Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekosistem luas merupakan salah satu kunci utama bagi para pelaku usaha untuk bisa tumbuh berkelanjutan, termasuk di sektor perbankan. Di era digitalisasi, pengembangan ekosistem tak bisa lagi dilakukan sendiri-sendiri, kolaborasi antara pelaku industri sudah jadi suatu keharusan.
Pengembangan ekosistem tanpa kolaborasi akan berjalan lambat dan menelan biaya besar. Sementara pelaku industri yang gencar melakukan kolaborasi akan melaju lebih cepat di tengah perkembangan teknologi dan siap melibas para kompetitor yang geraknya lamban.
Menurut Ketua Bidang Operation, Technology, dan Regulatory Reporting Perbanas Indra Utoyo saat ini merupakan era ekonomi kolaborasi. Perbankan harus bergerak cepat memberikan nilai dengan merangkul mitra lain agar dapat menciptakan solusi kepada nasabah.
Sementara Direktur Riset Center of Reform Economic (CORE) Piter Abdullah berpendapat bahwa di era digital banking, pengembangan ekosistem digital akan menentukan kemampuan bank untuk bersaing. Mereka yang memiliki ekosistem besar berpotensi jadi pemenang persaingan.
"Ekosistem digital itu adalah syarat utama bagi bank untuk bisa bersaing di era digital. Namun, memang bukan satu-satunya syarat karena selanjutnya bank juga harus mampu memanfaatkan ekosistem itu dalam bentuk sinergi yang dituangkan pada produk dan layanan," kata Piter pada Kontan.co.id, Jumat (4/2).
Baca Juga: Bangun Ekosistem KPR Digital, BTN Kembangkan Superapps dan Gaet Paltform Arsi Tag
Era baru persaingan perbankan tak lepas jumlah pengguna internet yang terus meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data BPS, pengguna internet pada tahun 2014 baru mencapai 10,92% dari total populasi Indonesia. Pada 2019 jumlah telah mencapai 43,52% dan pada 2020 naik lagi jadi 53,73%.
Sedangkan berdasarkan laporan Digital 2021, WeAreSocial & HootSuite, penggunaan smartphone di Indonesia sudah mencapai 98,2% dengan penetrasi Internet 73,7% untuk populasi jumlah penduduk tercatat 274,9 juta jiwa.
Namun, jumlah penduduk Indonesia penduduk yang belum punya akses ke bank (unbanked) dan yang sudah punya rekening tetapi belum memiliki akses terhadap layanan perbankan masih besar.
Riset Google, Temasek, dan Bain & Company 2019 (dalam e-Conomy SEA 2019) mencatat masih ada sekitar 92 juta penduduk Indonesia termasuk kategori unbanked dan 47 juta dalam kategori underbanked.
Dia faktor ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi digital, termasuk digital bank di Indonesia, masih sangat terbuka lebar. Tinggal diperlukan kolaborasi antara perbankan dan pelaku ekonomi digital untuk bisa lebih cepat menggarap potensi pasar yang ada.
Penguatan Ekosistem Perumahan
Sektor perumahan berkontribusi besar terhadap ekonomi nasional karena memiliki efek pengganda (multiplier effect) terhadap industri lainnya. Real Estate Indonesia (REI) mencatat pertumbuhan sektor properti nasional akan menggerakkan 174 jenis industri yang terkait, seperti semen, furnitur, dan consumer goods.
Sehingga pengembangan ekosistem perumahan digital juga diperlukan untuk terus menumbuhkan sektor properti di Tanah Air. Apalagi mengingat penetrasi Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) terhadap ekonomi Indonesia masih rendah.
Per September 2021, kontribusi KPR nasional terhadap GDP baru mencapai 3,24% berdasarkan data BPS. Angka itu belum meningkat jauh dari posisi akhir 2017 sebesar 2,9%.
Sementara backlog perumahan di Indonesia mencapai Rp 11,4 juta pada tahun 2015 (data BPS). Berdasarkan Riset BTN Housing Finance Center, angka backlog diperkirakan masih mencapai 7,7 juta pada 2021.
Baca Juga: Bank Terus Genjot Efisiensi Operasional
Riset yang sama juga menunjukkan ada sekitar 69 juta milenial yang akan membutuhkan rumah dan menjadi pasar properti yang potensial ke depannya. Oleh karena itu, potensi pertumbuhan penetrasi KPR terhadap ekonomi Indonesia masih besar.
Bank Indonesia (BI) mencatat penyaluran KPR sudah terus mencatatkan perbaikan setelah tertekan di awal pandemi Covid-19. Per Desember 2021, KPR dan KPR telah tumbuh 9,7% year on year (YoY) menjadi Rp 572,3 triliun. Pertumbuhan KPR melampaui pertumbuhan kredit secara keseluruhan yang hanya tumbuh 4,9% YoY.
Menurut Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan, pengembangan ekosistem perumahan sangat efektif dalam mendorong pertumbuhan bisnis KPR ke depan.
