kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Masih penuh tantangan wujudkan visi sistem pembayaran Indonesia


Senin, 02 Desember 2019 / 20:54 WIB
Masih penuh tantangan wujudkan visi sistem pembayaran Indonesia
ILUSTRASI. Nasabah menggunakan Mesin Tunjangan Mandiri (ATM) di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta, Senin (31/12). Lima inisiatif bakal dilakukan Bank Indonesia (BI) guna mewujudkan visi sistem pembayaran Indonesia 2025.


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lima inisiatif bakal dilakukan Bank Indonesia (BI) guna mewujudkan visi sistem pembayaran Indonesia 2025. Dua inisiatif diantaranya adalah soal open banking, dan pembayaran ritel berupaya untuk diwujudkan interkoneksi dan interoperabilitas antar pelaku industri keuangan.

Pertama, BI bakal turut mendorong terciptanya ekosistem open banking dengan mengoneksikan perbankan sebagai lembaga keuangan utama dengan pelaku industri keuangan lainnya.

Open banking salah satunya bakal terwujud via standardisasi application program interface (API) mulai dari segi data, teknis, keamanan, hingga aspek kontraktualnya. API dari perbankan dapat dimanfaatkan pelaku industri keuangan lainnya untuk mengintegrasikan layanannya dengan layanan perbankan kepada nasabah secara langsung.

Baca Juga: Perbankan akan genjot dana murah pada tahun 2020

Sejumlah bank besar juga saat ini mengaku tengah mengembangkan open API dengan serius. Maklum, bagi bank, open API juga bisa memberikan manfaat berupa peningkatan transaksi yang pada akhirnya bisa menguatkan dana murah alias current account and saving account (CASA).

Direktur Operasi Informasi dan Teknologi PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) Dadang Setiabudi menjelaskan saat in setidaknya sudah ada 130 pihak yang telah memanfaatkan API bank berlogo 46 ini.

“Kurang lebih sudah ada 130 pihak yang memanfaatkan API kami mulai dari platform e-commerce, fintech, perusahaan rintisan dan lainnnya,” katanya kepada Kontan.co.id,  Senin (2/12).

Hal senada juga disampaikan oleh Direktur Digital, Informasi dan Teknologi PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) Indra Utoyo. Ia bilang setidaknya saat ini sudah ada empat kategori API yang bisa dimanfaatkan oleh pihak ketiga. Keempatnya adalah Information API, Payment API Loan API, BRI Porduct API.

Indra menambahkan saat ini juga setidaknya sudah ada 75 pihak yang memanfaatkan API BRI. BRI pun aktif aktif mendorong pelaku digital untuk memanfaatkan API perseroan. Misalnya dengan menggelar hackathon digital berbasis BRIAPI bagi pelaku tekfin.

Tak cuma berorientasi ke ritel, Direktur Operasi, Informasi Teknkologi PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) Rico Usthavia Frans mengatakan, open API juga bermanfaat bagi para perusahaan besar.

Ia mencontohkan bagaimana dengan memanfaatkan API Bank Mandiri bisa langsung melakukan transaksi (coporate payment) langsung dari sistem mereka tanpa melalui bank maupaun layanan cash management.

Baca Juga: Sektor perbankan masih menarik dilirik

“Sementara dari segmen ritel API untuk isi ulang uang elektornik jadi yang paling seksi, karena sekarang ada kemudahan unutk isi ulang via ponsel berteknologi NFC (near communication field),” kata Rico.

Meskipun menawarkan API mereka untuk dimanfaatkan bagi para pihak ketiga, bank-bank besar tersebut juga tak lupa dengan aspek keamanan. Dadang misalnya mengatakan, BNI juga rutin menggelar review dengan security vendor.

Sebelumnya, Head of Digital Channel PT Bank Permata Tbk (BNLI) Indra Gunawan sempat menyatakan kepada Kontan.co,id, secara regulasi baik dari BI maupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bank memang mesti melakukan mitigasi risiko sebelum membuat API mereka bisa diakses publik.

Baca Juga: Pengajuan KPR secara online di BNI sudah tembus 10.000 aplikasi

“Sebelum merilis produk, kami melakukan beberapa tes. Management test, security test, penetration test, hingga report testing,” katanya.

Sedangkan inisiatif kedua yang dilakukan BI terkait pembayaran ritel. Sejak tahun lalu, BI telah meluncurkan ekosistem Gerbang Pembayaran Nasional (GPN). Via GPN semua transaksi ritel domestik berbasis kartu maupun digital melalui QR Code mesti diproses pelaku lokal.

