Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pekerjaan rumah perbankan di Tanah Air terkait permodalan sangat besar tahun ini. Setelah melewati batas waktu pemenuhan modal inti minimum Rp 2 triliun di akhir 2021, bank umum swasta harus memenuhi modal inti minimum Rp 3 triliun dalam setahun ke depan. Sedangkan Bank Pembangunan Daerah (BPD) diberi kelonggaran waktu hingga ujung 2024 untuk memenuhi aturan modal inti ini.
Dengan batas waktu yang tinggal setahun lagi bagi bank swasta, tentu aksi akuisisi atau merger perbankan tahun ini akan semakin marak. Catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), masih terdapat sekitar 76 bank skala kecil yang harus memenuhi modal inti Rp 3 triliun.
Setelah mengakuisisi bank kecil, investor baru yang hadir wajib menginjeksi modal bank hingga mencapai ketentuan. Namun, OJK juga memberikan keringanan dalam konsolidasi perbankan lewat skema Kelompok Usaha Bank (KUB). Dengan skema ini, bank besar yang membawahi bank kecil tidak perlu menyuntik modalnya hingga Rp 3 triliun, tetapi cukup Rp 1 triliun saja.
Bank Mayora salah satu yang dalam proses untuk diakuisisi bank besar. OJK telah mengkonfirmasi bahwa bank ini akan dicaplok BNI. Hingga kini, manajemen BNI belum menjawab nama bank yang bakal diakuisisi perseroan. Hanya disebutkan bahwa proses akuisisi bank kecil sedang berjalan.
Baca Juga: Bisnis Terus Tumbuh, Kredit Investasi Diproyeksi Bergerak Positif di 2022
"Akuisisi bank kecil saat ini masih dalam proses. Tunggu saja dalam waktu dekat pengumumannya. Kami targetkan akuisisi ini rampung di kuartal I 2022 ini," kata Novita Anggraeni Direktur Keuangan BNI pada KONTAN, Selasa (11/1).
BNI akan menyulap bank kecil yang akan dicaplok itu menjadi bank digital. Untuk itu, bank pelat merah ini juga akan menggandeng perusahaan teknologi untuk ikut mengakuisisi bank tersebut.
Sebelumnya, WeLab, mitra fintech Astra Internasional, dikabarkan sudah mengakuisisi 24% saham Bank Jasa Jakarta dan sedang dalam proses untuk menjadi pengendali bank tersebut. Emtek Group yang sudah mencaplok 93% saham Bank Fama Internasional juga masih harus menambah modal bank tersebut tahun ini.
Selain itu, masih banyak bank kecil yang belum memberikan update terkait pemenuhan modal inti hingga Rp 2 triliun. Bank Index Selindo misalnya baru memiliki modal inti Rp 1,46 triliun per September 2021, PT Bank SBI Indonesia sebesar Rp 1,44 triliun, dan Bank Prima Master baru Rp 236,9 miliar.
PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat Tbk (BJBR) sudah mendapatkan persetujuan dari OJK sebagai sebagai Kelompok Usaha Bank (KUB). Dengan begitu, bank ini tidak perlu lagi meningkatkan modal inti anak usaha syariahnya menjadi Rp 3 triliun.
Baca Juga: Bank-Bank di Bawah Mega Corpora Akan Membentuk KUB, Bank Mega Jadi Inangnya
Direktur Utama BJB Yuddy Renaldi mengatakan, BJB sudah mendapatkan persetujuan sebagai KUB dengan didirikannya BJB Sekuritas. "Jadi modal inti BJB Syariah saat ini sudah memenuhi ketentuan yakni Rp 1 triliun dan tidak perlu ada kewajiban untuk ditambah karena sudah bagian dari KUB," jelasnya.
Kendati tak wajib lagi tambah modal, BJB Syariah sedang melihat peluang juga untuk melakukan Initial Public Offering (IPO). Pasalnya, ada beberapa investor strategis yang bergerak di bidang syariah menyatakan minat masuk ke bank ini. "Mereka baru sebatas menyatakan minat sehingga saya belum bisa sebutkan nama. Karena itu rencana IPO ini juga masih belum final," imbuh Yuddy.
Berdasarkan penelusuran KONTAN, setidaknya masih terdapat 11 BPD dengan modal inti di bawah Rp 3 triliun. Adapun bank daerah tersebut diantaranya Bank Lampung, Bank Sulteng, Bank Jambi, Bank Bengkulu, Bank Banten, Bank Sulutgo, Bank Kalteng, Bank NTB Syariah, Bank NTT, Bank Kalsel dan Bank Kalbar.
Tiga dari BPD ini sudah dimasuki pengusaha Chairul Tanjung (CT). Lewat Mega Corpora, dia menggenggam 24,9% saham Bank Sulteng, 24,08% saham Bank Sulutgo dan telah menyetor investasi Rp 100 miliar di Bank Bengkulu pada akhir 2020.
Mega Corpora akan mengkonsolidasi bank-bank di bawahnya dengan skema KUB. CT saat ini tercatat sudah jadi pengendali di dua bank yakni Bank Mega dan Allo Bank Indonesia. "Bank Allo tidak akan dimerger dengan Bank Mega. Bank di bawah Mega Corpora akan membentuk KUB dimana Bank Mega akan jadi leading banknya," ungkap CT saat konferensi pers, Selasa (11/10).
Dengan KUB tersebut, lanjut CT, Bank Mega dan Allo Bank akan membantu tiga BPD itu untuk punya layanan digital agar bisa berkembang dalam melayani nasabahnya.
Ke depan, Mega Corpora masih membuka kemungkinan untuk masuk ke bank-bank daerah lain. Namun, CT menegaskan, pihaknya tidak berencana untuk membeli BPD tersebut melainkan hanya untuk tujuan kolaborasi saja.
Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana menyatakan, bank-bank kecil ini telah memiliki pipeline melakukan konsolidasi, baik lewat akuisisi maupun merger. "Mereka melakukan komunikasi yang intens dengan calon investor," ujarnya.
Banyak investor yang berminat baik lokal maupun asing. Bahkan, Heru menyebut tidak ada bank yang menyatakan niat untuk mengembalikan izinnya ke OJK.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News