"Ekosistem ini diperlukan terutama di masa ketidakpastian seperti saat pandemi Covid-19. Dengan adanya ekosistem maka perbankan dapat dengan mudah menggarap nasabah dan memasarkan produknya dengan cepat ke nasabah yang potensial," jelasnya pada Kontan.co.id, Kamis (18/2).
PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) sebagai bank dengan pangsa pasar KPR terbesar di Tanah Air dinilai perlu terus memperbesar ekosistem perumahan digital.
Trioksa melihat bank pelat merah ini memang sudah mulai membangun ekosistem lewat kolaborasi dan pengembangan platform digital.
Per September 2021, BTN tercatat menguasai 39,24% pangsa pasar KPR nasional. Sementara khusus di KPR subsidi, pangsa pasar lebih besar lagi yakni mencapai 86,42%.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir telah memberikan mandat kepada BTN agar menjadi solusi perumahan bagi masyarakat Indonesia.
Dalam rapat kerja BTN pada 24 Januari 2022, Menteri BUMN mendorong BTN memperluas ekosistem perumahan dengan bersinergi bersama BUMN lain dan swasta terkait dengan perumahan.
Baca Juga: BTN dan Bank Mandiri Lanjutkan Pengembangan Digitalisasi Layanan KPR
Turunan sektor perumahan masih sangat luas untuk dibangun dalam satu ekosistem. "Ekosistem perumahan ini lebar ada semen, besi, cat, furnitur dan lain-lain. Ini luar biasa kalau kita bisa memberikan solusi, seperti super apps," kata Erick.
Direktur Utama BTN Haru Koemahargyo mengatakan, perseroan terus melakukan ekspansi kapabilitas dengan meningkatkan kemitraan guna memperluas ekosistem dan juga pemurnian proses bisnis.
Dalam meningkatkan ekosistem, BTN berkolaborasi dengan institusi, platform terkait perumahan, dan mempercepat digitalisasi. Hingga saat ini, bank telah menyediakan layanan banking yang lengkap kepada institusi yang digandeng seperti BPJS Ketenagakerjaa dan SMF untuk menciptakan bisnis berkelanjutan.
Dalam memperdalam ekosistem KPR, BTN telah berkolaborasi dengan sejumlah platform terkait perumahan dan mengembangkan platform sendiri.
"Saat ini kerja sama dengan BUMN dan swasta telah dilakukan, namun BTN perlu memperluas sinergi tersebut untuk mendukung pemenuhan kebutuhan rumah rakyat dalam program satu juta rumah," ujar Haru.
BTN saat ini terus berjalan pada jalur dalam melanjutkan transformasi untuk mencapai visi tahun 2025 menjadi bank KPR terbaik di Asia Tenggara.
Untuk mencapai visi itu, perseroan pada tahun 2022-2023 akan ekspansi ke area bisnis baru. Selanjutnya, pada 2024-2025, BTN akan melakukan disrupsi dan memperluas bisnis lewat digital.
Sebanyak 90% kredit BTN saat ini disalurkan ke sektor perumahan seperti kredit perumahan rakyat (KPR) dan kredit konstruksi atau Kredit Yasa Girya (KYG).
Haru mengatakan, divesifikasi akan diperluas namun tetap menyasar pada ekosistem perumahan seperti transportasi, bisnis ritel, dan industri terkait bahan bangunan.
Penguatan segmen millenial dilakukan dengan memfasilitasi pertumbuhan dari sisi supply dan demand. Di sisi supply, BTN mendukung pembiayaan proyek-proyek TOD. Saat ini stock hunian millenial mencapai 27.230 yang terdiri dari 20.020 unit hunian vertikal dan 7,210 hunian rumah tapak. Sedangkan di sisi demand, BTN menghadirkan program KPR yang sesuai dengan kemampuan millenial.
Baca Juga: Bankir Optimistis Transaksi Digital Banking Melesat di 2022
BTN akan Hadir Sebagai One Stop Solution Housing
Untuk mewujudkan visinya sebagai bank KPR terbaik di Asia Tenggara, BTN terus melakukan pengembangan ekosistem KPR digital dengan melakukan kolaborasi dengan sejumlah pihak, termasuk dengan platform-platform digital terkait perumahan.
Direktur Risk Management and Transformation Bank BTN Setiyo Wibowo mengatakan, pengembangan ekosistem ini merupakan bagian dari strategi BTN untuk memperkuat posisinya sebagai bank mortgage terbesar di Asean.
"Ekosistem yang kami bangun mulai dari penyediaan living, rental, pembelian dan penjualan produk-produk perumahan," katanya baru-baru ini.
Dengan begitu, BTN akan jadi layanan terpadu satu atap di sektor perumahan atau One stop Digital Housings Services bagi seluruh rakyat Indonesia. Semua transaksi terkait properti bisa diakses lewat bank ini mulai dari pembelian properti, penjualan, penyewaan, renovasi atau mempercantik hunian.
