kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,36   3,72   0.40%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Margin Bunga (NIM) Perbankan Kian Tebal, Begini Prospek Setelah Kenaikan Bunga BI


Rabu, 07 September 2022 / 16:20 WIB
Margin Bunga (NIM) Perbankan Kian Tebal, Begini Prospek Setelah Kenaikan Bunga BI
ILUSTRASI. Otoritas Jasa Keuangan (OJK)


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tingkat profitabilitas perbankan di Tanah Air masih tinggi meskipun dihadapkan dengan tantangan pandemi Covid-19. Itu tercermin dari capaian margin bunga bersih atau Net Interest Margin (NIM).

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat NIM perbankan per Juli mencapai 4,76%. Capaian itu sedikit meningkat sedikit dari bulan sebelumnya yang mencapai 4,69%. Margin bunga ini terus mengalami peningkatan dalam dua tahun terakhir. NIM perbankan pada akhir 2020 tercatat 4,32% dan pada Desember 2021 ada di level 4,51%.

Pertumbuhan NIM sejalan dengan likuiditas perbankan yang longgar dan juga suku bunga acuan yang rendah. Sehingga biaya dana atau cost of fund (Cof) perbankan juga menjadi rendah. Sedangkan di sisi lain, pertumbuhan penyaluran kredit semakin meningkat.

"Meskipun peningkatan NIM pada Juli hanya sedikit dari bulan sebelumnya, namun ini mengindikasikan bahwa bank kita masih memiliki tingkat keuntungan yang tinggi," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae di Jakarta, Selasa (6/9).

Dalam kesempatan yang sama, Deputi Komisioner Pengawas Perbankan III OJK Slamet Edy Purnomo menyebutkan bahwa profitabilitas perbankan hingga Juli tercatat cukup bagus.

Baca Juga: Pemesanan SR017 di BRI Telah Mencapai Rp 1,01 Triliun

Ia mengatakan, total target laba perbankan tahun 2022 sesuai dengan rencana bisnis bank (RBB) yang dilaporkan ke OJK mencapai Rp 162 triliun. Adapun realisasi hingga Juli sudah menembus Rp 117,2 triliun atau 72,3% dari target.

Potensi laba perbankan seharusnya masih bisa lebih tinggi. Namun, bank harus melakukan mitigasi resiko pemburukan aset di tengah tantangan pandemi dengan membentuk pencadangan. Slamet bilang, banyak bank telah membentuk Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) dan rata-rata CKPN yang dibentuk industri perbankan sudah di atas 100%. Menurutnya, kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) telah terkover dengan CKPN yang memadai.

PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) salah satu yang mencatat kenaikan NIM dan menjadi bank pencetak NIM tertinggi di antara bank-bank besar. Per Juni 2022, NIM bank ini mencapai 7,35%. Itu naik dari 7,02% pada periode yang sama tahun lalu. Bank Mandiri juga mencatat kenaikan margin bunga bersih dari 4,63% menjadi 5,06% dan Bank Panin naik dari 5,07% ke level 5,53%.

Namun, kebijakan Bank Indonesia (BI) yang mulai menaikkan suku bunga diperkirakan menekan NIM. Kenaikan itu akan menyebabkan perebutan dana di masyarakat sehingga biaya dana ke depan akan meningkat.

Baca Juga: Transaksi Digital Marak, Begini Perkembangan Transaksi ATM BRI, Mandiri dan BCA

Direktur Wholesale Banking Bank Permata Darwin Wibowo memperkirakan margin bunga bersih sampai akhir tahun memiliki kecenderungan terkontraksi akibat kenaikan suku bunga tersebut. Per Juni 2022, NIM bank ini tercatat sebesar 4,02%. Itu turun dari level 4,21% pada Juni tahun lalu.

"Di sisi margin ada kecenderungan kontraksi walaupun kita akan upayakan mempertahankan margin kita. Namun, kita mesti melihat kondisi pasar yang bergerak di beberapa bulan ke depan," ujarnya dalam public expose, Selasa (6/9).

Untuk saat ini, Bank Permata masih mempertahankan bunga dana di level yang sama dari posisi semester I 2022 meskipun bunga acuan BI sudah naik 25 basis poin ke level 3,75%. Hal ini didukung oleh likuiditas di pasar yang masih cukup longgar, termasuk di Bank Permata dengan posisi loan to deposit ratio (LDR) 78%.

Hanya saja ke depan, kemungkinan kenaikan bunga dana Bank Permata tetap ada. Djumariah Tenteram Direktur Ritail Banking Bank Permata bilang, itu akan tergantung dengan kondisi likuiditas industri dan juga bagaimana kecenderungan BI dalam meningkatkan suku bunga acuannya ke depan.

BRI memproyeksikan kenaikan BI rate itu akan menyebabkan peningkatan perebutan dana di masyarakat. Namun, persaingan itu tidak akan seketat pada saat pertumbuhan kredit mencapai dua digit.

"Apalagi likuiditas di pasar juga masih cukup longgar, terutama di BRI dengan LDR konsolidasi 88,5% per Juni 2022." kata Aestika Oryza Gunarto Sekretaris Perusahaan BRI pada Kontan.co.id, Rabu (7/9).

Baca Juga: Penuhi Modal Inti, OJK Dorong Bank-Bank Kecil Lakukan Konsolidasi

BRI memproyeksikan perubahan suku bunga tidak akan berpengaruh besar terhadap pertumbuhan kredit, mengingat suku bunga kredit bukan satu-satunya variabel untuk meningkatkan pertumbuhan kredit nasional. Berdasarkan perhitungan model ekonometrika, variabel paling sensitif atau elastisitasnya paling tinggi terhadap pertumbuhan kredit adalah konsumsi rumah tangga dan daya beli masyarakat.

Oleh karena itu, lanjut Aestika, BRI tetap optimistis mampu menumbuhkan kredit di kisaran 9%-11% yoy hingga akhir tahun 2022. Sementara margin bunga bersih optimis bisa dicapai di kisaran 7,7%-7,9%.

Yuddy Renaldi, Direktur Utama Bank BJB melihat kenaikan bunga acuan BI akan memberikan terkanan terhadap cost of fund dan NIM perbankan. Sebelumnya BJB sudah menargetkan NIM tahun ini bakal lebih rendah dari tahun lalu, yakni jadi 5,4%-5,7% dari 5,8% pada Desember 2021. Adapun hingga Juni, bank ini mencatatkan NIM di level 5,7%.

"Target tahun ini lebih rendah karena tahun lalu kondisinya berbeda dimana efek dari penurunan suku bunga terasa sepanjang tahun itu," ujar Yuddy. Meski begitu, Bank BJB optimis capaian laba bersih  masih dapat tumbuh dengan baik sesuai rencana bisnis sampai dengan akhir tahun ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×