Sementara itu, untuk periode Januari hingga November 2025, NIM Bank Mandiri tercatat 4,5% dan masih berada di bawah kisaran target manajemen yang ada di level 4,8% hingga 5% untuk tahun 2025.
Baca Juga: Ditopang Pertumbuhan Kredit, Perbankan Optimistis Bisa Dongkrak NIM pada Akhir Tahun
Setali tiga uang, BCA juga mencatat NIM selama bulan November 2025 berada di level 5,4% dan turun dari bulan sebelumnya yang mencapai 5,6%. Untuk periode Januari hingga November 2025, BCA mencatat NIM berada di posisi 5,7%, namun masih masuk dalam kisaran target manajemen di level 5,7% hingga 5,8%.
EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA Hera F. Haryn mengatakan, NIM hanya salah satu komponen indikator profitabilitas. Ia bilang untuk melihat profitabilitas suatu bank, tentunya juga perlu memperhitungkan pendapatan non-bunga, biaya operasional perusahaan, dan biaya pencadangan kredit.
Menurut Hera, pergerakan NIM ke depan akan sejalan dengan permintaan kredit, pergerakan suku bunga, dan kondisi likuiditas. Di sisi lain, cost of fund BCA juga relatif terjaga sehubungan dengan keunggulan perbankan transaksi yang dimiliki BCA.
“Ke depannya demi menjaga NIM agar tetap terjaga baik, BCA akan selalu senantiasa berkomitmen untuk mendorong penyaluran kredit ke berbagai segmen dan sektor secara pruden,” ujar Hera.
Tidak Beda Jauh dari Tahun Ini
Sementara itu, Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan memproyeksikan NIM perbankan di tahun depan kemungkinan tidak akan jauh berbeda dengan tahun ini. Terlebih jika bank tidak dapat menjaga efisiensi dengan baik terutama menjaga cost of fund yang rendah.
Ia menilai saat ini perbankan masih mengandalkan tingkat bunga special rate masih untuk menjaga likuiditas dana bank. Ditambah, ia melihat tingkat persaingan dana murah juga akan semakin ketat tahun depan. Alhasil, bunga deposito special rate masih menjadi alternatif.
“Bila bank berhasil mengalihkan ke dana murah baru bank bisa menjaga NIM lebih baik,” ujar Trioksa.
Baca Juga: NIM Perbankan Berpotensi Naik, Dampak BI Rate Baru Terasa 2–3 Bulan Lagi
Sependapat, Advisor Banking & Finance Development Center Moch Amin Nurdin bilang tahun ini trend NIM perbankan memang cenderung turun. Salah satu alasannya adalah penyaluran kredit yang melambat dan menyebabkan NIM tertekan.
“Terkecuali untuk beberapa bank kecil yang main di segmen UMKM, di mana bunga cenderung besar, sehingga NIM terjaga tinggi,” jelas Amin.
Ia pun memproyeksikan tekanan terhadap NIM akan tetap terasa setidaknya hingga kuartal II/2026. Hal tersebut bisa berubah jika bank bisa meningkatkan pertumbuhan kredit secara signifikan dan beroperasi secara lebih efisien.
“Apalagi nanti ada puasa dan lebaran yang akan menekan bank untuk beroperasi dengan biaya agak mahal, promo dan lainnya. Sehingga NIM akan tertekan sampai awal kuartal II/2026,” kata Amin.
Selanjutnya: Pemerintah Siapkan Perpres Baru untuk Penyaluran LPG 3 Kg, Apa Isinya?
Menarik Dibaca: Dana Transaksi Tidak Sesuai? Ini Cara Mudah Atur Selisih Pencairan Dana Merchant
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