Dari sisi layanan pembelian, BTN telah memiliki platform btnproperti.co.id untuk penyediaan rumah baru dan rumahmurahbtn.co.id untuk penyediaan rumah seken. Selain itu, bank pelat merah ini juga sudah menjalin kolaborasi dengan Lamudi dan Pinhome.
Hingga akhir 2021, pengembang yang bergabung dengan platform Btnproperti.co.id sudah mencapai 3.159 dengan 4.326 proyek dan menawarkan lebih dari 10.000 listing properti. Setiyo bilang, platform ini mencatatkan 5,53 juta pengunjung dan memiliki 1 juta pengguna. Kredit yang sudah disalurkan BTN lewat platform ini telah mencapai Rp 756 miliar.
Sedangkan platform rumahmurahbtn.co.id mencatatkan pengunjung 766.000 tahun lalu dan melayani 30.000 costumer. Rumah seken yang terjual dari platform ini mencapai Rp 180,7 miliar pada 2021.
Dengan layanan-layanan ini, masyarakat kini bisa menemukan hunian secara virtual dalam dimensi 4D sehingga seperti melihat langsung ke lokasi proyek, bisa menjelajahi pilihan properti seken, bisa melakukan simulasi kredit, mengajukan aplikasi kredit dan sekaligus bisa melacak perkembangan proses kredit tersebut.
Dari sisi layanan penjualan, BTN telah mengembangan fitur baru khusus developer pada platform btnproperti.co.id yang di dalamnya ada layanan cash management,B2B integration bank, supplai chain, dan e-mitra bank BTN.
Melalui layanan ini, BTN membantu developer mengembangkan proyek perumahan, melakukan manajemen stok dan memantau kemajuan pemberian KPR kepada calon pembelinya.
Untuk memperkuat layanan terkait penjualan ini, BTN sudah melakukan kerjasama dengan mitra yang meliputi notaris dan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP).
Pada aspek living, BTN telah memiliki layanan mobile banking yang akan membantu transaksi pembayaran dan aplikasi BTN Smart Residence yang dirilis di 2021 dengan tujuan menghubungkan pengelola residence (perumahan atau apartemen) dan penghuni.
Lewat layanan ini, nasabah bisa melakukan pembayaran tagihan, iuran pengelolaan lingkungan, dan menjadi sarana komunikasi bersama antara pemilik dan pengelola properti.
Baca Juga: Bank Optimistis Pemulihan Kredit Akan Tumbuh di 2022
Menurut Setiyo, BTN Smart Residence ini sudah mencatatkan 1.500 pengguna terhitung sejak 10 Desember 2021. Diperkirakan transaksi aplikasi ini bisa mencapai 6 miliar setiap tahunnya dengan nilai transaksi lebih dari Rp 1,8 triliun.
Pada 16 Februari 2022, BTN resmi menjalin kerja sama dengan platform Arsitag, sebuah marketplace jasa layanan profesional arsitektur, desain interior dan kontraktor. Ini akan melengkapi layanan BTN kepada nasabah mengingat merenovasi, membangun dan mengisi rumah merupakan bagian dari siklus dalam memiliki sebuah hunian.
Direktur Operation, IT and Digital Banking Bank BTN Andi Nirwoto mengatakan, BTN akan memanjakan nasabah menemukan jasa profesional terkait arsitektur, desainer interior, maupun kontraktor yang tepat melalui platform KPR digital yang sudah dimiliki BTN.
Arsitag telah bermitra dengan sekitar 6.500 profesional di berbagai bidang. Sehingga kolaborasi itu akan memperluas ekosistem perumahan BTN menuju visinya sebagai Bank KPR Terbaik di Asia Tenggara.
Untuk mendukung pembayaran baik terkait aspek pembelian, penjualan maupun living, BTN sudah memiliki layanan digital yaitu mobile banking. Namun, inovasi BTN tidak hanya akan terhenti di situ saja.
Tahun ini akan dimulai pengembangan BTN Super Apps yang akan dirancang bisa melayani semua kebutuhan transaksi nasabah mulai dari pembayaran, pendanaan dan kredit.
Super Apps ini sedang diuji coba secara internal saat ini dan bakal meluncur ahir tahun jika tak ada aral melintang. Menurut Andi, saat ini prosesnya sudah masuk uji coba untuk internal.
Sedangkan di sisi aspek penyewaan properti, sedang dikaji pengembangan konsep layanan rent to own di mana masyarakat bisa menyewa dulu untuk kemudian nanti membeli hunian itu pada jangka waktu tertentu jika sudah nyaman di sana.
Skema pembiayaan untuk mendukung layanan ini sedang dipersiapkan. Ide awalnya berangkat dari pengamatan bahwa kaum millenial kecenderungan lebih senang tidak terikat pada satu lokasi tempat tinggal dan suka berpindah-pindah lokasi.
Layanan ini juga diharapkan nantinya bisa memecahkan permasalahan kelebihan pasokan atau over supply unit-unit apartemen saat ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News