Ini bertujuan untuk menciptakan interkoneksi dan interoperabilitas antar pelaku industri keuangan. Makanya sejumlah pelaku industri keuangan asing untuk dapat tetap beroperasi di Indonesia mesti menggandeng pelaku lokal.

Baca Juga: BI terus akselerasi pendalaman pasar keuangan

Pertengahan November lalu saat ditemui di Asia Pacific MasterCard Office, Singapura Co-President Asia Pacific MasterCard Ari Sarker menyatakan pihaknya mesti merekonfigurasikan bisnisnya di Indonesia akibat implementasi GPN.

“Implementasi GPN membuat kami merekonfigurasikan bisnis di Indonesia, Dan membuat kami bersemangat untuk menjadi bagian dari ekosistem pembayaran di Indonesia. Kami sudah menjalin kerjasama dengan Artajasa untuk berartisipasi dalam GPN,” katanya.

Agustus 2019 lalu, Mastercard telah menandatangani kerjasama dengan PT Artajasa Pembayaran Elektronis, pengelola ATM bersama. Direktur Utama Artajasa Bayu Hanantasena bilang BI telah memberikan izin kerjasama kedua belah pihak. Saat ini, Mastercard dan Artajasa tengah menyiapkan proses implementasi.

Baca Juga: Berkontribusi melalui Kolaborasi dan Inovasi

Implementasi GPN juga disempurnakan dengan diluncurkannya QR Code Indonesian Standard (QRIS) pada Agustus lalu sebagai standar implementasi transasksi digital berbasis QR Code. Targetnya mulai 1 Januari 2020, semua transaksi berbasis QR Code di Indonesia mesti sesuai QRIS.

Danu Wicaksana, CEO PT Fintek Karya Nusantara (Finarya) pengelola LinkAja menyatakan saat ini pihaknya juga tengah mengebut aspek interkoneksi dan interoperabilitas. Via QRIS, QR Code yang dihasilkan LinkAja kelak bakal bisa digunakan oleh patform pembayaran lainnya misalnya Go Pay, Ovo. Vice versa.

“Sekarang masih in progress, karena bisa membaca QR Code itu satu hal, bisa menyelesaikan transaksi itu hal lain lagi. Saat ini beberapa merchant kami memang sudah bisa transaksi multipaltform,” ujar Danu.

Adapula SVP Transaction Banking Retail Sales Bank Mandiri Thomas Wahyudi menyatakan saat ini dari total 250.000 mesin EDC baru ada sekitar 50.000 mesin yang sudah sesuai QRIS.

“Butuh prose on site untuk menyesuaikan standar QRIS pada seluruh mesin EDC kami,” kata Thomas.

Baca Juga: BI belum terbitkan izin kerjasama dengan Alipay dan WeChat Pay

Sebagai catatan, LinkAja merupakan integrasi dari uang elektronik empat bank pelat merah termasuk Bank Mandiri dengan uang elektronik milik Telkomsel yaitu TCash. Sehingga mesin edc bank-bank tersebut kelak bakal digunakan sebagai penghasil QR Code dinamis yang bisa digunakan bertransaksi via LinkAja.

Tak cuma bagi para pelaku domestik, standar QRIS juga mesti diterapkan bagi penerbit uang elektronik asing yang hendak beroperasi di Indonesia. Termasuk bagi Alipay dan WeChat Pay yang telah beroperasi.

Untuk tetap beroperasi, para penerbit asing ini mesti menggandeng bank umum kegiatan usaha (BUKU) 4 untuk melakukan proses penyelesaian transaksi alias settlement.

Per 1 Januari 2020 mendatang, mereka juga wajib menyesuaikan standar QRIS, jika tidak operasi akan dinilai ilegal oleh Bank Indoensia. Sayangnya, hingga bulan terakhir 2019, belum ada izin kerja sama yang diterbitkan Bank Indonesia.

“Sampai saat ini belum ada izin yang diterbitkan, masih dalam proses,” kata Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Sistem pembayaran BI Filianingsih Hendarta kepada Kontan.co.id, Minggu (1/12).

Sebelumnya ada lima bank kategori BUKU 4 yang tengah berproses mengajukan izin ini. Mereka adalah BRI, Bank Mandiri, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), dan PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA). Namun, BNI dikabarkan membatalkan kerjasama, dan mengakhiri pilot project dengan Alipay dna WeChat Pay.

Baca Juga: Ancaman siber mengintai transaksi uang elektronik

Sedangkan Thomas, serta Direktur Bisnis Konsumer Bank CIMB Niaga Lani Darmawan mengafirmasi saat ini belum ada izin yang diterbitkan terkait kerjasama mereka dengan Alipay dan WeChat Pay.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×